BRENT IS COMING AGAIN
Brent’s
Aku penasaran dengan perempuan itu. Bagaimana dia
bisa tahu kalau aku Brent ? Bagaimana bisa dia menilai aku, kalau aku berubah.
Aku ingin bertemu dengannya, Ya, aku harus ke toko langgananku itu.
Aku bergegas keluar dari apartemenku. Setelah sampai
di mobilku ternyata Ryan telepon, aku pun mengangkatnya. “Ya, kenapa ?” ujarku
singkat. “Ahh, syukurlah, apakah kau sedang ada acara hari ini ?” tanyanya.
“Yap, aku ingin pergi sekarang, kenapa ?” tanyaku padanya. “Hmm, aku ingin kau
ke studio, ada beberapa lagu yang harus di edit, dan aku butuh kau sebagai
pemain cello, Brent, bisakah kau kesini ?” tanyanya lagi. “Hmm, baiklah, tapi
sehabis aku pergi ya. Tidak buru – buru kan ?” tanyaku lagi. “Tidak kok, tenang
saja, tapi jangan lama – lama ya, aku membutuhkanmu sekali.” Kata Ryan memohon.
“Okay, bye..” ujarku menutup telepon. Aku pun masuk ke mobil dan jalanlah aku
ke toko tempat perempuan yang dipanggil Rose itu.
Setelah satu jam perjalanan, aku sampai di toko
music ini. Hari ini terlihat cukup ramai. Aku memakai kacamata hitamku untuk
menutup sedikit bahwa aku ini adalah Brent dari OneRepublic. Agak mengganggu
memang popularitas ini, tapi ini adalah resikoku. Aku pun masuk, aku melihat
James yang sedang sibuk, aku memberinya senyum, dia balik tersenyum padaku. Aku
melihat dua perempuan yang menjadi pegawai disana juga, mereka tersenyum padaku
cukup lebar, aku kembali memberinya senyum. Tapi aku tidak melihat ada Rose.
Setelah ku telurusi seluruh sudut ruangan, ternyata dia sedang bersama Gary,
ya, pegawai lelaki yang kemarin memanggil perempuan yang aku cari ini “Rose”.
Aku pun menghampirinya.
Rose’s
“Ya, Gary, kita butuh sesuatu berbeda di sebelah
sini.” Aku memberikan sedikit ideku kepada Gary untuk design toko ini, sebentar
lagi thanks giving, jadi toko kami perlu sedikit renovasi agar terlihat lebih
indah, tiba – tiba ada seorang yang menghampiri kami berdua.
“Hi..” ujarnya membuka salam. Dia pun membuka
kacamata hitamnya. Gary tersenyum. Dia langsung menyapa lelaki ini. Lelaki ini
adalah Brent. Brent datang lagi setelah dua minggu yang lalu kesini. “Hi,
Brent, apa kabar kau ?” ujar Gary sambil memeluknya. “Aku baik – baik saja
kok.” Balasnya. “Adakah yang kau cari ? Maksudku, apakah kau sedang butuh alat
music baru ?” tanya Gary lagi. “Hmm, sebenarnya tidak, aku ingin bertemu..”
belum sempat Brent selesai bicara, Gary memotong, aku disitu hanya diam saja,
menunduk, dan membaca proyek toko kami. “Mencari siapa ?” tanya Gary. “Aku
ingin bertemu Rose..” ujarnya, lalu kami bertiga terdiam. Aku langsung menatap
Brent. Brent langsung menatap diriku juga.
“Apa ada Rose ?” ujarnya lagi. “Aku Rose.” Ujarku
padanya singkat. Dia tersenyum padaku. Gary pun langsung menengokku dan dia
tersenyum padaku. “Hmm, Rose ? Rose disampingku, dan ini yang namanya Rose.”
Ujar Gary sambil menengokku lagi. “Ahhh…” ujarnya puas. “Memangnya ada apa ?”
tanyaku padanya. Kenapa harus aku ? Yang menunggu kedatangan Brent kan Daniela.
Daniela juga sempat menengokku. Dia tersenyum padaku dan menunjuk Brent dari
jauh. Aku hanya menganngguk dan tersenyum balik pada Daniela. “Ahhh, aku tahu.
Ya sudah, aku tinggal dulu ya, aku ingin membantu James dulu. Nikmatilah..”
ujar Gary dan pergi. Maksud dia apa meninggalkanku berdua dengan Brent disini.
Aku gugup.
“Kau kenapa mencariku ?” ujarku tiba – tiba setelah
Gary meninggalkan kami. “Memangnya tidak boleh ?” ujar dia sambil terkekeh.
“Hmm, bukan begitu sih, sebenarnya yang menunggu kedatanganmu adalah perempuan
itu.” Ujarku sambil menunjuk Daniela. Daniela tersenyum pada kami berdua. “Aku
hanya ingin menanyakan, kenapa kau bisa tahu diriku ? Kau bisa tahu kalau aku
berubah. Kemarin aku juga melihatmu di bagian depan barisan penonton, menonton
kami yang sedang konser.” Ujarnya sambil menjelaskan malam kemarin. Ternyata
dia benar melihatku. Aku kira dia tidak mengenaliku. “Kau ini lucu Brent,
ingatanmu tak bagus tapi kenapa kau bermain cello maupun bass sangat piawai.”
Ujarku sedikit memuji. “Hey, aku serius Rose..” ujarnya sedikit kesal.
“Baiklah, baiklah, aku akan memberitahukanmu. Aku itu mengenalimu karena kau
dulu itu satu ekskul music denganku. Kau tidak ingat aku ya ? Rose Anderson.”
Ujarku lagi.
“Hah ? Sebentar..” ujarnya sambil memejamkan matanya
untuk mengingat ingatan yang sudah cukup lama terjadi itu. Ketika ia memejamkan
mata, terlihat sekali wajahnya manis bagiku. Dia beneran berubah. “Ahh, Rose
Anderson, bermain gitar menyanyikan salah satu lagu The Beatles.” Ujarnya.
“Iya.. betul sekali, akhirnya kau ingat.” Ujarku sambil tersenyum. “Kau juga
berubah.” Ujarnya. “Berubah ? Maksudmu ?” tanyaku. “Lebih menawan dan cantik.
Itu kan ingatan yang sudah lama sekali, bagaimana bisa kau masih mengingatku ?”
tanyanya padaku. “Bisa saja kau. Aku tidak bisa lupa denganmu karena kau adalah
partnerku ketika aku dan kau akan mengiringi sebuah drama di sekolah dasar
dulu.” Jelasku padanya. “Ahhh, benar. Snow White ? kuno sekali.” Ujarnya manis
padaku. “Yap, kau benar.” Ujarku singkat. “Senang sekali bertemu denganmu
lagi.” Ujarnya lagi. Brent ada – ada saja sih. Kau benar – benar membuatku
malu. Wajahmu manis sekali, tak seperti dulu. “Rambutmu tidak kribo lagi ?
Seperti dulu di album pertama dan kedua ? Aku sering melihatmu di TV.” Jelasku
sambil menunjuk rambutnya yang sekarang terlihat di cukur habis. Jujur, Brent lebih
baik seperti ini, lebih tampan bagiku. Aku tersenyum padanya.
Brent’s
“Kenapa kau tersenyum seperti itu, Rose ? Memangnya
aku jelek ya sekarang ?” tanyaku padanya yang melihatku seperti melihat orang
yang aneh. Sebenarnya aku sudah mengenal Rose, tapi aku hanya pura – pura tak
tahu, mudah – mudahan saja dia tidak berpikir apa – apa. “Tidak, tidak, jujur
kau terlihat lebih baik dengan rambutmu yang sekarang.” Ujarnya memujiku. Aku
tersenyum dan menunduk. “Hmm….” Aku tidak bisa bicara lagi ketika melihat dia
tersenyum. “Hmm, kenapa ? Oh ya, bagaimana album barumu, kudengar dari James,
katanya kau akan membuat album baru ya ?” tanyanya padaku. “Ya, begitulah, kami
sedang mengedit edit album itu. Oh, Rose, untunglah kau menanyakan album
baruku..” ujarku. Aku lupa aku punya janji pada Ryan, ini sudah satu jam
setelah dia menelponku, aku lupa sekali. “Kenapa ? Ada yang salah aku
menanyakan itu ?” ujar Rose seperti merasa bersalah. “Bukan, bukan, itu hal
bagus kok. Aku harus pergi sekarang.” Ujarku lalu pamit dengan Rose. “Terima
kasih atas waktumu Rose, aku sangat senang bertemu denganmu.” Aku berbalik lalu
berjalan menuju mobilku. Oh ya, aku akan sangat menyesal jika aku tak meminta
nomor Rose.
“Rose..” ujarku padanya, lalu dia seperti kaget
melihatku kembali. “Kenapa ? Kau kembali lagi ? Ada yang tertinggal ?” ujarnya
lembut. Kasihan melihatku yang kembali sambil nafasku terengah. “Tidak kok,
tidak ada. Aku…” ujarku sambil terengah. “Aku apa ?” tanyanya sambil khawatir
melihatku. “Hahaha, kau lucu sekali, aku hanya ingin meminta nomor teleponmu..
boleh ?” tanyaku padanya sambil tersenyum. “Ohhh, kukira apa… boleh, sebentar
ya..” ujarnya sambil mengambil secarik kertas lalu menulis nomor beserta
namanya. Lalu dia memberikannya padaku. “Ini dia, memangnya untuk apa ?”
tanyanya padaku. “Hmm, liat saja nanti, sayang kan menemukan teman tidak
meminta nomor teleponnya, apalagi teman lama, terima kasih ya. Bye…” ujarku
lalu aku bergegas pergi menemui Ryan. Dia tersenyum manis padaku. Berlebihan
sekali, mungkinkah aku suka padanya ?
OneRepublic’s Studio.
“Hello…” ujarku sambil berteriak menyapa semua orang
yang ada disana. “Mana celloku ?” aku bertanya pada Ryan. “Hey, ada apa ini ? Kau terlihat senang
sekali. Cello dan bass mu ada disana.” Ujar Ryan sambil menunjuk salah satu
sudut ruangan yang ada diruangan kami. “Terima kasih.” Ujarku sambil tersenyum.
Aku tidak akan memberitahukan apa yang terjadi. Oh iya, Rebecca. Aku
melupakannya. Sepertinya, aku punya sedikit ide gila untuk Rebecca. Karena
ketidak cocokkanku dengan Rebecca, aku akan memutuskan hubungan kami besok. Aku
tidak memikirkan Rebecca sama sekali, yang ada di pikiranku saat ini hanyalah
Rose, tiba – tiba Rose mengisi pikiranku yang sedang kacau dengan Rebecca.
Mungkinkah aku jatuh cinta pada Rose ?
“Aku siap,
mari kita mulai editing nya.” Ujarku pada semua member OneRepublic. Dimulailah
editing album kami hari itu. Untung saja Ryan tidak marah padaku karena sedikit
lama menungguku yang kubilang bahwa aku pergi sebentar.
Rose’s
Brent yang aneh, masa dia sampai segitunya meminta
nomorku. “Hey, ciye.. sepertinya ada yang sedang diincar artis nih.” Ujar
Laurent tiba – tiba. “Ahh, sudahlah Laurent.” Ujarku padanya. “Tidak apa,
Daniela pasti rela.” Ujar Laurent sambil menyikut Daniela. “Yap, asalkan aku
bisa bertemu Brent setiap hari, hehehe.” Ujarnya sambil terkekeh. “Sudahlah,
kami hanya teman. Teman lama yang bertemu kembali.” Ujarku menenangkan keadaan.
Tapi, apakah iya aku suka padanya ? Semua tingkah yang dilakukan Brent tadi,
menurutku tidak biasa. Ah, tidak, jangan terlalu percaya diri dulu. AKu takut
sakit hati seperti dulu.
Comments
Post a Comment