Part 14
“Liam, Liam, tunggu.. Liam, ih dia kok dipanggilin
gak nyaut sih, Liam, stop your step please. Kamu kenapa sih ?” tanya Elina
sambil mengejar Liam. Elina menarik tangannya.
“Penting ?” tanya Liam singkat.
“Kamu tuh kenapa sih ?”
“Gak kenapa – kenapa kok..”
“Gak mungkin, apa karena kemaren, kemaren aku gak
ngangkat telepon kamu ?” tanya Elina.
“Gak kok..”
“Udah deh, jujur aja..”
“Iya, aku khawatir sama kamu, kamu kok gak ngangkat
telepon aku, ternyata pas ditelpon, handphone kamu mati.”jawab Liam dengan
cepat.
“Hah ? hahahahaha...”Elina pun tertawa terbahak –
bahak.
“Ih, kok ketawa sih ? Aku kan khawatir kenapa kamu
malah ketawa.”
“You’re so funny, kemaren itu, aku.. aku.. Hahaha..”
“Kemaren ngapain ? Eh, stop dong ketawanya..”
“Kemaren itu.. ahh udah ahh, iya – iya, maaf ya
Liam, yaudah ngejelasinnya nanti aja abis kelas, aku gak mau kalo kita telat..
Let’s go..”ajak Elina.
Liam hanya diam dan menurut dengan Elina. Elina
menarik tangan Liam untuk masuk ke kelas. Di dalam kelas ternyata Liam sedikit
agak tenang tapi masih penasaran dengan apa yang terjadi dengan Elina ? Liam
pun mencoba bertanya di tengah pelajaran.
“Hey, please tell what happened to you last night ?”
“Not now Liam, I’m trying to be serious for this class, curious boy, haha..”
“Not now Liam, I’m trying to be serious for this class, curious boy, haha..”
“Oh, come on Elina..”
Elina pusing di tanya terus dengan Liam. Secara
reflek Elina pun menaruh jari telunjuknya di mulut dia dengan tujuan agar Liam
diam.
“Udah ya, nanti aja aku ceritain ke kamunya, udah
kita belajar dulu ya..” jawab Elina lembut sambil tersenyum manis pada Liam.
Liam pun terdiam dan tidak berbicara lagi. Tak
diduga ternyata dia senang disentuh mulutnya dengan jari Elina. Sepanjang
pelajaran dia memegangi mulutnya saja.
Akhirnya pelajaran pun selesai, mereka keluar dari
kelas. Elina langsung mengajak Liam untuk pergi ke taman kota. Tidak enak untuk
berbincang di kampus. Kali ini mereka hanya berdua saja. Lisa sedang ada
urusan.
“Ayo, jangan disini ah ceritanya, nanti ketahuan
sama Javi lagi, lagian tadi dia biasa aja kok, mau nyembunyiin kali. Hahaha..”
“Emang berhubungan sama dia ? Emang kamu ngapain
sama dia ?” tanya Liam.
“Udah nanti aja, by the way, aku kan bawa sepeda,
kamu enggak, nanti jalan aja ya, kan gak terlalu jauh juga, lagian gak kerasa
kalo sambil ngobrol..”
“Enggak kok kebetulan aku juga lagi bawa sepeda,
gini aja, aku punya tempat bagus deh, kita kesana aja ya, lumayan jauh sih,
tapi kan kita bawa sepeda tuh.”Liam pun berharap kalau Elina mau diajak
bersamanya. Tempat ini cukup indah dan Liam berencana untuk mengungkapkan isi
hatinya kepada Elina.
“Hmm, I think that’s a good idea, I need a new place
to refresh my mind, hehe..”
“Okay, let’s go..”
“Let’s go friend..”
Di tengah perjalanan mereka tertawa sambil
berbincang tentang anak – anak di kampus. Bercerita bagaimana serunya di
kampus. Sudah masuk semester 7 yang mana sebentar lagi mereka lulus. Terlalu
banyak kenangan yang nantinya akan sulit untuk dilupakan. Tetapi di tengah
perjalanan Elina melihat seseorang yang dikenalnya. Dia adalah Sandra, pacar
Danny, tapi Elina bingung Sandra sedang bergandengan mesra dengan seseorang
yang tidak dikenalnya, bergandengan dengan seorang lelaki.
“Eh, tunggu stop dulu..”
“Kenapa ? Ada masalah sama sepeda kamu ?”tanya Liam
sambil melihat sepeda Elina. Elina langsung melihat dengan serius kearah Sandra
berjalan. “Sepertinya abis belanja ya, sama siapa belanjanya, mesra banget deh.
Itu kan bukan Danny, kenapa gak sama Danny aja jalannya, jangan – jangan......”
ujar Elina dalam hati sambil menebak – nebak.
“Hey, hello, kok bengong sih, kamu ngeliatin siapa ?
Kamu kenal emang sama cewek itu ? Kok serius banget sih kayaknya ?”
“Ehh, enggak kok, bukan siapa – siapa, kayak aku
pernah liat aja gitu dimana orangnya, haha..”
“Ohh, dikira apa, tapi kenapa sampe berhenti kita ?”
“Ehh, yaudah maaf kalo gitu, ayo lanjut lagi aja jalannya.”
“Okay..”
Mereka melanjutkan perjalanan, setelah menempuh
waktu sekitar 20 menit, akhirnya mereka sampai di tempat yang Liam maksud.
“Here it is..”
“Wow, view nya bagus banget, aku belum pernah kesini
sebelumnya.”
Ternyata Liam membawa ke pinggir sungai thames,
dengan pemandangan yang sangat indah, ternyata banyak anak muda yang juga
berkunjung kesana. Kebanyakan sih pasangan anak muda. “Tapi kenapa Liam bawa
aku kesini, banyak yang pacaran lagi, aku kan mau cerita Javi..” Elina bertanya
– tanya dalam hati. Akhirnya Elina memberanikan diri untuk bertanya pada Liam.
“Kenapa kamu bawa aku kesini ?”
“Gapapa kok, bagus aja tempatnya biar kamu nyaman
juga, udah yuk duduk, maaf ya duduknya di rumput.”
“Ohh gitu, ohh gapapa kok, yang lain juga duduk di rumput..”
“Oh iya, aku haus, mau beli minum, mau minum apa ?”
“Hmm, iya sama, apa aja deh, sama kayak kamu juga
gapapa..”
“Okay, wait a minute..”
Liam pun berlalu untuk membeli minuman untuk Elina.
Elina menunggu sambil menikmati angin sepoi sepoi dan menikmati view dari
tempat ia duduk. Tak berapa lama Liam pun kembali dengan membawa dua botol
soda.
“Maaf ya, Cuma soda..”
“Ohh, gapapa, yang penting hausnya ilang.”
Liam duduk disamping Elina dan langsung menanyakan
cerita yang Elina ingin ceritakan kepadanya.
“Yaudah ayo dong cerita, penasaran nih..”
“Hahaha, kasian, udah penasaran daritadi, dipotong
belajar dulu lagi, yaudah aku cerita ya, gini jadi ceritanya aku kemaren itu
jalan sama Javi, aku...”
Belum selesai Elina bercerita, Liam memotong pembicaraannya.
“Apa jalan sama Javi ? Jadi kamu jadi jalan sama dia
? Kamu nerima jalan sama dia ? Jalan kemana ?”tanya Liam kaget.
“Iya, jalan sama Javi, iya aku jadi jalan sama dia,
lagian sayang kalo ditolak ajakan dia jumat lalu. Kamu kenapa kaget gitu ?”
“Enggak kok, sorry ya, terusin deh ceritanya.” Hati
Liam mulai sedikit panas. Liam tidak habis pikir, Elina sampai mematikan
handphonenya hanya karena sedang jalan dengan Javi.
“Iya, jadi dia ngajak ke restaurant, resto nya bagus
deh, romantis banget, aduh, gak bakal aku lupain deh malam itu.”
“Terus ?”
“Iya, terus dia cerita tentang nanti abis lulus mau
ngapain, tau gak aku hampir keceplosan, kalo nantinya aku bakal kangen sama
Javi.”
Ketika menyebut “Kangen sama Javi” Liam kaget dan
tersedak ketika dia sedang meminum sodanya.
“Eh, kenapa kok tersedak gitu ? Kamu gapapa kan ?”
“Ehmm, Ehm, enggak kok gapapa, terusin deh
ceritanya, aku gapapa kok.” Jelas Liam
“Sampe tersedak gitu, sorry ya. Aku terusin ya, ya
pokoknya intinya aku seneng banget malam itu sama dia berdua aja, diiringi
alunan piano dari resto itu, I never forget it, Liam..”
“Ohh, so sweet ya..”ujar Liam singkat.
“Iya, banget, Cuma gitu aja tanggapan kamu ?”
“Mau apa aku emang ? Yang penting kamunya seneng,
aku juga seneng, gak perlu diungkapin kan ?” ujar Liam. Sebenarnya dalam hati
Liam sangatlah sakit, dia belum bisa mengungkapkan perasaannya itu dan dia
pikir ini adalah saat yang tepat.
“Iya aku seneng banget deh..” Ujar Elina sambil
merentangkan tangannya dan wajahnya menengok kearah Liam. Mereka pun
berpandangan, tanpa sengaja Liam pun mencium kening Elina dengan lembut.
Kegirangan Elina terhenti atas kejadian itu. Elina pun menurunkan tangannya,
dan terdiam tak melihat kearah Liam lagi. Dia memegangi keningnya yang tadi di
cium oleh Liam. Liam pun sadar lalu langsung meminta maaf kepada Elina.
“Ehh, maaf aduh, aku, aku gak sengaja, sorry Lina..”
“Hmm, it’s okay, aku anggap itu arti dari kesenangan
kamu juga abis aku cerita tadi, hmm, udah ya, gapapa kok. Eh, udah sore nih, pulang
yuk, aku belum bilang kalo aku main kesini sama kakakku..”
“Hmm, hmm..”
“Ihh, udah gapapa ayo pulang.” Elina bangkit dari
duduknya dan langsung menarik tangan Liam untuk bangun. Setelah Liam bangkit
mereka berdua mengambil sepeda mereka.
“Makasih ya Liam udah ngajak aku kesini, tempatnya
bagus..”
“Iya sama – sama El..” Perbincangan menjadi pasif
setelah ada kejadian itu. Di dalam benak Elina tersimpan rasa deg – degan yang
luar biasa. Dia pun bertanya – tanya ada apa dengan Liam ? Ciuman di keningnya
itu sangat lembut sampai Elina terdiam. “Apa iya, Liam suka sama aku, sikapnya
dia selama ini dan ciuman lembutnya tadi ?” tanya Elina dalam hati. Tapi Elina
tak mau ambil pusing.
Sementara itu Liam hanya terdiam. Dia tidak sadar
sampai melakukan hal itu. Pengakuannya yang akan dia lakukan, tidak jadi lagi
dia lakukan karena kejadian itu. Tapi di dalam lubuk hati Liam yang paling
dalam dia berharap, mudah – mudahan Elina sadar bahwa ciuman di kening Elina
tadi adalah rasa sukanya yang selama ini dia pendam, karena tidak bisa
mengungkapkannya lewat bibirnya...
Comments
Post a Comment