Skip to main content

Loves and Brothers Part 41



Part 41

“Aduh Liam maaf ya, tadi lagi beresin rumah, Danny gak ada, terus aku sendirian deh.” Ujar Elina sambil memohon maaf dengan Liam.
“Udah cepet masuk mobil.”
“Liam, ih maaf beneran deh kalo lama.” Ujar Elina sambil teriak. Liam tetap diam dan tidak menjawab apa – apa. Liam dan Elina berjanjian untuk pergi ke suatu tempat yang Liam tidak beritahu, tetapi Elina ternyata telat karena berjanjiannya tidak dirumah Elina ataupun di rumah Liam. Berjanjian di suatu persimpangan di kota London.
Elina masuk ke mobil Liam, begitu juga Liam. Liam hanya diam sepanjang perjalanan sampai akhirnya Elina membuka pembicaraan.
“Kamu kenapa sih ? Gak biasa – biasanya marah kayak gini karena hal sepele.”
“Sepele ? Kamu pikir gak cape nungguin kamu satu setengah jam, bengong, terus ditelpon gak diangkat, sekalinya kamu nelpon bilang kalo kamu mau berangkat doang.” Ujar Liam marah.
“Liam, aku kan udah minta maaf pas sampe sini, aku juga udah bilang alasannya ke kamu, kamu kok jadi kayak gini sih ? Kenapa ?”
“Hah, kamu gak ngerti deh. Gak ngerti – ngerti.” Ujar Liam marah lagi sambil memukul setirnya.
“Gak ngerti apa ? Aku yang gak ngerti sama kamu. Kamu kok jadi marah begini. Kamu udah bosen ya sama aku ? Okay, Fine!!!” Ujar Elina juga marah. Elina melipat kedua tangannya di dada. Mengalir sedikit air matanya. Membuang mukanya dengan melihat keluar jendela mobil. Liam sebenarnya tak tega melihatnya.
“Turunin aku Liam. Cepet!!!” Tiba – tiba Elina bilang seperti itu. Liam hanya terdiam. Akhirnya Liam berhenti di Hyde Park.
“Turun Elina. Kita berdua.” Ujar Liam datar. Elina turun dan membanting pintu mobil Liam. Elina pergi kea rah yang berlawanan dengan Liam. Liam berbalik dan mengejar Elina.
“Elina. Kamu mau kemana ?” Elina hanya diam dan terus beranjak meninggalkan Liam. Liam menarik tangan Elina.
“Jangan kesana, ikut aku !!!” ujar Liam memaksa. Elina berbalik.
“Ngapain ? Ngapain juga kita kesini ? Ngapain ke Hyde Park. Kamu bosen kan sama aku ? Udah deh lepasin aku aja.” Elina mencoba melepas tangannya dari genggaman Liam. Liam juga tidak mau kalah tetap memegang tangan Elina. Liam menarik tangan Elina dan masuk ke kawasan Hyde Park. Jam menunjukkan pukul lima sore waktu Inggris.
“Ihhh, ngapain sih ?” Ujar Elina mengeluh. Liam hanya diam dan terus menarik Elina sampai akhirnya mereka berdua sampai di suatu bangku taman di Hyde Park.
Duduklah mereka berdua.
“Ngapain kita kesini ?” Elina menghentikan jalannya.
“Udah sini duduk sama aku.” Ujar Liam datar.
Elina duduk bersandingan dengan Liam. Elina duduk dengan kesalnya pada saat itu. Liam pun membuka album photo yang ada di handphonenya. Menjulurkan handphonenya ke Elina yang membuang mukanya dari hadapan Liam.
“Kamu beneran gak inget ?” tanya Liam pelan.
“Inget apa ? Kamu ngapain ngasih gambar foto pas kita pertama kali jadian ?”
“Kamu beneran gak inget El ? Ya ampun, aku harus loncat dari london eye dulu nih baru kamu inget ?”
“Ih apaan sih ? Ngaco banget ngomongnya. Tadi marah – marah sekarang ngelawak.”
“Liat aku Elina, sini ngengok ke aku..” Ujar Liam sambil mengubah posisi duduk Elina. Elina berbalik tapi hanya menunduk memainkan jari – jarinya.
“Kamu beneran gak inget nih ? Sayang banget – banget ya. Kamu gak inget tempat ini. Hyde Park. Kamu bilang aku adalah the man who can’t be moved kamu. Kamu bilang minta maaf sama aku karena kamu gak tahu sebenarnya akulah orang yang sangat amat mencintai kamu.”
“Apaan sih maksud kamu ? Iya aku inget, maksud aku kenapa kamu bilang itu lagi ke aku.” Elina bertanya pada Liam, tapi Liam hanya diam.
“Happy anniversary my princess. Hope you will be forever with me.” Ujar Liam sambil berbisik di kuping Elina. Elina masih menunduk dan terdiam. Lalu Liam mencium pipi kanan Elina.
“Maksudnya ?”
“Ya ampun gak ngerti juga ya. Sekarang kita Anniv sayang…. Yang ketiga tahun tepatnya. Di tempat ini.” Ujar Liam sambil tertawa terbahak – bahak melihat ekspresi Elina yang datar.
“Kamu kok ketawa sih ? Beneran anniv ya kita ? Ya ampun hahaha aku lupa.” Ujar Elina ikut tertawa.
“Yahh.. dia juga ketawa…”
“Makanya dengerin aku dulu ngomong Elina sayang…” Ujar Liam lagi.
“Hahahhahaha…” Elina masih terbahak – bahak sampai mengeluarkan air mata.
“Eh kamu nangis Sayang ?” kata Liam lalu melihat wajah Elina. Memegang pipi Elina dengan kedua tangannya.
“Hahahha, enggak kok enggak aku gak nangis sayang, aku malahan mau minta maaf dan bilang terima kasih, karena aku lupa dan kamu ngingetin aku. Makasih ya sayang.” Ujar Elina berhenti tertawa dan mencium kecil bibir Liam. Liam pun tersenyum.
“Aku maafin kamu kok.”
“Terus tadi kenapa marah – marah gitu?” tanya Elina.
“Hahahha, Cuma bercanda sayang, aku mau nguji kamu, eh kamunya beneran lupa sekarang annive kita. Padahal aku udah ajak kamu ke Hyde Park, udah liatin foto kita berdua pertama kali jadian.”
“Oh, hahahaha, maaf ya sayang, beneran deh lupa.” Senyum Elina ke Liam. Liam mencubit kecil hidung Elina.
“Hmm, udah yuk aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Gak terlalu seru sih.”
“Ayuk deh, gapapa gak seru juga, yang penting aku sama kamu.” Ujar Elina senyum lagi ke Liam. Liam dan Elina bangun dari duduknya. Bergandengan tangan dan saling senyum.

Setelah melakukan perjalanan kurang lebih satu jam. Ternyata Liam membawa Elina ke sebuah restoran Perancis yang bernuansa sangat romantis.
“Diam ya, now, please close your eyes.” Ujar Liam lembut.
“Okay, but what are you doing ?”
“Just hold my hand honey.” Ujar Liam.
Masuklah mereka berdua ke restoran tersebut.
“Hmm,sekarang udah sampe duduk pelan – pelan.” Duduklah Elina dan Liam berbarengan.
“Hmm, okay..” jawab Elina.
Tiba – tiba ada suara dentingan piano yang dibunyikan. Piano tersebut mengeluarkan suara dengan lagu The Man Who Can’t Be Moved.
“Okay, ini maksudnya apa ?”
Elian pun membuka matanya. Kaget bukan kepalang ketika dirinya mendapati di depan matanya ada cincin yang di pegang Liam.
“Will you marry me ?” Ujar Liam tiba – tiba. Elina semakin kaget. Ia tak bisa berkata – kata. Alunan piano masih berbunyi.
“I…. I….”
“Please honey. Aku tahu kamu adalah wanita yang tepat buat aku. Aku mau kamu ada disampingku untuk selama – lamanya.” Ujar Liam lagi. Elina mengeluarkan air matanya terharu.
“Don’t cry please. Aku gak tega liat cewe nangis sayang.”
“Aku gak nangis karena sedih Liam, aku nangis karena aku terharu dan bahagia.”
“Jadi jawaban kamu apa ? Will you marry me ?”
“Hmmm, aku… Aku mau kok..” Senyum Elina. Liam memasangkan cincin yang dibawanya lalu mencium tangan dan kening Elina.
“Makasih sayang..” ujar Liam senyum. Ia pun memerintahkan pelayan untuk memberhentikan musiknya.
“Kamu bikin ini semua ?” Liam mengangguk sambil meminum champagne nya.
“Keren banget – banget.” Ujar Elina lagi. Kali ini perbincangan beralih ke perbincangan ringan.
“Makasih.” Senyum Liam.
“Eh iya, kalo aku setuju, belum tentu Danny setuju loh, kamu harus bilang sama Danny dulu…” ujar Elina sambil meledek.
“Dia sih pasti nerima, aku kan fans the script. Hahaha.”
“Iya ? Yakin banget, terus apa hubungannya coba.”
“Hahahhahaha, kamu tenang aja, aku nanti bilang sama Danny kok.”
“hahahaha, bagus – bagus.”
Makanan mereka datang. Langsunglah mereka berdua menikmati makanan itu. Perbincangan semakin seru. Setelah dua jam di restoran itu. Memory indah terukir di restoran perancis itu. Liam dan Elina sama – sama tersenyum. Akhirnya mereka berdua pulang. Liam mengantar Elina sampai kerumahnya.

Di depan rumah Elina.
“Makasih ya buat hari ini, semua – semuanya. Maafin aku udah bikin kamu marah.” Ujar Elina sambil memegang kedua tangan Liam.
“Iya sama – sama sayang. Gapapa kok, aku juga minta maaf sama kamu, aku marah sama kamu untuk hal yang sepele.”
“Enggak – enggak, kamu bener kok, gak seharusnya juga aku terlambat dan ngasih kabar Cuma sedikit, bikin kamu khawatir dan nunggu lama.”
“Hahahhaha, gapapa sayang, aku nungguin kamu lama aja biasa aja, aku kan the man who can’t be moved kamu..” ujar Liam lagi sambil tersenyum.
“Yaudah sekarang kamu pulang istirahat. Besok kan kerja kita.”
“Iya – iya, I will. Kamu juga ya jangan cape – cape. Aku gak mau kamu sakit.”
“Iya sayang.” Mereka pun terdiam cukup lama sampai akhirnya Liam mencium bibir Elina cukup lama dan Elina membalasnya.
“Hmmm, thanks for the kiss too.” Ujar Elina lalu pamit dengan Liam dan masuk ke rumahnya. Berhenti di depan pintunya lalu melambaikan tangannya ke Liam. Liam membalas lalu masuk ke mobil dan pergi meninggalkan rumah Elina.
Elina masuk ke dalam kamarnya. Dari rumahnya yang tidak dikunci pertanda Danny sudah pulang. Danny sudah ada di kamarnya. Pikir  Elina. Tapi ketika Elina ingin masuk ke kamarnya ada suara yang tidak asing baginya.
“Ciyee… ciumannya kayaknya punya banyak arti ya…” Ujar Danny ternyata yang meledek Elina. Elina berbalik dan memarahi Danny.
“Ihhhh ngintip aja deh. Bikin malu.”
“Hahhahaa.” Danny tertawa terbahak – bahak dan Elina langsung masuk ke kamarnya.
Elina duduk di tempat tidurnya memandangi cincin yang diberikan Liam. Dia membuka cincin itu dari jarinya dan melihat ternyata ada tulisan. “I love you Liam” dari bahasa Irlandia. Elina tersenyum dan berpikir mungkin Liam juga punya cincin yang sama yang bertuliskan “I love you Elina.” Malam itu adalah malam yang terindah bagi Elina. Setelah menjalani hubungan cukup lama dengan Liam akhirnya Liam mencoba melamar Elina. Elina tersenyum lagi mengingat betapa manisnya kenangan – kenangan yang diukir oleh mereka berdua.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...