Part 13
Hari jumat. Seperti biasa Elina bersiap ke kampus.
Hari ini Elina datang agak siang karena jam kampus baru dimulai pukul 10. Elina
beres – beres rumah dulu. Setelah jam menunjukkan pukul 9, Elina berangkat,
seperti biasa dengan sepedanya. Setelah pamit dengan Danny, berangkatlah dia.
Sampailah dia di kampus. Sembari berjalan ke arah
kelas, tidak sengaja bertemu Liam yang sedang duduk di taman kampus.
“what are you doing here ?” sapa Elina.
“I'm sitting. Hahaha.”
“Hmm, I'm serious Liam.”
“I'm serious too, haha, no I'm just reading
something about science.”
“Ohh, okay, why don't we enter the class ?”
“15 minutes again please..”
“Okay, I'm waiting, Liam, is that book important for
you ?”
“No, but I almost finish this.”
“Alright.”
Sedang asyiknya mereka bercengkrama, tiba – tiba
Javier datang.
“Hi Elina, Hi Liam.”
“HI, Javi, baru dateng ?” tanya Elina.
“Iya, nih, gak masuk kelas ?”
“Gak nih, lagi baca artikel, Elina juga mau nungguin
aku kok.” ujar Liam. Elina pun memandang Liam yang agak aneh menjawab
pertanyaan Javi.
“Ohh, gitu, oh iya El, aku, aku boleh tanya gak sama
kamu ?”
“Iya, tanya aja, silahkan.” kata Elina lembut.
“Gini, aku ada tempat bagus, aku pengen ngajak kamu
kesana, tapi, tapi sorry nih Liam, aku cuma bisa ajak Elina aja, boleh kan
Liam, hehe, jadi gak enak..”
“Ohh, ceritanya mau kencan nih, hahaha, ciye –
ciye... Yaudah, silahkan Javi.” Liam sebenarnya tidak rela. Hatinya bergejolak
ketika tahu kalau Javi mengajak Elina jalan pada hari sabtu. Sebaliknya, Elina
sangat senang diajak berkencan oleh Javi.
“Hah ? Serius kamu ngajak aku jalan ?”
“Iya, serius, gimana ? Mau gak ?”
“Ya... ya.. karena besok aku ada waktu kosong, oke
deh..” jawab Elina sambil tersenyum.
“Okay, besok aku jemput aja ya.”
“Oh, oke deh..”
“Yaudah, aku duluan ya masuk kelas..”
“Iya Javi..”
Elina terdiam sejenak. Selanjutnya dia meremas
lengan Liam dan loncat kegirangan. Dia senang bukan kepalang, diajak berkencan
dengan Javi dijemput pula berangkatnya.
“Liammmmmm..... you heard that. Javi ask me to come
with him tomorrow, for a date maybe.. Oh my God, I can't believe it.”
“I know, I heard that, ciye – ciye, akhirnya..
uhuy..” ledek Liam dengan ekspresi yang biasa saja sambil terus membaca
artikelnya.
“Ahh, you look like you don't like it, why ?”
“I like it, it's okay, I mean, I'm okay, it's a good
news right ?” jelas Liam
“Yeah, but whatever, the important thing is tomorrow
is my first date, with Javi, so I must use my best clothes..” kata Elina sambil
membayangi hari esok bersama Javi.
“So, come on, we must enter the class.” ujar Elina
sambil menarik tangan Liam. Liam pun mengikutinya dari belakang sambil menjawab
“Alright come on.”
Hari yang ditunggu – tunggu Elina datang. Hari
Sabtu. Elina sudah bersiap – siap sejak sore. Elina mempersiapkan pakaian dan
seluruhnya agar terlihat cantik. Elina memilih – milih dress yang ada di
lemarinya. Jadilah Elina memilih dress berwarna putih susu yang cocok sekali
dengan tubuhnya dan rambut coklatnya. Setelah selesai dengan pemilihan baju,
Elina mendandani wajahnya dan menyisir rapi rambut coklat tuanya yang panjang.
Kali ini Elina tidak menguncir rambutnya seperti biasa jika dia berangkat ke
kampus. Mungkin Javi akan pangling melihat Elina nanti.
“Okay, All has done!” ujar Elina.
Setelah selesai Elina membuka pintu kamarnya.
Ternyata tak disangka, Danny sedang asyik menonton. Elina mencoba keluar diam –
diam agar tidak di tanya macam – macam oleh kakaknya itu. Karena tidak seperti
biasanya Elina berdandan rapi seperti itu. Pastilah kakaknya heran melihat
penampilan Elina. Tak disangka, Danny mendengar langkah kaki Elina dan Danny
pun menyapa Elina.
“Hey, where are you going ? Hey, look! You're so different
today, I think you may have a date tonight, don't you ?”
“Hmm, hmmm, something like that, but I'm so afraid,
Danny..”
“Why ? You look so beautiful, my dear, you must have
confident, Do I need to take you ?”
“Thank you, yes I must, no thank you, Javi will take
me, ehhh...”
“Javi ? So The boy is Javi, Hahaha, Is he a mexican
boy ?”
“Aduhh keceplosan deh..” ujar Elina dalam hati.
“Yes, he is. May I have your permission to go out
with him ?”
“Sure, with pleasure, well, good luck for your
date..” senyum nakal Danny pada Elina.
“Thanks Danny.”
Setelah perbincangan itu, Javi pun datang dengan
membawa mobilnya. Elina keluar rumahnya dan Javi tercengang melihat penampilan
Elina yang berbeda dari biasanya. Dan tepat, komentar Javi sama dengan komentar
Danny.
“Wow, look Elina! You're so different, you look
beautiful.”
“Thank you..”
Javi pun membukakan pintu mobil untuk Elina. Elina
memang malam ini terlihat cantik. Memakai dress berwarna putih, dengan flat
shoes berwarna putih juga. Rambutnya tergerai indah. Memakai gelang berwarna
coklat. Membawa tas kecil berwarna hitam.
“Are you ready ?” tanya Javi.
“Yes, I'm ready..”
“Okay, let's go..”
Di tengah perjalanan, Elina dan Javi banyak
berbincang tentang kuliah, teman, dan keluarga. Seperti biasa Elina tidak
berani bercerita banyak tentang keluarganya. Elina pikir biarlah orang tahu
terlebih dulu daripada harus dia yang bercerita. Elina sudah sadar, sikapnya
selama ini yang selalu menutupi keterkenalan kakaknya tidak benar. Sudah
sewajarnya orang tahu tentang Danny, tapi tidak dengan cara harus ia yang
menceritakan, biarlah orang yang tahu sendiri. Dia mencoba jujur pada dirinya
bahwa cara menutup – nutupi semua ini tidaklah benar. “Jadi repot sendiri.”
ujar Elina dalam hati.
“Kita sampai..” ujar Javi.
Ternyata Javi membawa Elina ke restaurant yang
berada di pinggir sungai thames. Indah, itu kata yang diucapkan pelan oleh
Elina. Tak disangkat Javi membawa Elina ke sana. Sepanjang perjalanan dan
ketika ia sampai disana, dia selalu tersenyum.
“Wow, so beautiful..”
“Yes, it's like you, beautiful tonight.” senyum Javi
sambil memandang Elina. Elina tersipu malu.
“Come on, we must enter the restaurant.” lanjut Javi.
“Okay..”
Mereka masuk. Javi membantu Elina duduk dengan
menarik bangku untuk Elina. Sangat romantis. Diiringi musik dari seseorang yang
bermain piano. Orang itu memainkan lagu klasik. Elina duduk berhadapan dengan
Javi. Di tempat duduk itu Elina hanya diam tak percaya dengan kencannya itu.
Dia harus bercerita dengan Lisa dan Liam pada saat kuliah nanti. “Pasti mereka
kaget.” pikir Elina.
“Gimana ? Keren gak ?” tanya Javi membuka
pembicaraan, sembari menunggu pesanan mereka datang.
“Apanya ni yang keren ?” tanya Elina balik.
“Semuanya ?”
“Hmm, Honestly, it's amazing..”
“Hahaha, seneng gak ? Eh, aku pengen tanya deh sama
kamu..”
“Seneng banget. Mau tanya apa ?”
“Liam itu siapa kamu sih sebenarnya ? Kok kayaknya
kamu deket banget sama dia, or you and him have a special relationship ?” kata
Javi sedikit berbisik.
“Oww, dia no, we're just friends, no more. Maybe,
we're too close.. kemana – mana bareng, tapi sebenarnya kita emang berbaur kok
sama yang lain.” jelas Elina.
“Oww, gitu, kalo Lisa, eh lisa itu ketutup banget ya
kayaknya, tapi iya gak sih kalo dia itu di dandanin pasti cantik.” Elina
bingung dengan spekulasi Javi. Perasaan Elina tak enak.
“Hahaha, it's true, cuma dia agak pemalu aja, dia
pernah bilang, dia tuh kalo di kelas katanya sendirian aja, makanya aku juga
bingung, kalo dia itu kerja kelompok, kerja kelompok sama siapa ?”
“Iya, tuh betul juga.. Eh iya, kamu tahu gak lagu Breakeven dari band The Script ?”
“Iya, tuh betul juga.. Eh iya, kamu tahu gak lagu Breakeven dari band The Script ?”
Ketika Javi bertanya seperti itu, Elina tersedak
ketika ia sedang minum. Ia kaget mendengar band Danny di sebut.
“Uhukkkk, uhuukkk..”
“Eh, El, kamu kenapa ? Eh, gapapa kan ?”
“Ehem, gapapa, sorry ya, lagi inget sesuatu, terus
tersedak gini, maaf ya, jadi ngagetin kamu..”
“Oww, ya ampun maaf ya, apa karena pertanyaanku yang
tadi?” tanya Javi heran.
“Enggak bukan kok..” Elina menunduk dan berbohong.
“Oh, iya, lagu breakeven nya the script ya ? Aku
tahu kok..” lanjut Elina memecah keheningan.
“Oww, suka juga ?”
“Suka kok suka, bagus lagunya..” senyum Elina.
“Iya lagunya bagus, aku emang suka sama bandnya,
waktu itu pernah sekali nonton konsernya ?”
“Really ? Yes, they are a great band.” kata Elina.
Agak sedikit aneh bagi Elina ketika memuji band kakaknya sendiri. Tapi Elina
tak bisa memungkiri bahwa band kakaknya itu memang bagus.
“Yes, you are true.. Oh iya, abis lulus nanti,
rencana kamu mau kemana ?”
“Aku ? Ya, aku sih, biarkan air mengalir aja, sesuai
tujuanku, aku pengen kerja, itung – itung aku pengen nuangin ilmu yang udah aku
pelajarin di kuliah ini dan mungkin aku bakal bantu....” Elina ingin
menyebutkan Danny, Elina hampir saja keceplosan, tapi Javi langsung bertanya.
“Bantu siapa ?”
“Hmm, itu aku mau bantu ibu aku, iya bantu ibu
aku..” jawab Elina agak gugup.
“Oww gitu, hmm iya – iya, iya, bakal kangen banget
ya sama anak – anak nanti..”
“Iya, betul, kalo aku sih bakal kangen sama....”
Aduh, Elina hampir keceplosan lagi. Dia pun memukul pelan kepalanya. Iya ingin
bilang bahwa ia akan kangen sekali dengan Javi nantinya.
“Kangen siapa ? Kangen aku ya, atau kangen Liam,
hahaha..” ledek Javi.
“Ehh, gak, ih pede banget deh.. ih..” Elina bohong
lagi.
“Ihh, mukanya merah gitu.. Hahaha..”
“Ihh, apaan sih, enggak ah, udah ah, oh iya, kamu,
kalo kamu mau kemana abis kuliah ?”
“Hahaha, aku ? Aku sih mau mendalami bakat bola aku
aja..” jawab Javi sambil tertawa. Dia masih geli dengan muka merah Elina.
“Oww, eh iya, aku denger kamu pernah ya ikut latihan
bareng pemain manchester united, ceritain dong, kok bisa sih, ihh, aku iri
banget deh, aku kan juga suka Man Utd.” tanya Elina heboh.
“Ohh, itu, iya pernah, kamu tau darimana ? Iya seru
banget deh, jujur sih aku juga suka Man Utd, keren banget deh, pemainnya ramah
– ramah banget, terus mereka sempet tanding juga sama tim aku..”
“Really ? That would be an amazing experience for
you. I'm very envy.”
“Yes, you're right, I would never forget it. Haha,
maybe someday you can watch them..”
“Iya, pengen banget nonton mereka deh..”
Perbincangan berlanjut cukup lama. Sambil menikmati
hidangan mereka, Elina dan Javi sangat asyik di restaurant itu. Sementara itu,
Liam mencoba menghubungi handphone Elina, ternyata handphone Elina sengaja
tidak di aktifkan.
“Duhh.. Elina kemana sih, di sms gak dibales,
ditelpon gak nyambung, kenapa harus dimatiin handphonenya ? Bikin khawatir
aja..” keluh Liam.
Sementara itu di restaurant.
“Udah selesai, yuk pulang, udah malem nih..”
“Iya, aku juga gak boleh pulang malem – malem, eh
makasih ya buat semuanya...”
Javi mengangguk. Mereka pun pulang. Elina diantar
oleh Javi sampai depan rumahnya. Setelah sampai Elina turun dan berterima kasih
kepada Javi lagi. Elina mengetuk jendela mobil Javi. Javi membukanya.
“Thanks for everything tonight..” kata Elina lembut
sambil melihat Javi di dalam mobil.
“Alright, you're welcome, sleep tight..” kata Javi
tersenyum.
“Thank you..”
“You're very welcome, I've to go.. Bye..”
“Bye..”
Elina melambaikan tangannya. Selanjutnya Elina pun
masuk ke dalam rumahnya. Sepi. Mungkin Danny sudah tidur. Pikir Elina. Elina
langsung mengunci pintu rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah ganti
baju ia pun menyalakan handphonenya. Ternyata ada banyak sms dan telpon yang
tak terjawab. Elina kaget, semua dari Liam. Sepertinya penting sekali ya. Elina
mencoba telpon balik ke Liam. Tapi tidak diangkat – angkat. Mungkin memang dia
sudah tidur. Tapi masa iya, sekarang baru jam 10 malam dan malam minggu.
Mungkinkah dia tidur secepat itu. Banyak pertanyaan yang ada di kepala Elina
dan perasaan yang tidak enak dari Elina yang tidak menjawab telepon dari Liam.
Sementara itu....
“Tidak tahu kenapa aku malas menjawab teleponmu
Elina.” ujar Liam dalam hatinya. Liam ternyata belum tidur. Liam sedang sebal
dengan Elina. Liam akhirnya bermain game online sambil mendengarkan musik dari
band The Script. Ya, ternyata Liam adalah fans dari The Script juga.
Comments
Post a Comment