Skip to main content

Loves and Brothers Part 28


Part 28

6 Bulan Kemudian.

“Permisi Ms. Elina..” ujar salah seorang receptionist.
“Iya betul saya sendiri..” jawab Elina ramah.
“Sudah ditunggu Mr. Andrew diruangannya, silahkan masuk..” ujar Receptionist itu lagi.
Elina pun bergegas membereskan dirinya dan barang – barangnya setelah menunggu kurang lebih satu jam di ruang tunggu. Dia mencoba melamar di salah satu perusahaan retail yang berada di London. Dia telah menaruh lamaran seminggu yang lalu dan hari ini dia dipanggil. Elina berdoa dalam hati agar semuanya dapat berjalan dengan lancar. “Ayo, pasti bisa.” Ujar Elina dalam hati meyakinkan hatinya.
“Elina Luke O’donoghue..”
“Iya benar pak..”
“Silahkan duduk..” ujar Mr. Andrew.
Mulailah wawancara Mr. Andrew dengan Elina hari itu. Wawancara berjalan kurang lebih 30 menit. Elina menjawab pertanyaan apa adanya dan cukup lancar. Tapi tangan Elina dingin karena tegang, karena itu pertama kalinya ia harus wawancara.
“Baiklah Ms. Elina, saya akan mempertimbangkan CV anda ini, anda tunggu seminggu lagi, jika dihubungi oleh kami, anda datang lagi, jika tidak mohon maaf, ini mungkin bukan tempat kerja yang tepat untuk anda.” Ujar Mr.Andrew bijak.
“Baiklah, terima kasih Mr. Andrew..” ujar Elina sambil menyalami Mr. Andrew dan keluar dengan hati yang deg – degan. Menunduk dan berdoa agar dirinya bisa diterima bekerja di kantor ini.

Ketika Elina keluar dari ruang wawancara, tidak sengaja ia menambrak seorang lelaki karena ia repot dengan barang bawaannya.
“Aduh, I’m sorry, Mr…” belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, ia menengok kearah lelaki yang ditabraknya.
“Iya, aku juga minta maaf ya, eh, Elina ? Elina kan ? Ngapain kamu disini ?” ujar lelaki itu. Ternyata lelaki itu adalah Javier Hernandez temannya dulu sekaligus lelaki yang ia suka dulu.
“Javi ? Javi kan ? Ya ampun, apa kabar kamu, kamu juga ngapain disini ?” Tanya Elina.
“Hehehe, iya, kabarku baik kok, aku, aku kerja disini, belum lama sih baru satu bulan, kamu ngapain disini ?”
“Kamu kerja disini ? Ya ampun, kok bisa ya. Oh iya, aku baru aja selesai wawancara sama Mr. Andrew..”
“Wawancara ? Kamu ngelamar disini ? Mudah – mudahan aja deh diterima..”
“Iya, aku ngelamar disini, iya Amin..” ujar Elina sambil tersenyum.
“Hmm, ngobrol – ngobrol bentar yuk, mumpung masih jam makan siang nih, di depan ada kedai kopi langganan aku selama aku kerja disini, bisa ?” tanya Javi.
“Hmm, okay, ayo..”  balas Elina.
Mereka berjalan berdua keluar dari kantor itu. Sepanjang perjalanan menuju kedai kopi mereka berbincang sambil tertawa.

“Dan tahu gak si Alex itu ngeledek aku, hahaha, dia kaget aku suka bola, hahaha, lucu banget deh dia..”
“Ohh iya aku inget itu kan pas waktu Liam, yah, you know..”
“Yeah I know that, makanya aku bilangin sama dia suruh seriusin larinya aja jangan coba – coba main bola lagi, ya kalo sekali – sekali juga gapapa..” ujar Elina sambil masih tertawa.
Mereka berdua duduk di dekat jendela.
“Apa kabar Liam ? Hmm, masih sama Liam kan ?” tanya Javi membuka pembicaraan setelah mereka memesan minuman.
“Yes, I’m still with Liam, dia baik kok. How about Lisa ?”
“Lisa ? Aku udah lama gak menghubungi dia..”
“Iya, sih aku juga terakhir kali sebulan yang lalu, dia bilang sih dia baik – baik aja, dia bilang dia betah banget di Scotland..” jelas Elina.
“Dia gak inget aku kali, mungkin punya yang lain..”
“Jangan gitu Javi, kalung itu *sambil menunjuk kalung Javi* supaya dia inget kamu dan kamu selalu inget dia.”
“Yeah, maybe..” ujar Javi datar.

Mereka berbincang hingga jam menunjukkan pukul setengah 2 siang. Javi harus kembali bekerja. Elina juga pamit pulang.
“Yaudah, aku balik ke kantor dulu ya, ku doain kamu masuk situ juga, kantor itu bagus kok buat kamu..”
“Yes, I hope so. Makasih ya kopinya, kapan – kapan kita sambung lagi, nanti aku ajak Liam juga deh.”
“Okay, sama – sama, bye..” lambaian tangan Javi memisahkan mereka.
Elina berjalan pulang menuju terminal bus terdekat menuju rumahnya. Elina tak menyangka bahwa kantor yang ia lamar adalah kantornya Javi. Pertemuaannya berjalan begitu saja.
Sampailah Elina dirumah, bunyi dering telephone memecahkan suasana. Alunan lagu Won’t Stop OneRepublic berbunyi dari handphone Elina.
“Iya hello honey, what’s wrong ?”
“Hi! How are you ?”
“Aku baik kok, ada apa nelpon?” ujar Elina sambil masuk kerumahnya.
“Oww, good, aku mau nanyain kamu gimana wawancaranya ?”
“Good, tapi aku agak gugup, baru pertama kali soalnya, emang kamu udah pulang kerja?”
“Hmm, belum, Cuma lagi ada waktu luang aja, yaudah ya, yang penting kamu udah pulang, bye honey, muacch..” ujar Liam sebelum menutup telpon.
“Bye, honey..” ujar Elina membalas Liam. Klik. Telponnya ditutup. Senyum Elina.

Dua minggu kemudian.
“Gak bareng aku nih ?” tanya Danny ke Elina.
“Bareng tungguin dong, oh iya, besok kamu berangkat ya ? I’m sorry, tapi besok gak bisa nganter..” ujar Elina yang tahu bahwa Danny akan kembali mengadakan tour. Tapi kali ini Tour keliling Eropa.
“Iya gapapa, udah tahu adikku yang satu ini lagi sibuk, tapi nanti malam jangan pulang telat, Ibu sudah buatkan makan malam special.”
“Okay thank you for reminding me..” senyum Elina.

Berangkatlah mereka menuju kantor Elina dan Danny akan menurunkannya dan lanjut ke studionya. Elina telah diterima di kantor itu dan sudah bekerja kurang lebih seminggu ini. Ya, tiap hari dia pasti bertemu Javi, jarang – jarang saja tidak bertemu. Memang penempatan bagian Javi dan Elina beda, tapi mereka tetap bisa ketemu. Elina juga sudah memberitahu Liam kalau dia akan sekantor dengan Javi. Liam mengerti. Walaupun Liam harus bekerja di kantor ayahnya yang jaraknya cukup jauh dari kantor Elina tapi Liam berusaha selalu menjemputnya.

Selesai hari itu bekerja. Elina akan dijemput oleh Liam. Tapi ketika perjalanan pulang Elina dipanggil oleh Javi. Javi mengajak Elina untuk pulang bersama tapi Elina menolak. Elina menunjuk keluar kalau Liam sudah menunggu. Javi pun berkata kalau ia ingin bertemu Liam.
“Hi Liam! How are you bro ??” ujar Javi sambil tos ala cowo.
“Hi Javi! Fine thanks, how about you ?”
“Me ? Good bro.. lama gak ketemu kita..” Ujar Javi senang.
“Iya nih, mau sekalian bareng pulang sama kita ?” tanya Liam. Elina tersenyum.
“Hmm, gak usah makasih, ati – ati ya kalian..” Senyum Javi pada Liam dan Elina.
Elina dan Liam masuk mobil. Melambaikan tangannya kepada Javi. Javi berpikir kenapa bisa dia sekantor dengan Elina. “Membangkitkan kenangan lama, aku masih nyimpen catatan kamu yang waktu itu gak sengaja jatuh dari loker kamu, catatan kamu tentang perasaan kamu ke aku Elina..” ujar Javi dalam hati.

Sementara itu di dalam mobil.
“Kok kamu bisa ya sekantor sama dia ?”
“Bisa aja lah, emang kenapa kamu kok tiba – tiba ngomong gitu, ohh, aku tahu, aku tahu, kamu pasti cemburu kan… Hahahaha..”
“No, I’m not jealous, Cuma aneh aja.” Liam bohong. Ada perasaan takut kehilangan Elina dalam hatinya. Takut Elina suka lagi dengan Javi. Cowo yang pertama kali ia suka dikampus dulu.
“Bohong, pokoknya kamu tenang aja sayang..” ujar Elina sambil memegang tangan Liam. Liam hanya tersenyum untuk menenangkan Elina bahwa ia tidak khawatir.
Elina juga sempat berpikir. Kenapa ia bisa sekantor dengan Javi ? Mungkin takdir. Pikir Elina. Liam melaju kendaraan cukup cepat supaya bisa cepat sampai ke tempat Elina. Elina mengajak Liam untuk makan malam bersama dirumahnya. Makan bersama dengan Danny dan Ibunya.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...