Part 12
Minggu yang ditunggu – tunggu telah tiba. Elina
senang sekali hari ini, karena dia akan melihat Javi bermain bola untuk tim
sepakbola kampus. Sebelum berangkat Elina bilang akan pulang telat ke Danny,
Danny pun mengizinkannya. Danny juga sedang sibuk, sedang mempersiapkan tur
dunianya, tapi Danny berpesan kepada Elina untuk tidak pulang larut malam.
“Thank ya udah ngizinin.”
“Iya, tapi jangan pulang malem – malem juga ya, aku
bakal pulang larut, tapi kalo tahu kamu udah dirumah aku tenang, jadi jangan
lupa telpon aku ya!” pesan Danny.
“No problem bro..”
Elina pun berangkat sekolah. Di temani sepeda
kesayangannya dia berjalan dengan riang karena nanti sore dia akan melihat
Javi, cowo yang dia kagumi. Sampai di kampus, Elina bergegas ke kelasnya, lagi
– lagi orang yang pertama menyapanya adalah Liam.
“Pagi... seneng banget sih kayaknya.. Hahaha, eh
bentar – bentar, aku tahu nih, pasti kamu seneng karena nanti sore mau ngeliat
Javi..” kata Liam meledek Elina.
“Ihh, emang pengen banget tahu aku seneng kenapa ?
Eh, nyebut Javi nya jangan kenceng – kenceng ya.. awas loh, nanti aku
ketahuan..”
“Ahhh, emang kenapa, biar sekalian tahu kan dia nya,
hoy... Elina seneng karena nanti sore mau liat Javi..” kata Liam dengan sedikit
kencang.
“Liam... apa – apaan sih, ihhh..” Elina pun menengok
bangku Javi yang kosong, ternyata Javi sudah ada di sampingnya. Elina kaget,
dia salah tingkah.
“Asik, kalian lagi apa, sory ya ganggu, hehe, cuma
mau ngingetin aja, jangan lupa nanti nonton aku yah, terutama kamu El...” kata
Javi sambil memegang pundak Elina. Elina gemetaran, muka dia langsung merah.
Sementara itu, hati Liam sebenarnya agak sedikit panas melihat kejadian itu,
sampai – sampai dia tidak mau meledek Elina lagi.
“Hmm, eh, iya, kita pasti nonton kok..” kata Elina
gugup. Sontak Javi melepaskan pegangannya itu.
“Ehh, sory ya sory, hehe, hmmm, yaudah deh, gue, gue
duduk dulu ya..” kata Javi berlalu.
Sementara itu Elina masih berdiri kaku di samping
bangkunya. Elina menutup mulutnya tak percaya. Javi memegang pundaknya. Itu
adalah pengalaman paling indah, menurutnya. Dia pun langsung pamer ke Liam.
“Oh my God, did you see that ? I can't believe it,
Liam..”
“Hmm, yes, I saw it.” kata Liam singkat.
“Why aren't you happy ? Ahh gak seru nih, kamu tahu
kan, aku suka sama Javi, dan, dan, dia megang pundak aku, ya ampun, can't be
serious in this class.. haha, kamu gak seneng juga gapapa deh..”
“Ya, ya udah, tuh dosen udah dateng tuh, belajar aja
kali..”
Elina bingung dengan sikap Liam. Padahal dia lagi
senang dengan kejadian tadi. Tapi, Liam tak terlihat senang dengan kejadian
itu. “Yasudahlah.” pikir Elina.
Kelas untuk hari itu selesai, jam masih menunjukkan
pukul satu siang, sedangkan pertandingan Javi dimulai pukul 3 sore. Elina,
Lisa, dan Liam berkumpul jadi satu di kantin, sambil menunggu waktunya datang.
Elina pun bercerita tentang kejadian yang menimpanya pagi tadi. Karena Elina
sudah tahu kalau Lisa bisa menjaga rahasianya bahwa dia suka dengan Javi.
“You know what, Lisa, Javi megang pundakku tadi,
aduh, aku seneng banget tahu, hahaha..” ujar Elina senang.
“Iya, ya ampun, pasti so sweet banget ya, pasti kamu
malu banget..”
“Iyalah pasti malu, untung gak malu – maluin..”
ledek Liam.
“Ihh, apaan sih, daritadi gak enak mulu komennya.”
ujar Elina kesal.
“Biarin aja *sambil melet* yaudah yuk kelapangan
aja, setengah jam lagi mulai.”
“Tar dulu kenapa kan lagi cerita nih sama Lisa...”
“Yaudah sih terserah, daripada gak ngeliat Javi..”
“Ahh, jangan gitu dong Liam, yaudah iya, ayo Lisa,
kamu juga ikut, pokoknya harus.”
Elina menarik tangan Lisa supaya dia ikut dengan
mereka. Mereka pun bergegas menuju lapangan kampus. Ternyata setelah sampai
disana, lapangan sudah cukup ramai.
“Cari spot yang bagus ya, hmm, bentar, ahh, disana
tuh, di depan, ayok – ayok..” ajak Elina.
Bangku pas, mereka berjajaran duduknya. Elina pun
mulai mencari keberadaan Javi. Setelah mencari – cari akhirnya dia menemukan
Javi. Dia pun melambaikan tangannya menandakan kalo dia udah datang.
“Oh my God, this is my first time for looking Javi
with his football uniform.”
“hahaha, kasian ya..” ledek Liam sambil menjulurkan
lidahnya.
“Kemana aja emang kamu..” lanjut Liam lagi.
“Yeee, biarin aja, eh, Lisa, maaf ya, walaupun aku
tahu kamu gak suka bola, tapi aku pengen kamu nemenin aku liat Javi.”
“Iya, gapapa kali El, hiburan juga kok buat aku.”
ujar Lisa dengan senyum.
“Okay, I hope they can win the game. Amen.”
Pertandingan pun di mulai, di babak awal lawan tim
Javi sangat kuat, sehingga menyerang mereka terus. Tim Javi mencoba untuk
menjaga pertahanan mereka. Piluit panjang dibunyikan tanda pertandingan babak
pertama selesai. Skor masih imbang 0-0. Javi kelihatan lelah sekali. Elina
ingin sekali ke ruang ganti. Tapi tidak di perbolehkan selama pertandingan
masih berlangsung.
Pertandingan babak kedua dimulai. Pemain masuk ke
lapangan kembali. Javi terlihat bersemangat. Peluit wasit pun dibunyikan.
Pertandingan berjalan dengan sengit. Tiba – tiba saja ada yang menteckle Javi. Javi
terjatuh dan di saat itu pula Elina marah – marah sendiri dengan musuhnya.
“Ih, itu apa – apaan sih, dapet tendangan bebas tuh,
eh iya bener dapet, mudah – mudahan masuk deh, jahat banget sih musuhnya, tuh
kan Javi kesakitan, aduh..”
“Hahaha, ciyee, yang perhatian, mudah – mudahan
sesuai harapan kamu deh, yang satu ini masuk.”
“Amin..”
Penendang yang dipersilahkan oleh tim kampus Elina
adalah Javi. Javi berusaha fokus dan akhirnya..... Goal.... Skor 1-0 untuk
kampus Elina.
“Yihaaaaa... Goal Liam. What a fantastic goal is!
Keren banget. Pertahanin atau masukin bola satu lagi.”
“Hahaha.. cool, keren juga ya goal nya Javi.” Puji
Liam.
“Aduh, keren ya si Javi goal nya, paling enggak
masukin satu lagi ya El ?”
“Iya, Lisa, kamu betul, biar jarak skornya jauh.
Ahh, Liam tadi aja ngeremehin, sekarang memuji.” kata Elina kepada teman2nya.
Pertandingan semakin sengit. Dikejutkan dari gol
oleh lawan tim kampus tersebut merubah skor menjadi 1-1. Seluruh penonton dan
pendukung tim kampus itu deg – degan menunggu hasilnya. Setelah menit ke 87,
tidak disangkat tim Javi mampu merubah skor menjadi 2-1 lewat assist Javi dan
diteruskan oleh temannya Jeremy. Tim kampus Javi menang.
“Yihaa, kita menang kawan..” kata Elina sambil
berteriak.
“Iya, Hahaha..” tertawa Liam lebar. Elina yang
saking senangnya, dia pun memeluk Lisa dan Liam. Ketika sedang memeluk Liam,
Liam salah tingkah, padahal sebenarnya pelukan itu pelukan yang biasa saja,
tapi dalam hati Liam dia malu dan senang di peluk oleh Elina. Liam pun
bengong.Sembari itu Elina pun melepaskan pelukannya.
“Ayo kita samperin Javi.” ajak Elina.
Mereka bertiga berjalan menuju ruang ganti pemain
setelah turun dari kursi penonton. Lima belas menit kemudian sampailah mereka
ke ruang ganti.
“Hey, selamat ya Javi tim kamu menang, goal nya
keren deh.” Elina memberi selamat kepada Javi sambil berjabat tangan dengannya.
Elina terlihat senang dan malu – malu.
“Iya, makasih ya El, makasih buat kalian juga yang
udah nonton, oh iya, hmm, El, ini siapa ?”
“Hahaha, sama – sama. Oh, dia, dia Lisa, anak
jurusan bisnis, Lisa, kenalin ini Javi, yang aku ceritain ke kamu.”
“Hi, Javi, lengkapnya Javier.” kata Javi kepada Lisa
dengan pandangan yang tidak biasa.
“Hi, Lisa, iya aku tahu nama lengkap kamu dari
Elina, salam kenal ya.”
“Iya, sama – sama. Udah lama temenan sama Elina ?”
tanya Javi lagi.
“Hmm, gak kok baru 2 minggu ini, waktu itu kan kita
pernah ketemu, lupa ?”
“Oh, emang iya ya, hehe, maaf ya lupa..”
Itulah perkenalan singkat Javi dan Lisa. Akhirnya
hari itu dihabiskan dengan perayaan dan perbincangan antara empat orang itu.
“Hari yang indah, aku bisa lebih dekat dengan Javier” ujar Elina dalam hati.
Comments
Post a Comment