Part 31
“Elina… Jalan – jalan yuk, aku ajak ke Danau Ness
mau gak ?” ujar Lisa ketika datang menghampiri ELina dikamarnya.
“Eh, beneran nih ? Aku emang pengen banget kesana
Lis, serius nih ?” ujar Elina tak percaya.
“Iya beneran, ayo, kamu siap – siap ya, aku tunggu
di depan, soalnya udah disiapin mobil sama sopir aku..” lanjut Lisa.
“Iya – iya, aku siap – siap, tunggu ya 5 menit lagi,
thanks ya Lisa..”
“Iya sama – sama.” Ujar Lisa sambil berlalu.
Elina bersiap – siap dan tersenyum – senyum sendiri.
Elina merasa seperti Dejavu, karena baru kemaren dia berpikir untuk ke Danau
Ness, melihat pemandangan disana, tak tahunya sekarang Lisa mengajaknya. Memang
terkenal sekali Danau yang satu ini karena monster yang katanya berada di Danau
tersebut. Selain karena itu pemandangan Danau ini juga indah karena diapit
bukit dan gunung.
Berangkatlah mereka menggunakan mobil Lisa diantar
oleh Sopir Lisa juga, Mr. George. Elina bertukar pembicaraan lagi dengan Lisa,
karena banyak yang ingin dibicarakan dengan Lisa sejak tragedy Lisa dengan Javi
jadian.
Sampailah mereka di Danau Ness. Hari itu cukup
ramai. Elina dan Lisa turun dari mobilnya dan berjalan bersama, tertawa
bersama.
“Wow, look it’s cool..” ujar Elina terpesona.
“I just see the view from the book or the tv,
Hahaahha..” lanjut Elina.
“Waktu kecil aku sering kesini.” Ujar Lisa singkat.
“Really ? Wah, pasti kamu bosen ya kesini terus,
hehehe.”
“Gak juga sih, aku suka banget sama view nya, bikin
tenang, cari tempat yang sepi yuk biar kita bisa privat ngobrolnya.”
“Ayo, ayo..” ujar Elina bersama Lisa yang
berbarengan pergi setelah melihat – lihat pemandangan sejenak.
“Ahh, disini aja nih, enak, agak dingin ya tapi,
hehe.” Ujar Elina sambil duduk.
“Iya, huft, untung aku bawa jaket.” Lanjut Lisa.
“Hmm, by the way, bibir kamu putih agak pucat,
gapapa ? Aku takut kamu sakit..” ujar Elina datar.
“Iya, gapapa kok, udah biasa kayak gini.”
“Oww, tapi menurutku gak biasa ahh, kamu sakit Lisa
? Kamu dulu tuh masih seger – seger aja kok.”
“Hmmm, gak kok..” ujar Lisa sambil menggigit
jarinya. Takut sesuatu yang disembunyikannya ketahuan.
“Yaudah lah, lupain, mudah – mudahan kamu beneran
gak sakit, aku mau cerita nih, kamu kan temen yang paling deket ya sama aku,
aku mau cerita….”
“Cerita apa ? Cerita aja..”
“Iya, aku mau cerita tentang Liam, aku kan kemaren
udah sms dia ya, tapi gak dibales, aku jadi khawatir tapi disatu sisi aku juga
sebel sama dia kenapa gak bales.”
“Loh, emang kenapa ? Kok kamu bisa sebel sih ?”
“Iya, aku khawatir dia smsan lagi sama Viona atau
telponan sama Viona.” Ujar Elina sambil melipat tangannya di dada dan cemberut.
“Gak mungkin lah kayak gitu. Aku yakin lah sama Liam
seperti yang aku bilang kemaren sama kamu.”
“Iya iya aku tahu, tapi kita kan gak tahu
kenyataannya kayak gimana.”
“Iya aku ngerti kok, perasaan kamu ke dia ketika
melihat itu semua.”
“Yeah. By the way, kamu kok bisa putus sih sama
Javi, padahal aku udah nyoba ikhlasin loh, hehehe. Kamu kenapa putus sama dia
?”
“Hmm, aku ngerasa aku gak baik buat dia El.”
“Itu kan Cuma perasaan kamu aja Lisa, lagian aku
yakin kok Javi bisa nerima kamu apa adanya.” Ujar Elina sambil memegang pundak
Lisa.
“Hmm, there is another problem El.”
“What’s your problem ? Oh iya, Javi masih nyimpen
loh kalung yang waktu itu kamu kasih dan ajaib nya lagi aku satu kantor sama
dia. Hahaha..”
“Banyak, kebanyakan sih masalahnya dari aku, aku gak
bisa nerusin hubungan ini lagi. Iya ? aduh aku jadi seneng deh, iya ? dia satu
kantor sama kamu ?”
“Ya, tell me your problem please, maybe I can help
you. Aku gak mau kamu tuh jadi anak kuper lagi Lis, kamu sama Javi tuh aku liat
kamu jadi lebih baik. Iya, serius seneng ya, ciye masih di pake kalungnya. Iya,
tapi… Aku agak gak enak sama Liam, aneh banget gitu aku bisa satu kantor sama
Javi, aku takut Liam cemburu. Perubahannya cukup drastis sih, 6 bulan
berikutnya Liam jadi sering jemput aku, aku gak ngerti kenapa, jadinya dia
sering ketemu Javi juga.”
“Maybe later. Hahaha, kayaknya aku kuper banget ya
El ? Makasih deh kalo aku bisa lebih baik pas sama Javi, tapi apa mau dikata,
aku gak bisa. Oww, gitu, tapi kamu kan pasti ngasih pengertian sama Liam buat
gak mikir aneh – aneh, toh kamu kan niatnya disana kerja, bukan ketemu Javi.
Hehehe.”
“Huuuufftttt, iya sih, tapi aku nyoba untuk gak
mikir macem – macem juga, aku jalanin aja deh. Eh, apa karena aku sama Javi
sekantor, Liam smsan lagi sama Viona.” Ujar Elina sambil menengok tiba – tiba
kearah Lisa.
“Ehh, jangan ngomong gitu, itu Cuma perasaan kamu
aja, lagian aku tahu banget kok siapa yang bakal mulai duluan, Viona itu masih
bersalah sama Liam, pasti Viona yang duluan sms.” Ujar Lisa menenangkan.
“Iya sih, ahh yaudah ahh, aku gak mau mikirin dia
dulu, aku mau disini dulu nikmati pemandangan nikmati liburan aku sama temen
aku yang satu ini..” ujar Elina senang dan memeluk erat Lisa. Lisa memeluknya
kembali. Senyum mereka merekah.
Hari itu mereka habiskan cukup lama di kawasan Danau
Ness. Elina membeli beberapa pernak pernik khas Scotlandia untuk oleh – oleh
Danny. Membeli beberapa makanan disana bersama Lisa. Makan bersama Lisa. Dan
semua mereka habiskan waktu bersama. Tak terasa waktu sudah habis cukup lama.
Elina dan Lisa memutuskan untuk pulang.
Sampailah mereka di rumah Lisa. Akhirnya Mereka
berdua turun dan membawa turun juga barang – barang yang mereka beli di kawasan
wisata Danau Ness. Elina sekarang sudah puas dengan keinginannya datang kesana.
Pagi hari. Hari ini hari Sabtu. Elina baru akan
pulang besok hari Minggu. Hari ini tidak ada rencana kemana – mana. “Lagian
kalo mau jalan, kawasan rumah Lisa jauh dari mana – mana kalo gak pake mobil,
lagian rumah kok terpencil terus gede gini ya, hehehe”ujar Elina dalam hati.
Sedang asyiknya dia membereskan pakaian dan beberapa
barang – barangnya untuk besok tiba – tiba Elina mendengar bunyi barang beling terjatuh.
“Krennggnggg..” Elina terdiam dan bingung apa yang sedang terjadi. Elina
membuka pintu dan sedikit teriak menanyakan apa yang terjadi. Tidak ada orang
menjawab. Elina menengok ke kanan kiri dan mencoba keluar kamarnya dan berjalan
menuju sumber suara. Belum sampai di tempat sumber suara itu, Diana, asisten
rumah tangga Lisa menghampirinya dengan muka panic. Elina bingung dan
menanyakan apa yang terjadi.
“Ada apa D ? Panik gitu keliatannya.” Ujar Elina
sambil memegang pundak Diana.
“Itu, hmmm, aduh, it’s emergency..” Ujar Diana
gugup.
“Kenapa ? coba tarik nafas dan tenang, kasih tahu
aku satu – satu.
“Huff, Huff, gini mbak, itu Lisa, Lisa penyakitnya
kambuh, dan sekarang dia pingsan, suara gelas pecah tadi dari dia..”
“Hah ? Penyakit apa ? Pingsan ? Kok bisa ?” Dan
sekarang Elina yang panic.
“Haduh mbak, ceritanya nanti aja ya mbak, soalnya
Lisa harus dibawa kerumah sakit, dia udah di mobil sama George.”
“Okay, okay, aku ambil tas sebentar, D duluan aja
ya..”
“Iya mbak, cepetan ya mbak, darurat sekali ini..”
“Iya, iya..” ujar ELina dan bergegas mengambil
tasnya. Berlari menuju depan rumah Elina untuk menyusul Lisa yang berada di
mobil.
Pergilah mereka menuju rumah sakit. Lisa sudah tak
sadarkan diri. Terlihat sekali Elina, Diana, dan George panic. George melajukan
kendaraannya super cepat untuk sampai kerumah sakit. Selama perjalanan,
pandangan Elina tertuju pada satu tas yang terbuka, berisi beberapa obat –
obatan. Jumlahnya cukup banyak. Elina lalu tersadar setelah George memarkirkan
mobilnya di unit gawat darurat di rumah sakit itu. Diana bergegas turun dan
memanggil petugas rumah sakit. Membawa Lisa masuk ke dalam, Lisa di tangani
dokter dengan Intensif. Elina sampai bingung dan juga panic melihat begitu
seriusnya dokter menanganinya. “Separah itukah penyakitnya..” ujar Elina dalam
hati.
Lisa pingsan. Dia juga harus dibantu dengan oksigen
untuk bernafas. Elina tertunduk tak berdaya, menitikkan air matanya melihat
kondisi Lisa. Dia sedikit marah dan kesal dengan dirinya sendiri, kenapa dia
tidak terlalu peduli dulu dengan Lisa. Lisa sudah baik padanya, tapi Cuma
karena masalah perasaan dia menjauhi Lisa. Elina melihat ke dalam kamar dimana
Lisa dirawat. Elina tak kuat dan akhirnya keluar. Ia terduduk di ruang tunggu
depan kamar Lisa. Sampai akhirnya Diana menghampirinya dan terduduk lesu juga
dan membuka pembicaraan.
“Penyakitnya udah lama mbak..” ujar Diana tiba –
tiba.
“Penyakit apa ? Lisa gak pernah cerita, atau emang
ini salah saya D yang gak pernah peduli sama dia..” Ujar Elina sambil mengeluarkan
air matanya.
“Dia mengidap kanker otak, dia sering pusing, udah 2
tahun ini semakin parah, makanya badannya kecil dan wajahnya pucat.” Ujar Diana
datar.
“Hah ? Apa ? Aku gak pernah tahu itu, ya ampun Lisa
kenapa kamu gak pernah cerita sama aku sih, maafin aku kalo aku sering gak
peduli sama aku, padahal kamu ngebutuhin aku banget. APa karena itu dia pindah
ke Scotlandia ?” Ujar Elina sambil bertanya ke Diana.
“Udah mbak, mungkin ini emang udah jalannya, jangan
suka menyalahkan diri sendiri. Iya dia pindah ke Scotlandia salah satunya
karena ini. Karena ayah dan Ibunya udah tahu kondisi Elina. Ayah dan Ibunya
akan menyusul dia besok kesini saya udah ngabarin mereka.”
“Memangnya orang tua Lisa ke mana ?”
“Orang tua Lisa setiap 6 bulan harus tinggal di Denmark
buat kerja. Mereka berdua tinggal disana, makanya Lisa ditaruh di Scotlandia
supaya orang tuanya gak terlalu khawatir karena ada saya dan beberapa asisten
buat ngejagain dia.”
“Tapi Lisa masih beruntung punya orang sebaik kamu
D, aku salut, kamu sayang banget sama Lisa..”
“Iya mbak, aku semakin sayang setelah tahu kalo
waktu Lisa gak lama, makanya aku khawatir saat ini mbak..”
“Jangan ngomong gitu, walaupun Lisa kayak gini, aku
yakin dia kuat kok, kita sama – sama berdoa aja ya..” Ujar Elina sambil memeluk
Diana, dan mereka saling berpelukan.
Hari itu hari yang berat bagi mereka semua. Elina
tertunduk dan bingung. Sepertinya ia akan tinggal lama di Scotlandia menunggu
Lisa sampai sadar. Elina pun memberi kabar ke Danny dan Danny mengerti dan
memperbolehkan ia tinggal satu atau dua hari lagi. Elina merasa sangat bersalah
hari itu. Mengingat masa lalunya betapa jahat dan egoisnya dia tak memikirkan
Elina. “Mungkin karena ini Lisa mutusin Javi karena gak mau liat Javi khawatir
sama dia, how brave you are, how nice you are.. kamu gak mikirin diri kamu
sendiri Lisa, padahal kamu butuhin orang yang bisa nyayangin kamu. Maafin aku
ya..” Ujar Elina dalam hati sambil menangis lagi. Ia ingin menyampaikan ini
pada Javi, tapi saat ini sepertinya bukan waktu yang tepat. Nanti saja, yang
terpenting sekarang adalah berdoa untuk kesadaran dan kesembuhan Lisa.
Di satu sisi, ternyata hal yang disembunyikan Lisa
dari Javi, Elina, dan Liam adalah penyakitnya. Penyakit ini timbul sebelum ia
lulus dari universitas. Ternyata semua ini adalah keputusan Lisa kenapa putus
dari Javi.
Comments
Post a Comment