Skip to main content

OneRepublic FF Part 2



NICE, THIS IS MY BAD DAY!
“Aduh, apa – apaan sih nih, gak lihat apa ada orang jalan.” Teriakku pada pengendara mobil yang baru lewat. Mobil itu berhenti, orang yang ada di dalamnya membuka kaca, dan orang itu hanya melihatku saja membersihkan baju. Aku sekali melihat mukanya, tak terlalu jelas, dia menggunakan kaca mata hitamnya dan berkata. “Maaf sekali ya, aku sedang buru – buru.” Ujarnya padaku, menutup jendela kembali dan pergi meninggalkanku dengan baju kotor. Hari ini aku tidak yakin ingin pergi ke Guitar Center, tapi aku harus. Akhirnya aku pulang kembali ke flat, untungnya dari tempat kejadian tadi tidak terlalu jauh. Aku berjalan sambil menunduk, berpikir apakah hari ini akan menjadi hari sialku ?
Sesampainya di Flat, terdengar bunyi air mengucur dari kamar mandi Flatku. Aku cepat – cepat membuka kunci pintu depan, masuk tanpa sempat menutupnya lalu aku masuk ke kamar mandiku. Terlihat sudah banjir bandang kamar mandiku itu. Aku tertunduk lesu, mengambil peralatan seadanya untuk membersihkan kamar mandi itu. “Ahhhhh” ujarku.
Selesai membereskan kamar mandiku yang banjir bandang tadi, aku pun membuka pakaianku yang kotor terkena kotoran air yang tergenang di jalan gara – gara pengemudi bodoh tadi. Sambil memakai pakaianku, aku berpikir sejenak, mengingat muka orang yang menabrakku tadi. Aku merasa seperti mengenalnya. Aku pun mengingat ingat dengan jelas. Ah, tapi mungkin saja hanya perasaanku. Selesailah sudah aku berpakaian dengan pakaian baru dan bersih.
Aku keluar Flat, menelusuri jalan lake wood lagi. Ramai. Itulah penilaianku untuk jalanan hari ini. Tapi jujur, Denver itu kota yang cukup dingin. Sampailah aku di depan Guitar Center, terdapat antrian yang cukup panjang, aku mencoba bertanya pada yang mengantre juga. Ternyata itu adalah antrian untuk menaruh lamaran saja. “Ya Tuhan, ini sih aku tidak akan bisa diterima” ujarku cukup kencang sambil menepok jidatku. Aku pun mencoba untuk mengantre saja.

Brent’s
“So I’m gonna give all my secrets away..” selesai latihan hari itu. Ryan menyelesaikan bait terakhir, dan aku membunyikan nada cello terakhirku. “Sangat bagus, kita sudah siap dengan konser kita selanjutnya.” Ujar Ryan. Ryan adalah orang yang sangat berani, dia selalu berani menyapa para fans, bernyanyi, menulis lagu, benar – benar pas untuk menjadi seorang frontman. Kadang aku suka iri padanya. “Tapi kita perlu sesuatu yang berbeda.” Ujar Zach melanjutkan. Zach, seorang lelaki yang macho menurutku. “Yeah, kau tahu tidak, tadi aku mencipratkan genangan air ke seorang wanita, dan wanita itu marah, mungkin bukan awal yang bagus untuk hariku ini.” Tambah Eddie yang menyimpang dari aral pembicaraan kami berlima. “Maksudmu ?” Drew bertanya. “Ya, perjalananku kesini aku tidak sengaja menginjak genangan air dengan mobilku, dan ternyata ada seorang wanita yang sedang berjalan, aku berhenti, dan melihat dia, dan aku hanya meminta maaf, aku jadi merasa bersalah.” Jelas Eddie.
“Sudahlah Ed, itu kan tidak sengaja, lagian kau juga sudah meminta maaf kan ?” ujarku menenangkan. “Tapi, sepertinya wanita itu ada urusan yang penting, baju rapi sekali, dia marah sekali.” Ujar Eddie lagi. “Sudahlah itu sudah berlalu, pikirkanlah konser kita Ed..” Ujar Ryan sambil menepuk punggung Eddie pelan. Aneh sekali Eddie, tak biasa – biasanya berbuat kesalahan sampai merasa bersalah seperti ini. Lagian yang lalu sudah berlalu, aku pikir jika Eddie sudah meminta maaf itu tidak masalah. Tapi, memang aku tidak tahu masalah apa yang terjadi padanya.


Rose’s
“Mohon maaf, yang tadi adalah yang terakhir.” Ku dengar dari dua orang di depanku yang menjadi penjaga untuk para pelamar. Apakah hari ini, hari besar – besaran orang melamar di toko ini ? Aku tahu toko ini sangat terkenal, tapi tidak segitunya juga kan ? Aku hanya bisa menggerutu dalam hatiku. “Aku punya ide” aku berbicara cukup keras. Orang yang berada di depanku menengok. Aku menutup mulutku. Atrian mulai melonggar. Orang – orang yang sudah menunggu cukup lama akhirnya pergi meninggalkan tempat itu. Aku hanya berdiri, menunggu atrian dan tempat itu benar – benar sepi.
“Permisi, boleh tidak aku menitip yang satu ini, hanya aku, aku mohon, aku benar – benar butuh pekerjaan ini.” Ujarku sambil memohon. “Maaf, tapi kami harus professional.” “Tapi tolong satu saja.” “Ahhh, kau ini, sudah kubilang, kami harus bekerja professional.” Orang yang menangani lowongan pekerjaan itu. “Hmm..” Aku hanya menunduk. Galak sekali orang itu. Tapi, bagaimana ini ? Aku bingung sekali. Apakah ini benar – benar hari burukku. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Aku sudah ganti baju. Aku sudah di ciprati orang dengan mobilnya. Bajuku basah dan kotor. Tadi aku menabrak orang, orang itu marah. Bagus sekali, hari ini adalah hari burukku. Aku hanya bisa berjalan berbalik pulang.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...