Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia.
House of Tales atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019.
Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!"
Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada seorang perempuan, teman satu kampusnya bernama Eirin. Seingat saya, penggambaran cinta di sini tak semena-mena disebut Cinta, tapi benar dijelaskan tentang makna dan apa Cinta itu sendiri dari pandangan dua manusia lawan jenis.
Albert dan Eirin memulai rasa yang muncul pada diri mereka. Rasa aneh dan rasa saling peduli hingga akhirnya hubungan mereka semakin dekat. Albert dan Eirin muda menghabiskan waktu bersama di sebuah rumah yang mereka sebut "Rumah Dongeng" pada suatu hari. Mereka menghabiskan malam mereka dan bermain di telaga di depan rumah tersebut. Di sinilah penggambaran hampir nyata pemandangan telaga dan negara Norwegia yang hijau dan terkadang diselimuti salju. Mereka menginap di rumah tersebut, namun pada awalnya mereka ragu, karena rumah tersebut padat isi, seperti rumah-rumah yang terdapat penghuninya.
Albert dan Eirin muda pun pergi dari rumah tersebut mengendap-endap. Sampai waktu berjalan begitu cepat, hubungan mereka berlanjut ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Mereka menjalani kehidupan seperti orang-orang biasanya, sampai suatu ketika mereka terkejut akan sebuah iklan di Koran bahwa rumah yang mereka datangi atau Rumah Dongeng itu dijual dengan harga miring. Keluarga mereka yang telah memiliki satu anak, Christian, kembali lagi ke rumah tersebut dan mengulang kejadian 37 tahun yang lalu. Sang penjual rumah bercerita tentang kedatangan dua sejoli, namun tak menyebut nama siapa yang datang ke sana.
Setelah mereka membeli dan memiliki rumah tersebut, Albert ternyata di vonis sebuah penyakit yang menyerang syarafnya, yang membuat tangan kirinya tak bisa digerakkan dan diprediksi tak memiliki umur yang panjang. Albert merasa jatuh, dan harus kembali bertemu mantan kekasihnya yang bernama Marianne, kekasih yang ia 'selingkuhi' karena menyukai Eirin kala di kampus dulu. Ia pun 'melarikan diri' ke Rumah Dongeng untuk menyepi dan menulis kisah tentang dirinya di sana.
Saya jadi ingat sebuah novel dalam negeri berjudul Konspirasi Alam Semesta karya Fiersa Besari. Jostein sangat menggambarkan makna kehidupan dan cinta, serta keabadian di novel ini. Novel ini menggambarkan bagaimana bantuan alam semesta serta Kepercayaan yang dimiliki seseorang dapat membuat cerita kehidupan seseorang dapat menyatu satu sama lain.
Novel terjemahan ini tak lengkap dan tak asyik jika tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang apik. Penerjemah novel House of Tales ini sangat apik sehingga terjemahan isi yang ada di dalam novel ini masih bisa dinikmati dan masih mengandung cerita yang tidak membingungkan atau aneh. Pembaca masih diantar dan diberikan rasa petualangan yang asyik walaupun novel ini adalah novel terjemahan.
Novel terjemahan ini tak lengkap dan tak asyik jika tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang apik. Penerjemah novel House of Tales ini sangat apik sehingga terjemahan isi yang ada di dalam novel ini masih bisa dinikmati dan masih mengandung cerita yang tidak membingungkan atau aneh. Pembaca masih diantar dan diberikan rasa petualangan yang asyik walaupun novel ini adalah novel terjemahan.
Novel ini sangat cocok di baca untuk pasangan yang baru menikah, ataupun yang ingin menikah. Sayangnya, karena buku ini penuh makna dan pesan filosofis, buku ini 'tidak' terlalu ringan untuk di baca dalam keadaan bising. Pemaknaan dari novel ini penting dimaknai dalam keadaan tenang, atau untuk dipelajari oleh satu pasangan yang sedang ada kerikil tajam dalam kehidupan mereka. Tapi, jika kalian penggemar Jostein Gaarder dan menyukai cara bercerita penulis laki-laki yang penuh petualangan, novel satu ini sangat layak untuk dimiliki.
Comments
Post a Comment