Part 26
Minggu pagi hari. Setelah Elina sembuh dari
sakitnya. Dan memang benar Elina hanya perlu istirahat 2 hari dia telah masuk
dan mengikuti ulangan. Hari ini hari Minggu dan waktunya bersenang senang. Liam
juga telah mengaku telah berpacaran dengan Elina. Danny menerimanya dengan
senang. Walaupun baru kenal dengan Liam, tapi Danny yakin Liam itu baik untuk
Elina.
“Ikut yah, please ikut..” paksa Elina ke Liam pada
malam minggu untuk pergi bersamanya besok jalan bersama Danny juga.
“Hmm, ikut gak ya, emang pengen banget aku ikut apa
?” ujar Liam meledek.
“Iya, pengen banget, banget, banget, tuh aku
bilangnya sampe tiga kali. Lagian Danny kan jadi gak sendirian kamu kan bisa
ngobrol sama dia, jarang – jarang loh jalan sama vokalis terkenal.. hahaha..”
tawa Elina renyah.
“Ihh, pede banget sih kamu, yaudah aku usahain ya,
emang jalannya jam berapa ?”
“Kira – kira jam 11 siang, nanti kamu kerumah aku
aja ya, bawa mobil gapapa deh, nanti mobil kamu titip dirumah aku terus kita
pake mobil Danny.”
“Emangnya mau kemana sih ?”
“Ada deh, pokoknya aku udah pesenin tiketnya..
hehehe..”
“Tiket ?” ujar Liam kaget.
“Eh, yaudah ya, pokoknya besok ke rumah aku, full
stop!” ujar Elina langsung menutup telponnya. Liam kaget dan langsung melihat
hapenya yang sambungan telponnya sudah diputus Elina. “Mau kemana ya besok ?
Tiket ? konser ? atau Sepak bola ? Well, let’s see tomorrow, I’m gonna do my
task.” Ujar Liam bertanya – tanya.
“Hahaha, besok tuh kita mau nonton Manchester
United, aku tahu sebenarnya kamu tuh gak suka Man Utd tapi suka West Bromwich,
tapi biarin aja deh, hahaha.” Ujar Elina senang.
Elina, Danny, dan Liam akan berjalan – jalan
menonton pertandingan Manchester United pada hari Minggu melawan Liverpool.
Danny sudah memberikan tiketnya ke Elina 3 tiket termasuk Liam. Elina yang
minta sendiri kepada Danny supaya membelikan Liam juga agar Danny juga ada
temannya.
Pagi hari cerah, Elina menyiapkan sarapan untuk
Danny. Danny menyapanya dan tersenyum kemudian makan sarapan yang dibuat Elina.
“Don’t forget at 11 a.m. Danny.” Ujar Elina
mengingatkan.
“Oh yes, hampir aja lupa kan. Okay, nanti aku siap –
siap dulu ya..” ujar Danny.
“Sip..” ujar Elina sambil menghabiskan makanannya
dan setelah itu membereskan meja sehabis sarapan dibantu Danny.
Selepas jam 11 mereka sudah bersiap, menunggu untuk
Liam datang. Liam menit berlalu. Ada mobil yang berhenti di depan rumah Elina.
Ternyata itu adalah Liam setelah dia keluar dari mobilnya.
“Sebentar ya,
aku ngeluarin mobil Danny dulu.” Elina pun mengeluarkan mobil Danny
sementara Danny mengambil sesuatu di dalam rumah sekaligus mengunci rumahnya.
“Masukkan Liam mobilmu ke dalam.” Ujar Elina teriak
kepada Liam. Selanjutnya Liam pun memasukkan mobilnya dan masuk ke dalam mobil
Elina. Danny menyetir, Elina duduk di depan bersama Danny dan Liam di bangku
belakang.
“Hello broo..” sapa Danny sambil bersalaman ala cowo
bersama Liam. Elina tersenyum, senang melihat Danny bisa menerima dan akrab
dengan Liam.
“Where are we going ?” Liam bertanya. Tidak ada yang
menjawab.
“Loh, emangnya Elina belum cerita sama kamu ?”
“Belum tuh.” Ujar Liam kaget.
“Ya ampun, kenapa gak bilang sih Elina..” ujar Danny
sambil mengacak – ngacak rambut Elina.
“Aduh, jangan gitu dong, berantakan kan, Dan. aku
sengaja gak ngasih tau kamu, nih, kita mau kesini.” Ujar Elina sambil memberikan
3 tiket berlogo dan bertuliskan Manchester United vs Liverpool. Liam melihat
dan matanya terbelalak. Elina tertawa melihat expresi Liam saat melihat tiket
yang di berikan olehnya.
“Hahahaha, lucu banget mukanya, hahaha.. Sorry ya,
aku gak ngasih tahu kamu..” ujar Elina.
“Kamu tuh iseng banget sih..” ujar Danny sambil
tersenyum melihat adiknya tertawa.
“Kamu kan tahu aku gak suka Manchester United.. Tapi
gapapa deh, kalo sama kamu aku mau aja.. hehe.” Ujar Liam tersenyum sambil
memegang dagu Elina yang menengok dirinya di belakang.
“Hehehe, sorry ya..” ujar Elina tersenyum lagi.
Mereka pun berjalan sampai sekitar 2 jam dan
sampailah mereka di Manchester. Setelah mencari tempat parkir, dapatlah mereka
di tempat parkir terdekat dengan Old Trafford. Mereka turun dan berjalan menuju
tempat penukaran tiket. Pertandingan dimulai satu jam lagi, tapi mereka sudah
masuk dan mencari tempat duduk sesuai tiket.
“Look! Danny, it’s my hero, Wayne Mark Rooney..”
ujar Elina senang sesaat setelah duduk melihat pemain Manchester United
pemanasan di lapangan Old Trafford. (ceritanya disini Javier Hernandez bukan
pemain Manchester United.)
“Yes, look
there! The legend, Ryan Giggs.” Ujar Danny melanjutkan.
“Hahaha, iya, Liam, jangan diam aja, aku tahu kamu
gak suka MU tapi aku minta maaf kalo ngajak kamu kesini, kamu marah ?” tanya
Elina sambil menunduk. Danny hanya melirik sesaat dan pura – pura melihat
suasana lapangan lagi. Danny berusaha tidak mengganggu obrolan mereka.
“Ya ampun sayang, aku gak marah kali, aku juga punya
jagoan kok di MU, tuh, jagoan ku tuh Johny Evans.” Senyum Liam sambil
mengangkat wajah Elina yang tertunduk. Elina pun balik tersenyum. Danny pun
menengok dan tertawa.
“Hehehehe, ku kira kamu marah, johny evans ? I like
him too.” Senyum Elina lagi.
Pertandingan di mulai. Manchester United bersaing
menyerang dengan tim Liverpool. Liverpool sangatlah jago dalam menyerang tapi
belum bisa membuat goal ke gawang Man Utd. Habislah babak pertama. Istirahat
untuk para pemain.
“Hmm, Dan, where is Sandra ? Aku udah lama gak liat
dia, oh iya, kenapa kamu gak ngajak Sandra juga ?” tanya Elina tiba – tiba.
“Hmm, aku juga udah lama gak jalan sama dia, gak
tahu kenapa dia jadi sibuk banget, dia kerja katanya, tapi apa segitu sibuknya
ya..” jelas Danny.
“Yahhh, sibuk sama yang itu kali..” ujar Elina jutek
sambil melipat tangannya di dada.
“Ahhh, gak mungkin.”
“Yee, yaudah dibilangin mah gak percaya terus, aku
sih udah capek ngasih tahu kamu..”
“Yaudah kalo cape jangan bilangin aku lagi,
weeeee..” ujar Danny sambil mengeluarkan lidahnya.
“Ihhh, sebel, ahh, udah lah, nanti liat aja sendiri,
tuh kan udah mulai lagi..”
Liam hanya terdiam. Dia melihat Elina tertawa saja
sudah senang.
“Liat tuh, ahhh, goal, sama van persie.. yihhhhhaaaaa……”
Elina memeluk Liam, Liam membalasnya balik. Danny senang dan mengacak – ngacak
rambut Elina.
“Ahh, selesai deh 1-0 kan, hebat ya van persie…”
ujar Elina senang.
Mereka pun mengantri untuk keluar dari Old Trafford
dan bergegas kembali ke London. Jam menunjukkan pukul setengah lima sore waktu
Inggris. Berangkatlah mereka menuju London.
Setelah menempuh perjalanan dua jam sampailah mereka
di kawasan Hyde Park. Elina bilang ke Danny bahwa ia ingin pergi ke supermarket
membeli keperluannya dan membeli ice cream.
“Mau ikut turun gak ?” tanya Elina ke semuanya.
“Gimana Liam ? Turun juga ?” tanya Danny ke Liam.
“Iya, yaudah aku turun mau nemenin Elina juga.” Ujar
Liam.
“Yaudah anterin aku beli ice cream juga ya..”
Akhirnya setelah parkir mereka turun. Danny berpisah
untuk membeli minuman kopi, Elina dan Liam membeli keperluan dan Ice Cream.
Setelah kira – kira satu jam, selesailah mereka. Danny menelpon Elina agar
menemuinya di kedai kopi dekat mereka parkir. Mereka pun bertemu dan tiba –
tiba Danny mendapat kejadian yang tidak mengenakkan.
“Wait..” ujar Danny singkat. Elina berhenti berjalan
begitu juga Liam mengikuti. Elina melihat kearah dimana Danny melihat. Terlihat
Sandra berjalan dengan seorang lelaki, tertawa bersama dan lelaki itu mencium
kening Sandra. Sandra mengandengnya dengan erat. Sandra berjalan menuju mereka
bertiga berdiri. Setelah itu Sandra melihat Danny dan berhenti begitu juga
lelaki yang digandengnya.
“Hi!” sapa Sandra.
“Hi!” balas Danny, terlihat wajah Danny mulai
memerah.
“What are you doing here ?” tanya Sandra santai.
“I’m with my sister and her boyfriend, we’re walking
around.”
“Ohhh, okay, hi Elina, how are you ?”
“Fine..” jawab Elina jutek.
“Honey, who are they ?” tanya lelaki yang
menggandeng Sandra.
“Oh my God, aku lupa deh, aku lupa ngenalin ke kamu
sayang, ini Elina and her boyfriend and he’s Danny my best friend, dan Danny
dia Jonathan, pengusaha property dari Austria, dia pacar aku dan seminggu lagi
aku tunangan sama dia.”
“A best friend, kamu ngakuin aku sahabat kamu ? Aku
ini pacar kamu, tunangan ? Kamu mau tunangan dia ?” ujar Danny marah.
“Danny, oh my God, please, kita kan udah putus dua
bulan yang lalu, iya aku mau tunangan, oh iya kalo kamu ada waktu dateng aja ya
ajak Elina juga, tunangannya di rumah aku kok. Iya kan sayang” ujar Sandra
santai sambil senyum ke jonathan.
“Putus ? Kapan ? Kamu gak bilang sama aku, jadi
selama ini kita gak berhubungan kamu sama dia ? Kamu…” Danny tak meneruskan
ucapannya lagi. Dia sangat marah besar dan mendekatkan mukanya ke Sandra.
“Sssttt, jangan gitu dong, kamu kok galak gitu
sih..”
“Ehh, jangan gitu dong bro, sekarang dia pacar aku, jadi tolong ya, jauhin dia,
jangan gitu dong, terima, terima bro..” jelas Jonathan membela Sandra.
Elina dan Liam tak bereaksi, Elina hanya bisa
memegang tangan Danny dan menahan dia untuk tidak marah dan menyerang Sandra
atau pun Jonathan.
“Udah Dan, udah, pulang sekarang yuk.” Elina
mengambil gelas kopi yang di pegang Danny dan menengok Sandra dengan wajah
jutek.
“Hati – hati ya kalian..” teriak Sandra sok peduli.
Elina hanya menengok Sandra. Mereka berdua pergi
diikuti Liam dari belakang. Elina masih merangkul tangan Danny. Sejak kejadian
tadi dia hanya diam tak percaya dengan apa yang ia lihat. Elina berbisik ke
Liam.
“Kamu nyetir ya, aku di depan sama kamu, aku gak
bisa ngebiarin Danny nyetir dalam keadaan kayak gini.”
“Gapapa kok, biarin aja aku nyetir, tenang aja El,”
cetus Danny tiba – tiba.
“Hmm, tapi… tapi kau kan..”
“It’s okay, aku gapapa, biarin aja, lupain.” Ujar
Danny singkat.
Mereka pun pulang dengan Danny yang menyetir. Elina
di belakang berganti dengan Liam. Sepanjang perjalanan pulang kawasan lumayan
sepi. Danny menginjak gasnya lebih kencang. Menyalakan lagu keras – keras.
Elina sempat takut dan memegang pundak Liam yang ada di depannya. Liam pun
berusaha memegang pundak Danny yang sedang menyetir. Hening tapi tiba – tiba
Danny berkata.
“It’s okay bro, I’m alright, tenang aja kali..”
“Tapi adik kau takut Dan..” ujar Liam. Danny
menengok ke belakang. Danny langsung tertawa melihat adiknya seperti itu.
“Hahhaha, lucu banget sih mukanya, sebentar lagi
juga nyampe kok tenang aja kali..” ujar Danny santai.
Elina diam saja. Elina terus memegang pundak Liam.
Tak terasa sampailah mereka dirumah Elina. Liam
turun untuk mengeluarkan mobilnya dan turun lalu pamit pulang. Elina juga
turun selanjutnya Danny memasukkan mobilnya, keluar dan membanting pintu mobil.
Elina kaget, Elina langsung lari kearah Liam. Liam pun memeluknya dengan erat
dan berkata..
“Udah kamu sabar ya, kamu jangan takut, kalo kamu
takut kamu telpon aku aja, kalo ada apa – apa jangan ragu buat telpon aku ya..”
ujar Liam sambil mengelus punggung Elina.
“Iya, tapi, tapi aku beneran takut, Danny gak
biasanya marah sampai kayak gitu, tapi aku lega sih dia udah ngeliat yang
sebenarnya..” ujar Elina dengan nada gugup karena takut.
Mereka melepas pelukan mereka. Mereka saling
berpandangan. Tanpa mereka sadari Danny melihat mereka dari dalam lewat jendela
dan merasa bersalah lalu dia menuju kamarnya.
“Aku minta maaf ya Liam, kamu harus liat kayak gini
pas kamu sama aku, aku gak enak sama kamu..”
“Gapapa kok, aku ngerti gimana rasanya ngeliat yang
kayak Danny liat tadi, aku kan kebal, 3 tahun aku liat kamu deket sama Javi,
ngedate sama Javi, aku tahan semua, karena aku percaya aku tuh pasti bisa
dapetin cinta kamu..”
“Ahh, kamu bisa aja, aku jadi gak enak lagi sama
kamu. Hmm, iya deh, the man who can’t be moved ku, Hahaha..” tawa Elina.
“Yaudah aku pulang dulu ya, jaga kesehatan kamu,
kamu abis sakit juga. Bye honey, I love you..” Liam pamit sambil mencium kening
Elina.
“Bye Baby, I love you too..” balas Elina sambil
melambaikan tangan.
Liam berlalu menyetir mobilnya. Elina masuk ke dalam
rumahnya dan mengunci pintu rumahnya. Danny sudah ke kamarnya. Rumahnya sepi.
Sebelum masuk kamar, Elina menyalakan lampu taman dan lampu depan rumahnya.
Setelahnya dia masuk kamar. Membersihkan dirinya dan menuju tempat tidurnya.
Hari ini cukup lelah. Pikir Elina. “Lelah hati dan lelah pikiran juga lelah
tubuh ini.” Tak berapa lama mata Elina perlahan terpejam. Memimpikan Liam yang
bersama – sama dia. Tanpa sadar ia tersenyum.
Comments
Post a Comment