Part 29
1 Tahun Kemudian.
“Belum sempet nonton konser atau ketemu OneRepublic,
padahal tinggal minta aja sama Danny..” Pikir Elina.
“Going back to the college, where I first saw you..”
Liam tiba – tiba datang dan bernyanyi. Dia membawa satu tangkai mawar merah
untuk Elina.
“Aww, that’s too sweet, may I have a thousands roses
?” Elina nyengir.
“Later maybe..” ujar Liam lalu mencium kening Elina.
“Ayo berangkat, kamu pagi – pagi bikin aku terbang
nih, hehe..” ujar ELina sambil merangkul lengan Liam. Berangkatlah mereka
berdua.
Elina dan Liam sedang asyik berbincang, sampai
akhirnya bunyi handphone Liam memutuskan pembicaraan mereka. Handphone Liam
tertaruh di tempat handphone yang ada di dashboard mobil Liam. Elina tak
sengaja melihat handphone itu menyala dan telepon masuk itu tertulis nama
“Viona”. “It’s viona. Mantannya Liam, ngapain dia nelpon disaat aku lagi seneng
gini.” Ujar Elina dalam hati.
“Ahhh, sorry for this one..” ujar Liam salah tingkah
lalu mematikan handphonenya.
“Kenapa dimatiin ? Diangkat aja, gak sopan loh..”
ujar Elina datar sambil mencium bunga mawar pemberian Liam.
“Hmm, enggak gapapa, gak penting..”
“Yakin gak penting ? Kalo gak penting gak mungkin
loh nelpon masih pagi gini, mungkin aja dia butuh teman.” Ujar Elina datar
lagi. Liam jadi makin gak enak sama Elina.
“Hehehe, beneran kok gapapa..”
“Oww, okay, eh udah nyampe yaudah ya aku turun dulu,
bye, thanks for the flower, be careful on your way. Oh yeah, once again, if you
have an important appointment with her, just do it.” Senyum ELina kecut sambil
menutup mobil Liam agak kencang.
“Aduh, pake ketahuan lagi. Viona juga ngapain nelpon
pagi – pagi, udah tahu aku gak bisa bantu dia.” Ujar Liam kesal.
Liam pun pergi berlalu melajukan mobilnya.
Meninggalkan kantor Elina menuju kantornya.
Sementara itu, sesampainya Elina di kantor ia
langsung terduduk lesu. Menaruh begitu saja mawar dari Liam. Tidak menaruh di
vas bunganya yang ada di mejanya. Lesunya Elina terlihat oleh Javi yang
mengikutinya sampai ruangan Elina. Javi menghampirinya.
“Hmm, ada apa ?” tanya Javi singkat.
“I’m okay, it’s okay..” ujar Elina datar.
“Not like Elina. Kalo ada masalah cerita aja.”
“No, it’s okay, it’s my privat problem, thanks for
your attention.” Senyum Elina.
Bekerjalah Elina hari itu. Hari itu Elina tidak
terlalu semangat untuk bekerja. Lesu. Entah kenapa Elina masih memikirkan
telpon masuk dari Viona untuk Liam tadi pagi. Akhirnya selesailah ia bekerja.
“Waktunya pulang tidur di rumah..” ujar Elina dalam hati.
Hari Sabtu yang indah. Elina dan Liam berencana
untuk jalan berdua ke pusat kota. Jam menunjukkan pukul 3 sore waktu Inggris.
Liam datang membawa mobilnya menjemput Elina. “Tin tin” bunyi klakson mobil
Liam.
Di depan taman terdapat Danny yang sedang asyik
menyiram tamannya. Ibu Elina telah kembali ke Dublin. Ibu Elina memutuskan
untuk tidak tinggal di London. Yang penting dia masih bisa berhubungan dengan
anak – anaknya.
“Hey, my bro... pergi dulu ya..” peluk Elina pada
saudaranya itu.
“Yes, be careful, dear, hey Liam don’t forget to keep
my sister!” Ujar Danny teriak pada Liam.
“Yeah, I will, don’t worry Danny.” Balas Liam. Elina
tersenyum pada Danny.
“Bye..” pamit Elina pada Danny.
Liam turun dari mobilnya dan membukakan pintu
mobilnya untuk Elina.
“Thank you..” senyum Elina.
“You’re welcome sweetheart.” Balas Liam.
Berangkatlah mereka berdua ke pusat kota.
Sampailah Liam dan Elina di pusat kota. Cukup ramai
hari itu. Selain weekend, di pusat kota sore ini sedang ada festival music.
Elina dan Liam menontonnya sebentar lalu Elina merasa haus dan meminta Liam
untuk mengantarnya. Liam mengiyakan ajakan Elina.
Sampailah mereka di kedai kopi di dekat taman pusat
kota. Elina dan Liam masuk. Tapi, Liam meminta izin kepada Elina untuk keluar
sebentar, sementara Elina membeli kopi. Liam berniat ingin membelikan permen
lollipop di penjual dekat kedai itu.
Liam keluar dari toko itu dan menuju penjual itu dan
sekembalinya dia dari membeli permen untuk menuju toko itu lagi tiba – tiba. “Bukk..”
“Hey, you… Liam ? Liam ? Oh, I can’t believe it, Liam
? I’m Viona..”
“Yeah, I know, can’t believe that we can meet in
this place, how are you ?”
“I’m fine, what about you ? long time no see..”
senyum manis Viona pada Liam. Ternyata Liam tidak sengaja bertemu Viona di
kedai itu. Viona sedang lewat dan tak sengaja Liam menabraknya karena terburu –
buru keluar toko.
“Yeah, you’re true, I’m fine too thanks, what are
you doing here ?” ujar Liam masih kaget melihat ada Viona disini. Ini bukan
hari yang bagus untuk bertemu Viona, karena Liam sedang jalan dengan Elina.
“Pasti Elina mikir yang enggak – enggak.” Ujar Liam dalam hati.
“I’m just walking around, alone, hahaha..” Modus
sekali Viona.
“Kenapa sih kamu setelah kita putus gak ngubungin
aku lagi, aku sms gak bales, aku telpon gak diangkat, apalagi kemarin, kenapa
sih Liam ? aku kangen tahu sama kamu.” Lanjut Viona. Viona adalah mantan Liam
sebelum Elina. Mereka jadian waktu SMA. Tapi Viona sampai sekarang masih cinta
dengan Liam.
“Hmm, aku, aku focus sama kuliahku Na, sory ya kalo
kamu kangen…”
“Tapi kita masih bisa berteman kan ?” ujar Viona
sambil berbisik. Entah apa yang ada di pikiran Viona ? Berbicara begitu saja
sampai berbisik. Tak disangka Elina melihat kejadian itu. Viona berbisik ke
telinga Liam begitu dekat. Elina langsung muram.
“Iya masih bisa, tapi gak usah bisik – bisik juga
gapapa kok ya..” ujar Liam sambil menyingkirkan pelan badan Viona.
“I’ve to go, I’m gonna miss you Liam..” ujar Viona
sambil tiba – tiba memeluk Liam erat sekali. Liam tak membalas, malahan Liam
risih Viona melakukan itu padanya. Elina yang melihat kejadian itu tambah marah
dan tak sengaja menjatuhkan 2 gelas kopi yang sudah dipesannya. Liam mendengar
jatuhnya gelas itu dan menengok kearah gelas itu jatuh. Ketika Liam menengoknya
ternyata yang menjatuhkan adalah Elina. Liam sontak melepaskan pelukan itu dan
pamit untuk meninggalkan Viona.
“I’ve to go too, Viona.” Ujar Liam sambil mengejar
Elina yang tiba – tiba pergi setelah menjatuhkan gelas kopi yang di bawanya.
“But……. Well, don’t forget to call me.. Honestly I’m
still in love with you.”
“Yeah…” jawab Liam singkat.
“Elina.. Elina…. Elina.. please don’t leave me, I
promise to your brother to keep you.”
“Throw your promise.” Ujar Elina sambil terus
berjalan cepat menuju Halte Bus.
Kejadian itu membuat Elina menangis di Bus. Elina
tak menyangka Liam masih berhubungan dengan Viona. “Pake bisik – bisik, pelukan
gitu, emangnya gak ada yang liat apa ? Liam juga diem aja lagi, huh!!!!” ujar
Elina kesal.
“Elina.. please don’t leave me.” Teriak Liam setelah
Elina masuk ke Bus dan duduk membelakangi kaca.
“Aduh, tuh kan bener, pasti mikirnya yang engga –
engga deh, aduh pake ketemu Viona segala lagi.” Ujar Liam kesal sambil masuk ke
mobilnya dan pergi meninggalkan taman di pusat kota itu. Menyetir menuju rumah
Elina.
Sampailah Liam dirumah Elina lebih cepat dari Elina.
Tak berapa lama Elina datang dan berjalan cepat melewati Liam untuk masuk
kerumahnya. Liam mencoba memegang tangannya dan menghentikan langkah Elina.
“Elina, stop dulu…” ujar Liam.
“No, I don’t want.”
“Elina please dengerin aku dulu, aku tuh gak maksud
tadi….”
“Udah ahh, aku capek, ini udah malem. Mendingan kamu
pulang deh, oh iya jangan lupa tuh telpon Viona biar dia seneng, gak perlu
meluk kamu di depan muka aku, gak perlu juga bisik – bisik depan aku. Good
night, darling. Bye.” Ujar Elina masuk ke rumahnya.
“Elina, asal kamu tahu, apa yang kamu lihat itu
bukan yang sebenarnya. Aku Cuma cinta sama kamu. Viona itu masa lalu aku.” Teriak
Liam dibarengi dengan Elina menutup pintu. Elina hanya terdiam di depan balik
pintu dan menunduk.
“You will have problem with him, hey, say to him to
not to shout in front of my house.” Ujar Danny tiba – tiba yang ternyata ia ada
diruang tv malam itu. Elina tak melihatnya.
“Jangan suka marah gitu, kamu harusnya dengerin
penjelasan dia dulu, nanti kalo ada apa – apa nyesel loh.” Ujar Danny lagi
sambil asik nonton tv dan mengemil makanannya.
“Ahh, you don’t understand Danny, he has done bad
thing in front of me.” Ujar Elina ngambek. Elina pun duduk di sofa di samping
Danny.
“Okay, I’m sorry my sweet sister.” Ujar Danny.
“Huh.” Ujar Elina.
“You know, I can’t believe that, A girl who was
being Liam’s ex come. She whispered something that I didn’t know and suddenly
mereka pelukan di depan aku, Dan, apa salah aku ?”
“Terus ?” ujar Danny singkat.
“Ya udah, begitu, beberapa hari yang lalu emang
Viona, Liam’s ex, hubungin Liam, tapi Liam gak angkat karena ada aku, ngapain
coba ?”
“Jangan buruk sangka dulu, mungkin aja Vionanya
butuh bantuan Liam.”
“I don’t know, I’m too tired to think about it. Good
night my bro..” Elina berdiri dan menuju kamarnya.
Elina menutup pintunya dan melempar tasnya entah
kemana. “Ahh, gak tahu ahh, pokoknya Liam tadi jahat.” Ujar Elina kesal.
Meneteslah air mata Elina. Elina ingat betapa sedihnya cerita Liam ketika Liam ingin
mendapatkan Elina. Liam harus menunggu dulu karena Elina punya perasaan dengan
Javi. Tapi sekarang Elina melihat kejadian itu dan meragukan perasaan Liam.
Jelas disini Elina belum paham duduk permasalahannya.
Sementara itu Liam telah sampai rumahnya. Memasukkan
mobilnya dan mengetuk pintu.
“Mom, I’m home.” Ujar Liam. Tapi Ibunya tak
menjawab. Liam pun mencoba membuka pintu. Ternyata pintunya tidak dikunci. Liam
masuk. Ia langsung menuju ruang makan untuk mengambil minum dikulkasnya. Tiba –
tiba Ibunya datang dan menyapa Liam.
“Anak mama udah pulang, kenapa lesu banget mukanya
?” ujar Ibu Liam lembut.
“Hmm, yes Mom..” Liam tiba – tiba memeluk Ibunya.
“Hmm, kenapa ? Mau cerita, kalo gak mau, kamu
istirahat aja, biar pikiran kamu seger lagi ya..”
“I’ll try Mom, thank you for your attention.”
“You’re welcome honey.” Ujar Ibu Liam sambil mencium
kening Liam.
“Kalo lagi ada masalah sama Elina, cerita aja sama
mama, jangan ragu.” Ujar Ibu Liam lagi.
Liam hanya tersenyum dan berlalu menuju kamarnya
yang berada di lantai dua. Liam masuk ke kamarnya dan berbaring di tempat
tidurnya. Melihat sekeliling kamarnya. Bergerak kesana kemari dan tiba – tiba
terhenti di salah satu meja di samping tempat tidurnya. Terlihat foto ia
bersama Elina sewaktu wisuda dulu. Elina terlihat cantik disana. Liam langsung
berujar “Apa yang kamu lihat gak sesuai apa yang kamu pikirin, aku harap kamu
ngerti Elina, kita udah lama ngejalanin hubungan ini. Maaf aku tadi diam aja
waktu di peluk Viona. Aku gak tahu kenapa aku gak bisa bergerak terdiam dalam
pelukannya, tapi jujur aku gak selingkuh.” Seketika ia merangkul gulingnya dan
berusaha tertidur.
Comments
Post a Comment