Skip to main content

Loves and Brothers Part 25



Part 25

“Girl, wake up, Elina, bangun, kamu harus kuliah kan, udah jam 7 nih..” ujar Danny sambil mengetuk pintu kamar Elina.
“Hmmm…” ujar Elina singkat. Danny bingung dan langsung membuka pintu kamarnya. Tampak adiknya yang masih tiduran di tempat tidurnya. Berselimut dan mengeloni gulingnya. Dia sudah bangun tapi tidak bergerak hanya selimutan saja. Akhirnya Danny bertanya padanya.
“Kamu kenapa belum bangun, nanti telat loh..” Danny pun menepuk punggung adiknya pelan, dan membalikkan badannya untuk menghadap Danny. Danny duduk di samping tempat tidur.
“What’s wrong with you ? Kok pucet sih..” Elina belum melek, masih ingin tidur. Danny pun memegang kening Elina dengan punggung tangannya. Dia mengerutkan dahinya dan berkata.
“Kan bener, kamu tuh bakal sakit karena semalem, hmmm…” Danny berpikir sejenak dan berkata lagi.
“Yaudah, gak usah kuliah dulu, minta izinin temen kamu aja gih, hmm, panas banget lagi, di ukur dulu ya..” Danny pergi ke kotak P3K dirumahnya. Mengambil thermometer dan menaruhnya di mulut Elina.
“39 Degrees.. it’s not good Elina.”
“Hmm, I’m okay, tapi ada ulangan hari ini, aku mandi siap – siap aja deh..” Elina bergegas bangun dan ketika ia melepaskan selimutnya dan bangun, pundak dia ditahan Danny.
“Ehh, enggak – enggak, dua hari kamu harus istirahat, biar aku aja deh yang kesana nanti, sekarang ayo ke dokter!” perintah Danny.
“Ahh, gak usah deh, berlebihan, aku gapapa kok, tapi aku takut kalo gak ikut ulangan..” keluh Elina yang bangkit dari tidurnya dan tiba – tiba bergoyang ketika berjalan, tertabrak pintu dan lemas. Elina merasa pusing.
“Nah tuh kan bener, udah kamu dirumah aja deh, nanti aku beliin obat, aku nanti bawa temenku kesini deh buat meriksa kamu.”
“Emang temen kamu bisa apa ngobatin aku ?”
“Ya bisalah, dia asisten dokter di London, yaudah ya, kamu tiduran lagi aja deh.” Ujar Danny sambil membopong adiknya untuk tidur lagi. Sementara Danny membeli obat, ke kampus Elina, dan memanggil temannya. Tapi Elina bingung, sejak kapan Danny punya teman yang menjadi perawat. Elina pun melanjutkan tidurnya.

Sementara Danny pergi ke kampus Elina untuk meminta izin ke dosen Elina untuk istirahat dua hari. Danny tidak takut untuk pergi ke kampusnya walaupun dia sudah tahu pasti kalau ada murid di kampus yang kenal dia pasti minta tanda tangan atau foto. Niat dia kan bukan untuk itu sehingga dia pede saja.
Masuklah dia ketempat parkir dan turun lalu menuju ruang kantor para dosen atau staff disana. Benar saja, ketika Danny turun banyak beberapa dari murid disana tersenyum dan menyapa namanya. Danny pun karena ramah membalas senyuman dan sapaan itu. Beberapa mereka juga ada yang meminta foto. Tapi karena dia buru – buru dia pun meminta izin untuk pergi ke para fansnya itu.
“I’m sorry, I’m so sorry gals and guys, I’ve to go to the lecture office, I’m sorry, thank you for all of this, Bye..” pamit Danny.

Sampailah dia di ruang para dosen. Bertemu dengan dosen yang Elina bilang ke Danny sebelum ia pergi kesini. Selesai sudah kerjaan Danny untuk izin dan selanjutnya ia harus pergi menjemput temannya.
Sembari berjalan menuju mobilnya tiba – tiba ada yang berteriak memanggilnya.
“Danny, wait, Danny, stop..” ujar seseorang dibelakangnya.
Danny berhenti dan menengok kearah orang yang memanggilnya. Ternyata yang memanggil dirinya adalah Liam.
“Hey, Liam, right ?” ujar Danny.
“Yes, you’re true, what are you doing here ?”
“Hmm, abis ngizinin Elina..”
“Elina, kenapa dia ?” tanya Liam sedikit panic.
“Loh, emang gak dikasih tahu ? Bukannya kamu temennya yang paling deket ?” tanya Danny kaget.
“Hmm, Elina say nothing to me. Emang kenapa dia ? Please tell me..” tanya Liam lagi panic.
“Hmm, dia sakit Liam, aku kesini buat ngizinin dia 2 hari, panas tinggi, keringet dingin sama flu, nah sekarang aku mau jemput temen aku yang asisten dokter buat periksa dia.”
“What ? she is sick ? She didn’t tell me anything, God..” ujar Liam sangat panic. Dia pun menepok jidatnya.
“Hmm, yes, I thought she sent you a message.”
“No. Well Danny, bolehkah aku kerumah sekarang, aku membawa sepedaku, sedangkan kau pergi menjemput temanmu, aku menemani Elina dirumah, kebetulan ulanganku telah selesai..”
“Yakin ? Baiklah jika tidak merepotkanmu, silahkan, aku titip dia ya, jaga dia, mungkin sekarang dia masih tidur karena menungguku.”
“Baiklah, kau tenang saja, terima kasih telah mengizinkanku Danny..” ujar Liam.
“You’re welcome, aku pergi ya, bye..”
“Bye, be careful.”

Danny berlalu dan Liam terdiam di tempat ia bertemu dia. Menaruh tangannya di pinggangnya dan berpikir mengapa Elina tidak mengabarkannya. “Apa biar aku gak khawatir sama dia ? Tapi kan aku pasti nelpon, dia gak masuk 2 hari pasti ketahuan, untung aku ketemu Danny, kalo enggak gak bakal tahu sampe nanti malem, Elina, Elina, aku kan pacar kamu, kenapa gak ngasih tahu aku sih ??” Ujar Liam sedikit kesal.

Danny menelpon temannya. Memencet dan mencari di buku telepon handphonenya. Ternyata  yang di telponnya adalah Lea. Ya, Lea adalah mantan Danny yang dulu memang sekolah perawatan dan sekarang jadi asisten dokter di kota London. Danny sudah tahu kalau Lea sekolah keperawatan. Ternyata Danny berhubungan telpon ataupun email dengan Lea. Ya, pastinya hanya sekedar teman saja. Begitu Danny ingat kalau Lea itu asisten dokter yang untungnya bekerja di London, ia pun langsung menelponnya.
“Hello, Lea ? Hmm, I need your help, bisa gak bantu ?”
“Iya, Danny, it’s me, ada apa emang ?”
“Adikku sakit, kamu bisa gak kerumah aku sekarang, aku dalam perjalanan ke flat kamu, aku jemput kamu sekarang, aku butuh bantuanmu untuk memeriksa adikku..”
“Elina sakit ? sejak kapan ?” tanya Lea sedikit kaget.
“Hmm, baru tadi pagi ketahuannya, semalem sih udah agak flu gitu, mungkin sakit karena asap rokok semalam juga, dia batuk gitu juga..”
“Hmm, okay, I understand, aku lagi di flat, sementara aku siap – siap, kalo kamu udah sampe ketuk pintuku aja ya..” ujar Lea memberitahu Danny.
“Oh, okay, thank you very much..”
“Okay, you’re welcome..”
Danny mematikan telponnya dan melaju kendaraannya agak cepat menuju flat Lea.

Sementara itu dikediaman Elina dan Danny. Liam telah sampai dirumahnya dan menaruh sepedanya di garasi luar mobil Danny. Mengunci sepedanya dan berjalan menuju pintu masuk. Liam mengetuk pintu rumah Elina. Setelah ketukan barulah ada yang membukakan pintu. Elina membukakan pintu.
“Yes, wait a minute, uhuk - uhuk” ujar Elina pelan sambil terbantuk cukup keras.
“Elina…”
“Kamu Liam, ngapain kamu…..” Belum selesai Elina bertanya, Liam tiba – tiba memeluknya dan mereka terdiam sesaat. Elina terdiam dan tak membalas pelukan Liam. Liam mengelus lembut rambut coklat panjang Elina.
“Hmm, kamu kenapa gak bilang sama aku, aku dari pagi nyariin kamu, aku khawatir, kamu gak ngasih tahu aku, kamu gak ngirim aku sms atau telpon aku, untung aku ketemu Danny, Danny ngasih tahu aku kalo kamu sakit, dia ngizinin aku kesini, kamu kenapa gak ngasih tahu..” ujar Liam yang masih memeluk Elina.
“Bisa gak, kita gak berdiri lama – lama, soalnya aku agak pusing, aku gak kuat berdiri lama.” Ujar Elina mengeluh.
“Eh, iya maaf sayang, aku lupa, yaudah yuk ke kamar kamu..” ujar Liam sambil membawa Elina berjalan perlahan ke kamarnya.
Setelah sampai di kamar Elina di sandarkan dan diselimuti oleh Liam. Liam sangat sayang dengan Elina. Perlahan – lahan ia menaruh Elina.
“Sekarang coba pelan – pelan ceritain sama aku, kenapa kamu gak ngasih tahu aku..”
“Hmm, okay, gini, kemaren aku kan, uhuk, shhhhh, aduh, pilek deh, aku ikut Danny show, yang aku ngajak kamu gak jadi, terus aku juga ketemu Javi sama Lisa, eh pas pulang aku pilek sama batuk – batuk gitu, jadilah sampe sekarang.”
“Terus Javi sama Lisa kok bisa ketemu ? Kamu emang minum apa ? Ohh, dingin ya ? Aku rasa sih kamu Cuma kecapean El. Terus kenapa kamu gak ngabarin aku ?”
“Hahaha, soal Javi aku males nyeritainnya, mungkin aja aku emang kecapean. Hahaha, itu dari bangun tidur, aku sama sekali belum megang handphone, maaf ya” Senyum Elina sambil memegang pipi Liam.
“Ohh, gitu, lain kali jangan gitu ya, aku beneran khawatir banget, mana tadi juga ulangan, jangan lupa kamu ulangan susulan, makanya cepetan sembuh ya..” Ujar Liam sambil mencium kening Elina.
“Iya, makasih ya udah bela – belain, uhuk, kesini..” ujar Elina sambil batuk.

Sementara itu Danny telah sampai dirumah Lea. Danny mengetuk pintu dan langsung dibuka Lea.
“Hello..” sapa Danny.
“Hi.. aku udah siap, kita langsung berangkat sekarang aja ya, soalnya mala mini aku jaga malam.” Ujar Lea.
“Oh okay..”
Naiklah mereka berdua ke mobil Danny. Danny menyetir agak cepat. Sampailah mereka di rumah Danny. Danny memarkirkan mobilnya dan turun bersama Lea dan masuk kerumah.
Di dalam sudah ada Liam. Liam menyapa mereka berdua dan Elina kaget bukan kepalang. Dia tak menyangka teman Danny yang asisten dokter itu adalah Lea. Dia pun langsung memanggil Lea dan memeluk Lea sangat erat.
“Lea… I miss you so much..” ujar Elina.
“Me too honey, kok bisa sakit, biasanya suka banget ngomong, liat kamu pucat banget tuh..”
“Iya, hehe.. kamu, kamu mau periksa aku ?” tanya Elina.
“Iya sayang, tunggu ya, cowo – cowo keluar dulu ya, aku mau periksa Elina dulu..”
“Okay..” ujar Liam dan Danny berbarengan.
Sementara Liam dan Danny diluar, Elina dan Lea berbincang.
“I can’t believe that you’re here Lea, what are you doing ?” tanya Elina tidak percaya.
“Danny kan udah bilang aku asisten dokter, aku dapet kerja disini ?”
“But, how does he know ? Aaaaaa, I know you and Danny..” ujar Elina sambil menggerakkan tangannya yang menggambarkan kalo Lea dan Danny berhubungan selama ini lewat telpon atau email.
“Yes, aku sama Danny, kita temenan kayak dulu…”
“Aku harap sih gak Cuma temen, hahaha…” ledek Elina yang tertawa sambil diperiksa.
“Hmm, nakal deh..” Lea mencubit pelan hidung Elina.

Selesai sudah pemeriksaan hari itu. Lea bilang ke Danny kalau adiknya itu terkena gejala tifus. Belum terlalu parah. Lea juga memberikan beberapa obat penurun panas dan flu. Danny dinasihati agar adiknya harus istirahat. Jika rajin istirahat, besok bisa pulih tapi belum seratus persen. Lea pun pamit dengan Danny. Tapi Danny melarang Lea untuk berangkat ke rumah sakit sendiri. Akhirnya Danny mengantar Lea ke rumah sakit. Lea pamit dengan Elina. Elina memeluk Lea sangat erat, Elina bilang jangan lupa sering main kerumah Danny. Dia butuh teman cewe untuk curhat. Curhatnya dengan Lea juga tidak berhenti, Lea juga sudah tahu kalau Liam itu pacarnya Elina.
“Pulang ya, bye, by the way, Liam cakep juga..” bisik Lea.
“Hahaha, ssttt, Danny belum tahu, yaudah ya, ati – ati, aku juga mau istirahat” ujar Elina nyengir.
Berangkatlah Lea dan Danny ke rumah sakit. Sementara Liam tinggal sekitar satu jam lagi.
“Aku nemenin kamu ya satu jam lagi, aku ambilin kamu makan ya, terus minum obat, terus baru istirahat..”
“Yaudah iya..” Sementara Liam mengambil makanan.
“Hmm, udah, obatnya mana ?” ujar Elina setelah minum dari makannya yang sudah selesai. Elina meminum obat dari Danny dan Lea.
“Udah ?” tanya Liam.
“Udah makasih ya..”
“ Sama – sama..” ujar Liam sambil mencium kening Elina.
“Hmm, kamu kapan mau ngomong sama Danny kalo kamu pacar aku ?” tanya Elina tiba – tiba.
“Hmm, kapan ya, emang penting ya ? Lagian Danny juga bakal tahu sendiri aku pacar kamu, hehehe..”
“Ihhh, gitu, yaudah, iya kali ya, Danny tahu sendiri. Ahh, tapi ngomong aja deh ya, please, demi aku..” ujar Elina sambil meremas lembut tangan Liam.
“Iya yaudah, sekarang yang penting kamu istirahat aja, aku sepi gak ada kamu di kampus, gak ada yang ngeledekin aku lagi, hehe..”
“Yahh, dikira sepi karena apa, yaudah, aku tidur dulu ya, nanti kalo mau pulang ati – ati di jalan okay..” ujar Elina menasihati.
“Iya sayang, udah tidur gih..” ujar Liam sambil menyelimuti Elina dan terakhir mencium kening Elina.
“Good night my girl..”
“Good night my boy..” ujar Elina membalas.
Elina pun tertidur sesaat, tak lama Danny pun pulang. Danny menelpon Mark meminta maaf karena tak bisa ke studio hari ini karena harus menjaga Elina yang sakit. Setelah itu Liam pamit untuk pulang dan Danny mengucapkan terima kasih pada Liam karena telah menjaga Elina.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...