Part 22
Pertandingan dimulai. Antara jurusan English
Literature dan Computer Technic. Elina baru saja sampai setelah menyelesaikan
urusan dengan teman sekelasnya. Elina mencari tempat duduk yang nyaman. Tak
disangka, dibangku nomor dua dari depan terlihat Lisa yang duduk. Elina sedang
tidak ingin bersama Lisa, akhirnya dia duduk di bangku baris ke empat. Keadaan
disana sudah mulai ramai. Banyak orang dari dua jurusan menonton pertandingan
itu.
Elina melihat lihat dimana Liam. Dia menyadari
ternyata Liam menjadi pemain cadangan disana. Elina mencoba memanggil, tapi
Liam tidak dengar karena ramainya suasana. Kick off babak pertama dimulai.
Seperti biasanya, Javi menjadi starting eleven hari itu. “Aduh, kenapa sih
harus ada dia, kenapa juga sih Liam suruh nonton bola kayak gini ? Apa karena
aku suka bola makanya dia ngajak aku nonton ?” tanya Elina dalam hati.
Pertandingan dimulai, kedua kubu saling serang.
Elina paling heboh. Tentu saja, kalau dia sudah menonton bola. Belum ada yang
bisa membuat goal di babak pertama. Elina hanya bisa bilang “You can put Liam
now..”ujar Elina.
“Hi Elina.” Sapa Alex teman satu kelasnya yang lain.
“Hi Alex, how are you doing?”
“Good, what are you doing ? I don’t know that you
like football too..”
“Yes, I like watching football, it’s good, but in
here, because of Liam, he told me to watch him.”
“But, where is he ?”
“He’s on bench.”
“Ohhh, cadangan ya, mudah – mudahan aja dia main
ya..”
“Amin, mudah – mudahan aja..”
Elina kembali menonton pertandingan setelah Alex
mengajak dia berbincang. Masuk babak kedua pertandingan semakin seru dengan
skor masih 0-0. Selanjutnya terdengar suara bahwa ada pergantian pemain.
“It’s Liam..” teriak Elina.
“Yes, you’re true.”ujar Alex yang berada
disampingnya.
Liam main begitu agresif, setelah itu Liam mencoba
memberi umpan kepada Javi, Javi menyelesaikannya dengan baik dan berubah
menjadi goal. Tapi setelahnya Liam seperti diincar. Liam terus – terusan di
body agar dia jatuh. Sampai akhirnya Liam menengok kea rah Elina dan Liam tidak
tahu ada bola yang datang kearahnya dirinya dia. “Brukk..” bola itu menghantam
kepalanya dan membuatnya tidak sadar. Liam pingsan sadarkan diri dan dibawa
kepinggir lapangan. Elina yang melihatnya panic dan langsung turun dari kursi
penonton dan datang ke UKS. Javi terlihat panic juga tapi dia harus melanjutkan
permainan. PErtandingan diteruskan dan Liam diganti oleh teman Javi yang lain.
“Oh my God, Liam are you alright, Liam, Liam, listen
to me ?”Liam belum menjawab, kepalanya memar, medis sedang mengurusinya, tapi
ada salah seorang perawat bilang agar dia harus ditemani dan dikompres
memarnya. Elina lah yang akhirnya menemani Liam di dalam UKS.
“I’ll leave you, don’t leave him until he wake up,
okay ?”ujar Perawat itu.
“Yes, I’ll keep him, thank you..”
“Okay, you’re welcome.”
Sementara Elina mengompres luka Liam, Liam terlihat
sudah mulai membuka matanya dan sadar akan kehadiran Elina.
“Hi, where am I ?”
“DI UKS, payah kamu, masa digebok gitu bisa pingsan
sih ?”
“Aduh.. kepalaku El, kok sakit sih jidat aku..”
“Eh, serius ya sakit ? tar dulu deh, tiduran dulu,
aku lagi ngompres luka kamu juga..”ujar Elina sambil menidurkan Liam.
“Hmm, kok bisa ya ?”
“Kok bisa ? Untung aja gak sampe lupa ingatan.” Ujar
Elina kesal.
“Lagian kamu kok bisa sih ikut ekskul bola ini ?
Kamu mending ikut lari, kamu kan jago lari, malahan kamu dari dulu kan
prestasinya bagus..”tanya Elina bingung.
“Aku, aku pengen nyobain aja..”
“Nyobain untung gak sampe lupa ingatan, lagian tadi
lawannya itu udah jago – jago banget, kamu ? Kamu tuh baru Liam..”ujar Elina
kesal lagi.
“Yaudah maaf El, maaf, lagi kayak gini kok dimarahin
terus sih..”
“Yaudah iya maaf Liam, aku Cuma khawatir aja sama
kamu, tadi tuh kamu sempet pingsan gitu.”
“Iya, makasih ya.”Liam tersenyum senang karena Elina
mengkhawatirkannya. Elina juga belum tahu kalau Liam melakukan ini untuk
dirinya, supaya Elina suka dengan Liam.
Sementara Elina merawat Liam, tiba – tiba ada seseorang
yang membuka pintu. Masuklah Javi dan Lisa. Lisa ikut karena Lisa khawatir
dengan keadaan Liam juga.
“Aduh, tapi kenapa harus berdua datengnya ? Javi
belum tahu waktu itu aku liat dia jalan sama Lisa.”ujar Elina dalam hati.
“Gimana El, keadaan Liam..”
“Dia udah sadar tuh, tuh Liam, Javi dateng..” tanya
Elina sedikit cuek.
“Aku mau keluar dulu ya, mau beli minum
dulu.”Sebenarnya ELina tak tahan dengan Javi. Bawaannya kesal saja.
“Kamu mau kemana El ? Mau aku temenin ?” tanya Lisa.
“No, thanks, aku jalan sendiri aja kok, kamu ajak
obrol si Liam aja ya, Liam aku tinggal dulu ya..”
“Iya El, makasih ya..”
“Iya sama – sama..” ujar Elina sambil menutup pintu.
Elina bergegas ke kantin, membeli beberapa minuman
untuk mereka berempat. Sekembalinya Elina dari kantin, ternyata Javi dan Lisa
sudah keluar dari ruangan itu, tinggalah Liam sendiri.
“Where are they ? Lisa and Javi ?”tanya Elina.
“They wanna go home..”
“They wanna go home..”
“Hmm, I’ll help you to go home. Kebetulan aku gak
bawa sepeda.”
“Hmm, thank you very much ya..”
“Iya, sama – sama..” Senyum Elina pada Liam.
Elina pun membantu Liam untuk bangun dari tempat
tidurnya. Membangunkan perlahan dan membopongnya dengan merangkulnya. Ketika
membantu Liam, Elina bertatapan dengannya. Ada semacam sesuatu rasa yang
berbeda diantara mereka, ketika mereka bertatapan. Mereka bertatapan agak lama,
sampai Elina memecahkan suasana.
“Hmm, sorry...”Elina membuang mukanya dari pandangan
Liam.
“Yeah, me too..”Liam menghindar juga sambil
tersenyum random.
Elina pulang bersama Liam menaiki bus dari
kampusnya. Duduk berdua di kegelapan malam hanya ditemani lampu bus. Tidak tahu
kenapa bus malam itu sepi sekali, padahal masih pukul 7 malam. Hanya ada mereka
berdua, satu orang nenek di bangku belakang dan satu orang pria di depan dan
sopir.
“Kok sepi sekali ya..”
“I don’t know..”jawab Liam
Mereka begitu terdiam, hanya terdengar suara music
yang di setel oleh supir dan mesin bus. Mengalun lagu Goodnight Goodnight –
Maroon 5. Mereka pun saling berpandangan dan tak sadar mereka mendekatkan wajah
mereka. Menyentuhlah bibir Liam ke bibir Elina dan Elina pun membalas ciuman
Liam dengan lembut. Sekitar 10 detik terjadi, mereka melepaskannya dan lalu
saling senyum malu satu sama lain dan Elina cepat – cepat membuang mukanya,
melihat random kesekeliling bus dan berpikir, “I don’t know it can happen..”
ujar ELina dalam hati.
Comments
Post a Comment