Skip to main content

Loves and Brothers Part 9



Part 9

Tepat 2 tahun Elina tinggal di London bersama Danny. Danny sudah berencana untuk liburan ke Dublin bertemu ibunya. Elina pun juga ikut karena bertepatan dengan liburan musim dingin.
“Dublin pasti dingin sekali” Ujar Danny.
“Ya, kau benar, Dan.” lanjut Elina.
Mereka menyiapkan segala sesuatunya malam itu dan besok mereka berangkat. Ibu mereka juga senang sekali mendengar kepulangan mereka. Danny menelpon ibunya kemaren dan Danny bilan ibunya seneng banget dengernya. Setelah membereskan segala sesuatunya, mereka pun tertidur di kamar masing – masing.
Pagi menjelang, Danny memesan taksi untuk mengantarkan mereka ke bandara. Setelah taksi sampai Mereka memasukkan semua barang, dan oleh – oleh untuk ibu mereka.
“Sudah semua Dan ?”
“Sudah, ayo kita berangkat sekarang.”
Mereka memulai perjalanan. Berbincang sepanjang perjalanan menuju bandara. Sampailah mereka di bandara Heatrow dan menunggu para member The Script yang lain. Setelah menunggu sekitar 1 jam, datanglah Mark dan Glen.
“Hi! Maaf menunggu lama ya, macet” jelas Mark.
“I'm not suprize Mark.” lanjut Danny.
Mereka pun menuju terminal untuk check in. Di sana cukup ramai, banyak orang yang ingin pergi ke Dublin hari itu. Mereka pun sudah masuk pesawat.
“Hey, kita akan berpisah di bandara nanti dan akan janjian di bandara lagi untuk kembali ke London, jangan lupa ya” jelas Glen.
“Baiklah Glen, aku tidak akan lupa. :D” ujar Elina.
Berangkatlah mereka ke Dublin. Perjalanan sangat menyenangkan, mereka selalu saja bercanda jika bersama. Tak terasa sampailah mereka di Dublin. Danny dan Elina, Mark dan Glen, pisah, mengucap salam, dan berjanji untuk kembali di bandara seminggu lagi.
“Ayo, cepatlah masuk taksi, aku sudah tidak sabar untuk bertemu ibu..” ujar Elina senang.
“Sabarlah sedikit aku sedang memasukkan barang – barang ke bagasi.” lanjut Danny yang menyusul Elina masuk ke dalam taksi. Lalu berangkatlah mereka.
“Baiklah, hmm, by the way, bagaimana.. Sandra ? Hmm, I mean, udah pamit sama dia, Dan ?”
“Sandra ? Oh, ya, Sandra, aku udah pamit kok sama dia, memang kenapa ?”
“ Hmm, tidak aku hanya bertanya..” Sebenarnya Elina hanya ingin membuka pembicaraan dengan kakaknya itu. Sebenarnya Elina masih belum bisa kehadiran Sandra saja untuk kakaknya Danny.

“Mom, how are you ?? I'm so happy to meet you..” Elina memeluk ibunya dengan segera.
“Ini, Danny bu, aku tahu pasti kau sangat merindukannya..” lanjut Elina.
Danny langsung menaruh kopernya, ibunya pun senang dan sekaligus menitikkan air mata. Danny tanpa banyak bicara menghampiri ibunya, memeluknya. Danny sudah lama sekali tidak pulang ke Dublin. Ibunya juga sangat merindukan Danny.
“Mom, I miss you so bad, long time no see you, how are you ?” ujar Danny sambil memeluk Ibunya dengan sangat erat.
“Miss you too my son, aku baik disini, aku selalu menonton mu disini, kau, kau sangat terkenal sekarang, orang banyak yang tahu tentang kau..” ujar Ibunya sambil mengelus pipi Danny dan mengusap air matanya sendiri.
“Hello, I'm here.. Ayo ngobrolnya di dalam saja, aku kedinginan disini.” kata Elina memotong momen indah antara Ibu dan Danny.
“Ahh, kau ini mengganggu saja, ayo bu, kita ke dalam saja, aku sudah kangen di rumah ini..”
“Baiklah, ayo anak2ku, kita masuk ke dalam, ibu sudah memasak makanan kesukaan kalian.” ujar Ibu Danny.
Mereka pun masuk, Danny langsung mencium aroma khas rumahnya itu dan bau khas makanan kesukaannya. Sungguh indah betul kembali ke Dublin, terutama kerumahnya. Pikir Danny.
“Ini dia makanan untuk kalian, Ibu tahu kalian lapar..” ujar Ibu Danny ketika mereka sampai di ruang makan.
“Baiklah Bu, aku memang sedang lapar..” lanjut Danny.
“Ahh, kau itu memang selalu lapar, bahkan ketika sehabis pulang dari studio, kulkas selalu berantakan karena mu, Hahaha..” ujar Elina meledek.
“Sudah, sudahlah, jangan bertengkar terus, makan sajalah..”
“Baik bu..” ujar Danny dan Elina berbarengan.
Mereka pun melanjutkan makan siang mereka bersama. Canda tawa riang, semua cerita yang mereka punya di ceritakan dalam temu kangen siang itu. Selesailah sudah mereka melahap makan siang. Selesailahnya makan, Danny membawa barang – barang mereka ke kamarnya yang ada di lantai dua, sedangkan Ibu dan Elina membereskan semua peralatan makannya. Sembari membereskan, Elina memberanikan diri untuk menceritakan apa yang dirasakannya di London, kuliahnya, tinggal dengan Danny, dan tentang.. pacar Danny.
“Mom, I've been through a lot of things in London, it's amazing, aku kuliah di salah satu universitas ternama, untungnya itu dekat dengan rumah Danny dan aku menemukan seorang teman, dia laki – laki...” jelas Elina.
“Laki – laki ? Bukan pacarmu ? Hahaha..” ledek ibu Elina.
“Ahh, ibu sudahlah, dia itu temanku, namanya Liam, tapi, aku juga menemukan seorang yang tampan, dia jago sepakbola, aku senang sekali terhadapnya, ahh, aku jadi malu menceritakannya.. hahaha.”
“Ahh, sudahlah, dengan ibumu sendiri tidak perlu malu, lalu, bagaimana dengan pekerjaan Danny dan bandnya The Script, eh, apakah dia sudah punya tambatan hati ?” tanya ibu Elina.
“Danny, hmm, dia adalah band besar bu, waktu itu aku diajak dia untuk konser, penggemarnya banyak sekali, aku terkagum dengannya, member dari band itu juga sangat baik padaku, ahh, aku senang sekali, aku juga diajarkan bermain gitar oleh Mark dan Glen, jadi Mark itu gitaris, dan Glen adalah drummernya, kalo soal pacar Danny, aku hanya bisa mengatakan bahwa aku.. aku.. kurang suka dengan pacarnya itu..” jelas Elina.
“Wow, berarti yang dikatakan tv itu benar ya, ibu bangga sekali pada Danny. Tapi, kenapa kau berkata seperti sayang. ?” tanya Ibu Elina penasaran.
“Ya, begitula, dia, aku tak suka saja dengan dia, dia seperti memanfaatkan Danny, waktu pertama kali aku bertemu dengannya, aku dimarahi habis2an, dia tidak suka melihatku, tapi ketika bersama Danny, dia tiba – tiba baik, tapi ku harap itu hanya perasaanku saja bu..”
“Kau tidak boleh sembarang menilai orang seperti itu, kau belum dekat dengannya, Elina..” ujar Ibu Elina lembut.
“Ya, mudah2an saja memang seperti itu, tapi.. ahh ya sudahlah, aku tidak mau membahasnya lagi..”
“Ya sudahlah jika itu keinginanmu.” ujar Ibu Elina sambil mengelus rambut lurus berwarna coklat Elina. Tak berapa lama, Danny datang menghampiri mereka.
“Hello, sedang asyik ya kalian, maaf kalo aku mengganggu, tapi aku ingin mengajak Elina jalan – jalan di Dublin, aku merindukan taman kota, maukah kau menemaniku, adik kecil ?” ajak Danny
“Ahh, come on Danny, stop call me a little sister, iya aku mau, tapi aku ingin ganti baju dulu ya..”
Elina pun ke kamarnya untuk mengganti pakaian, sementara Danny menunggu sambil berbincang dengan ibunya.
“Apa kalian tidak lelah setelah perjalanan dari London tadi pagi ?” tanya Ibu mereka.
“Tidak bu, kami sudah tidur cukup semalam, aku disini hanya seminggu, jadi aku ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin..” jelas Danny.
“Baiklah jika itu mau kalian, oh ya, bolehkan ibu menitip beberapa bahan makanan ?”
“Ya boleh kok, catat saja yang ingin Ibu beli, aku saja yang membelikan bu..”
“Benar tidak apa – apa ?”
“Iya, bu tenang saja..”
Tak berapa lama Elina pun sudah siap dengan pakaiannya, dia terlihat cantik, memakai atasan beludru berwarna biru, jaket kulit, syal warna putih, dan celana jeans, tidak lupa sepatu kets kesayangannya.
“Aku siap...” teriak Elina.
“Hey, kau terlihat beda, baiklah ayo berangkat sekarang, aku pamit ya bu..” ucap Danny kepada ibunya sambil mencium pipi ibunya.
“Baiklah, hati – hati ya..”
Brother yang baik. Menurut Elina. Beruntungnya Elina memiliki Brother seperti Danny.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...