Skip to main content

Loves and Brothers Part 36


Part 36 

“Aduh… siapa sih nih, buka dong tangannya.” Tiba – tiba ada yang menutup tangan Elina ketika ia sedang menutup pintu rumahnya. Itu adalah Liam.
“Ba….. hahahhaa…” ujar Liam sambil tertawa.
“Ih, iseng, ayo berangkat, pas banget ya, aku lagi mikirin kamu, kamunya dateng.. hehehe.”
“Hahhaha, ketahuan udah kangen sama aku ya..”
“Ahh, tuhkan jadi kepedean di gituin..” ujar Elina sambil manyun.
“Hahahha, biarin aja deh, eh sebenarnya kita mau kemana sih ? Kenapa kita gak naik mobil aja…”
“Gak udah, jangan naik mobil terus, kita naik bus aja ya.”
Sambil mereka berjalan keluar rumah Elina, tiba – tiba Elina sesuatu. Ada barangnya yang tertinggal di rumahnya.
“Eh, tunggu dulu, aku mau ke dalam dulu ya, mau ngambil sesuatu ada yang ketinggalan, ini titip hape sama tasku ya..” ujar Elina sambil berlari ke dalam.
Liam menunggu di luar, sementara memegang handphone Elina. Tanpa sengaja handphone Elina berbunyi. Liam melihat itu pesan dari Javi. Tanpa sengaja dia membukanya dan membaca pesan yang ada di dalamnya. Liam kaget bukan kepalang melihat isinya. Isinya adalah…. “Aku tunggu di stasiun ya. Jangan lupa kasih tahu Liam kalo kita mau ke makamnya Lisa hari ini. Lebih baik jujur Elina.” From : Javi.
Liam sangat bingung dengan apa yang baru saja ia baca. Liam kaget dengan bacaan “Makam Lisa”.
“Lisa meninggal ? Kenapa Elina gak bilang. Lagi – lagi gak bilang.” Ujar Liam kesal. Tak berapa lama Elina keluar dari rumahnya.
“Ayo…” ujar Elina. Liam tak menjawab. Ketika Elina ingin menggandeng tangan Liam. Liam melepaskannya dan membuang mukanya. Elina tak curiga apa – apa, tapi dia bingung dengan kelakuan Liam.

Sampailah mereka di terminal bus terdekat dari rumah Elina. Mereka menaiki bus yang ada disana dan selanjutnya duduk berdua berdampingan.
“Kamu kenapa sih diam aja ? Gak biasanya, tadi sempet ngeledekin aku.” Ujar Elina ingin tahu.
Liam masih diam. Sampai ketika Elina melihat kotak masuk di handphonenya. Dilihatnya pesan yang berasal dari Javi. Pesan yang belum ia baca, tapi ia bingung siapa yang membuka pesan itu. Elina langsung menduga – duga, pasti karena ini Liam berubah sikapnya. Elina jadi merasa bersalah dan tertunduk. Selanjutnya ia pun membuka pembicaraan antara mereka berdua. Sambil memegang tangan Liam, menariknya dan memegang erat.
“Aku minta maaf soal ini.” Ujar Elina.
“Aku nyembunyiin ini dari kamu karena aku gak mau bikin kamu kepikiran dulu.” Ujar Elina lagi.
“Kamu ngomong apa sih ?” ujar Liam sedikit marah dan melepaskan genggaman Elina. Elina mengambil tangannya lagi.
“Aku tahu kamu marah karena aku gak ngasih tahu kamu tentang Lisa. Tapi aku gak mau bikin kamu kepikiran karena kejadiannya barengan sama kamu kena musibah kemarin. Awalnya aku pengen ngasih tahu waktu kita duduk berdua di kamar rumah sakit kamu. Tapi aku tahu kamu lagi bahagia karena kamu udah bisa pulang dan kita bersama lagi. Kamu bisa nemenin aku lagi. Makanya hari ini aku mau ngajak kamu ke Scotlandia buat ke makam Lisa.”
“Harus sama Javi ?”
“Iya, aku yang minta dia, kenapa ? salah ? Maafin deh, tapi inget kan dulu kita temenan berempat, jadi aku gak bisa gak ngajak Javi. Apalagi Javi adalah mantan Lisa yang terakhir buat Lisa.” Ujar Elina pelan agar Liam tidak marah.
“Aku gak marah ketika aku tahu semua ini. Tapi aku marah kenapa sih kamu selalu gak bisa jujur tentang ini ?”
“Ya aku minta maaf Liam. Aku gak bermaksud, semua ini juga untuk kebaikan kamu.”
Liam terdiam sesaat. Elina kembali melanjutkan pembicaraannya.
“Maka dari itu aku minta maaf. Kamu gak maafin aku ? Tadinya aku mau bilang ketika kita ketemu Javi nanti, tapi kamunya udah buka handphone aku, liat pesan aku.”
“Huuffftttt…” Liam hanya menghela nafas.
“I’m sorry please. I know it’s my fault. But, honey please… forgive me…” Ujar Elina sambil memegang tangan Liam dan memohon maaf darinya. Liam hanya terdiam. Akhirnya dia membuka pembicaraan.
“Aku maafin kamu kok.” Ujar Liam sambil mencium tangan Elina.
“Serius kamu gak marah ? Tapi tadi kamu diam aja..”
“Gak juga sih, masih kesel sama kamu. Kamu tuh belum bisa terbuka sama aku, kenapa sih ? Bilang aja apa yang kamu alami ke aku. Aku juga coba ngerti kenapa kamu gak ngomong tentang Lisa ketika aku sakit. Itu emang baik. Tapi gak harus di simpan sampai selama ini kan.”
“Hmmmm….”
“Aku Cuma pengen kamu janji supaya kamu gak ngelakuin ini lagi. Kamu harus coba selalu jujur sama aku. Janji ?”
Elina menunduk dan malu.
“Iya deh, aku janji sama kamu. Aku minta maaf ya..” Senyum Elina agak malu – malu.
“Iya, yaudah kita turun yuk, udah sampe nih…”
“Eh emang iya ya udah sampe ? Ya ampun aku kepikiran kamu marah sama aku..”
“Yaudah gak usah dipikirin lagi ya…”
“Iya – iya, makasih ya..” Ujar Elina sambil mencium pipi kanan Liam.

Sampailah mereka di stasiun London. Mencari kereta menuju Scotlandia. Mereka berjalan masuk berdua mencari di mana Javi. Setelah Elina menelpon Javi, bertemulah mereka bertiga.
“Hello bro.. gimana udah sembuh ?” tanya Javi ketika Liam datang.
“Hey.. sehat – sehat… Hahaha…”
“Kita berangkat sekarang aja ya…” Ujar Elina ketika kereta menuju Scotlandia datang.
Masuklah mereka bertiga. Berbincang bersama sampai pada akhirnya Liam bertanya pada Elina dan Javi tentang Lisa.
“Kalian udah tahu semua ini ya ? Kok bisa sih Lisa meninggal ? Kenapa emang ?” tanya Liam.
“Hhhhhhmmmmm…..” Javi tak menjawab. Memicingkan matanya ke Elina. Elina member syarat dengan mengangguk pertanda kalau Liam sudah tahu.
“Tenang aja bro, aku udah tahu kok kalo Lisa itu udah gak ada…”
“Iya Javi, dia gak sengaja baca sms kamu. Terus dia jadi tahu deh..” senyum Elina pada Liam. Liam hanya menengok datar.
“Iya Elina juga udah jelasin kok..”
“Oh gitu okay..” ujar Javi singkat.
Di sepanjang perjalanan Liam dan Elina selalu berpegangan tangan. Membuat Javi iri saat melihatnya.
Sampailah mereka di Scotlandia, Mereka langsung menuju daerah pemakaman Lisa yang kurang lebih harus ditempuh 1 jam. Menaiki bus dan sampailah mereka di pemakaman. Elina berjalan terlebih dahulu berdua dengan Liam dan Javi mengikuti. Begitu sampai di makam Lisa, Liam terdiam melihat nama Lisa Magdalena di papan nisan yang berdiri tepat di depannya. Terpaku melihat nama temannya tertulis disana. Liam melepas genggaman Elina dan terduduk sambil memegang nisan Lisa. Liam meneteskan air matanya. Elina terduduk juga lalu memegang tangan Liam. Liam menengok Elina dan Elina membantu menghapus air mata Liam.
Sementara Javi terduduk juga melihat nisan Lisa. Rasa rindu dan bersalah bercampur jadi satu. Javi menangis juga, melihat kejadian itu Elina juga menggengam tangan Javi menenangkan Javi untuk kuat. Javi menengok Elina menggangguk tanda mengerti.
Setelah sekitar 20 menit berada disana, mereka pun langsung kembali menuju London menaiki moda transportasi yang sama. Sampai ketika Elina mempunyai ide untuk mereka bertiga menuju London eye untuk menaikinya.
“Ke London eye yuk, kita jalan bertiga ya ? Gimana ?”
“Boleh..” ujar Liam singkat.
“Boleh juga tuh, lagian lagi pengen liat – liat kota London nih. Hahahhaa..”
“Okay.. let’s go…” ujar Elina senang.

Bersenang – senanglah mereka bertiga. Berfoto bersama. Elina langsung menguploadnya di social media yang ia punya. Hari itu mereka senang sekali walaupun diawali dengan sedikit konflik kecil.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...