Skip to main content

OneRepublic FF Part 8



BRENT IS COMING AGAIN
Brent’s
Aku penasaran dengan perempuan itu. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku Brent ? Bagaimana bisa dia menilai aku, kalau aku berubah. Aku ingin bertemu dengannya, Ya, aku harus ke toko langgananku itu.
Aku bergegas keluar dari apartemenku. Setelah sampai di mobilku ternyata Ryan telepon, aku pun mengangkatnya. “Ya, kenapa ?” ujarku singkat. “Ahh, syukurlah, apakah kau sedang ada acara hari ini ?” tanyanya. “Yap, aku ingin pergi sekarang, kenapa ?” tanyaku padanya. “Hmm, aku ingin kau ke studio, ada beberapa lagu yang harus di edit, dan aku butuh kau sebagai pemain cello, Brent, bisakah kau kesini ?” tanyanya lagi. “Hmm, baiklah, tapi sehabis aku pergi ya. Tidak buru – buru kan ?” tanyaku lagi. “Tidak kok, tenang saja, tapi jangan lama – lama ya, aku membutuhkanmu sekali.” Kata Ryan memohon. “Okay, bye..” ujarku menutup telepon. Aku pun masuk ke mobil dan jalanlah aku ke toko tempat perempuan yang dipanggil Rose itu.
Setelah satu jam perjalanan, aku sampai di toko music ini. Hari ini terlihat cukup ramai. Aku memakai kacamata hitamku untuk menutup sedikit bahwa aku ini adalah Brent dari OneRepublic. Agak mengganggu memang popularitas ini, tapi ini adalah resikoku. Aku pun masuk, aku melihat James yang sedang sibuk, aku memberinya senyum, dia balik tersenyum padaku. Aku melihat dua perempuan yang menjadi pegawai disana juga, mereka tersenyum padaku cukup lebar, aku kembali memberinya senyum. Tapi aku tidak melihat ada Rose. Setelah ku telurusi seluruh sudut ruangan, ternyata dia sedang bersama Gary, ya, pegawai lelaki yang kemarin memanggil perempuan yang aku cari ini “Rose”. Aku pun menghampirinya.

Rose’s
“Ya, Gary, kita butuh sesuatu berbeda di sebelah sini.” Aku memberikan sedikit ideku kepada Gary untuk design toko ini, sebentar lagi thanks giving, jadi toko kami perlu sedikit renovasi agar terlihat lebih indah, tiba – tiba ada seorang yang menghampiri kami berdua.

“Hi..” ujarnya membuka salam. Dia pun membuka kacamata hitamnya. Gary tersenyum. Dia langsung menyapa lelaki ini. Lelaki ini adalah Brent. Brent datang lagi setelah dua minggu yang lalu kesini. “Hi, Brent, apa kabar kau ?” ujar Gary sambil memeluknya. “Aku baik – baik saja kok.” Balasnya. “Adakah yang kau cari ? Maksudku, apakah kau sedang butuh alat music baru ?” tanya Gary lagi. “Hmm, sebenarnya tidak, aku ingin bertemu..” belum sempat Brent selesai bicara, Gary memotong, aku disitu hanya diam saja, menunduk, dan membaca proyek toko kami. “Mencari siapa ?” tanya Gary. “Aku ingin bertemu Rose..” ujarnya, lalu kami bertiga terdiam. Aku langsung menatap Brent. Brent langsung menatap diriku juga.

“Apa ada Rose ?” ujarnya lagi. “Aku Rose.” Ujarku padanya singkat. Dia tersenyum padaku. Gary pun langsung menengokku dan dia tersenyum padaku. “Hmm, Rose ? Rose disampingku, dan ini yang namanya Rose.” Ujar Gary sambil menengokku lagi. “Ahhh…” ujarnya puas. “Memangnya ada apa ?” tanyaku padanya. Kenapa harus aku ? Yang menunggu kedatangan Brent kan Daniela. Daniela juga sempat menengokku. Dia tersenyum padaku dan menunjuk Brent dari jauh. Aku hanya menganngguk dan tersenyum balik pada Daniela. “Ahhh, aku tahu. Ya sudah, aku tinggal dulu ya, aku ingin membantu James dulu. Nikmatilah..” ujar Gary dan pergi. Maksud dia apa meninggalkanku berdua dengan Brent disini. Aku gugup.

“Kau kenapa mencariku ?” ujarku tiba – tiba setelah Gary meninggalkan kami. “Memangnya tidak boleh ?” ujar dia sambil terkekeh. “Hmm, bukan begitu sih, sebenarnya yang menunggu kedatanganmu adalah perempuan itu.” Ujarku sambil menunjuk Daniela. Daniela tersenyum pada kami berdua. “Aku hanya ingin menanyakan, kenapa kau bisa tahu diriku ? Kau bisa tahu kalau aku berubah. Kemarin aku juga melihatmu di bagian depan barisan penonton, menonton kami yang sedang konser.” Ujarnya sambil menjelaskan malam kemarin. Ternyata dia benar melihatku. Aku kira dia tidak mengenaliku. “Kau ini lucu Brent, ingatanmu tak bagus tapi kenapa kau bermain cello maupun bass sangat piawai.” Ujarku sedikit memuji. “Hey, aku serius Rose..” ujarnya sedikit kesal. “Baiklah, baiklah, aku akan memberitahukanmu. Aku itu mengenalimu karena kau dulu itu satu ekskul music denganku. Kau tidak ingat aku ya ? Rose Anderson.” Ujarku lagi.
“Hah ? Sebentar..” ujarnya sambil memejamkan matanya untuk mengingat ingatan yang sudah cukup lama terjadi itu. Ketika ia memejamkan mata, terlihat sekali wajahnya manis bagiku. Dia beneran berubah. “Ahh, Rose Anderson, bermain gitar menyanyikan salah satu lagu The Beatles.” Ujarnya. “Iya.. betul sekali, akhirnya kau ingat.” Ujarku sambil tersenyum. “Kau juga berubah.” Ujarnya. “Berubah ? Maksudmu ?” tanyaku. “Lebih menawan dan cantik. Itu kan ingatan yang sudah lama sekali, bagaimana bisa kau masih mengingatku ?” tanyanya padaku. “Bisa saja kau. Aku tidak bisa lupa denganmu karena kau adalah partnerku ketika aku dan kau akan mengiringi sebuah drama di sekolah dasar dulu.” Jelasku padanya. “Ahhh, benar. Snow White ? kuno sekali.” Ujarnya manis padaku. “Yap, kau benar.” Ujarku singkat. “Senang sekali bertemu denganmu lagi.” Ujarnya lagi. Brent ada – ada saja sih. Kau benar – benar membuatku malu. Wajahmu manis sekali, tak seperti dulu. “Rambutmu tidak kribo lagi ? Seperti dulu di album pertama dan kedua ? Aku sering melihatmu di TV.” Jelasku sambil menunjuk rambutnya yang sekarang terlihat di cukur habis. Jujur, Brent lebih baik seperti ini, lebih tampan bagiku. Aku tersenyum padanya.

Brent’s
“Kenapa kau tersenyum seperti itu, Rose ? Memangnya aku jelek ya sekarang ?” tanyaku padanya yang melihatku seperti melihat orang yang aneh. Sebenarnya aku sudah mengenal Rose, tapi aku hanya pura – pura tak tahu, mudah – mudahan saja dia tidak berpikir apa – apa. “Tidak, tidak, jujur kau terlihat lebih baik dengan rambutmu yang sekarang.” Ujarnya memujiku. Aku tersenyum dan menunduk. “Hmm….” Aku tidak bisa bicara lagi ketika melihat dia tersenyum. “Hmm, kenapa ? Oh ya, bagaimana album barumu, kudengar dari James, katanya kau akan membuat album baru ya ?” tanyanya padaku. “Ya, begitulah, kami sedang mengedit edit album itu. Oh, Rose, untunglah kau menanyakan album baruku..” ujarku. Aku lupa aku punya janji pada Ryan, ini sudah satu jam setelah dia menelponku, aku lupa sekali. “Kenapa ? Ada yang salah aku menanyakan itu ?” ujar Rose seperti merasa bersalah. “Bukan, bukan, itu hal bagus kok. Aku harus pergi sekarang.” Ujarku lalu pamit dengan Rose. “Terima kasih atas waktumu Rose, aku sangat senang bertemu denganmu.” Aku berbalik lalu berjalan menuju mobilku. Oh ya, aku akan sangat menyesal jika aku tak meminta nomor Rose.
“Rose..” ujarku padanya, lalu dia seperti kaget melihatku kembali. “Kenapa ? Kau kembali lagi ? Ada yang tertinggal ?” ujarnya lembut. Kasihan melihatku yang kembali sambil nafasku terengah. “Tidak kok, tidak ada. Aku…” ujarku sambil terengah. “Aku apa ?” tanyanya sambil khawatir melihatku. “Hahaha, kau lucu sekali, aku hanya ingin meminta nomor teleponmu.. boleh ?” tanyaku padanya sambil tersenyum. “Ohhh, kukira apa… boleh, sebentar ya..” ujarnya sambil mengambil secarik kertas lalu menulis nomor beserta namanya. Lalu dia memberikannya padaku. “Ini dia, memangnya untuk apa ?” tanyanya padaku. “Hmm, liat saja nanti, sayang kan menemukan teman tidak meminta nomor teleponnya, apalagi teman lama, terima kasih ya. Bye…” ujarku lalu aku bergegas pergi menemui Ryan. Dia tersenyum manis padaku. Berlebihan sekali, mungkinkah aku suka padanya ?

OneRepublic’s Studio.
“Hello…” ujarku sambil berteriak menyapa semua orang yang ada disana. “Mana celloku ?” aku bertanya pada Ryan.  “Hey, ada apa ini ? Kau terlihat senang sekali. Cello dan bass mu ada disana.” Ujar Ryan sambil menunjuk salah satu sudut ruangan yang ada diruangan kami. “Terima kasih.” Ujarku sambil tersenyum. Aku tidak akan memberitahukan apa yang terjadi. Oh iya, Rebecca. Aku melupakannya. Sepertinya, aku punya sedikit ide gila untuk Rebecca. Karena ketidak cocokkanku dengan Rebecca, aku akan memutuskan hubungan kami besok. Aku tidak memikirkan Rebecca sama sekali, yang ada di pikiranku saat ini hanyalah Rose, tiba – tiba Rose mengisi pikiranku yang sedang kacau dengan Rebecca. Mungkinkah aku jatuh cinta pada Rose ?
 “Aku siap, mari kita mulai editing nya.” Ujarku pada semua member OneRepublic. Dimulailah editing album kami hari itu. Untung saja Ryan tidak marah padaku karena sedikit lama menungguku yang kubilang bahwa aku pergi sebentar.

Rose’s
Brent yang aneh, masa dia sampai segitunya meminta nomorku. “Hey, ciye.. sepertinya ada yang sedang diincar artis nih.” Ujar Laurent tiba – tiba. “Ahh, sudahlah Laurent.” Ujarku padanya. “Tidak apa, Daniela pasti rela.” Ujar Laurent sambil menyikut Daniela. “Yap, asalkan aku bisa bertemu Brent setiap hari, hehehe.” Ujarnya sambil terkekeh. “Sudahlah, kami hanya teman. Teman lama yang bertemu kembali.” Ujarku menenangkan keadaan. Tapi, apakah iya aku suka padanya ? Semua tingkah yang dilakukan Brent tadi, menurutku tidak biasa. Ah, tidak, jangan terlalu percaya diri dulu. AKu takut sakit hati seperti dulu.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...