BACK TO SAN FRANCISCO FOR A WHILE
Rose’s
Harus pamit Natasha dulu. Aku tidak enak
dengannya. Pamit sama Gary, James, Laurent dan Daniela. Mudah – mudahan mereka
masih nerima aku setelah aku liburan seminggu dari San Franc. Oh, Dad, Aku
datang. Setelah sekian lama aku kabur, oh, mungkin bukan kabur, tapi mencari
kehidupan dan suasana yang baru tepatnya. Aku pun bersiap kerumah Natasha. Aku
dan Natasha memang jarang bertemu, tapi kami selalu berhubungan via telepon.
Pernah sesekali aku bertemu dengannya untuk menceritakan kalau aku sudah
berhubungan dengan Brent, dan kali ini aku bertemu dengannya lagi dengan cerita
yang berbeda.
Nat’s House.
“Kau yakin ingin pergi seminggu ?
Rasanya seperti kau kabur dari Brent.” Ujarnya seketika aku sampai dirumahnya.
Sambil memberikan minum padaku, dia berbicara padaku. “Iya, memang aku harus
lari darinya. Aku sudah tak bersamanya lagi Nat.” ujarku dengan suara lirih.
Aku tak kuat jika harus menceritakan Brent lagi. “Apa ? Bagaimana bisa ? Kau
mentelantarkannya, Rose. Ada apa denganmu ?” ujarnya lagi. Aku seperti ditanyai
oleh hakim pengadilan, seakan akan aku yang salah. “Bukan aku yang ada apa,
tapi dengan dirinya. Dirinya tidak cerita kalau dia masih punya pacar,
sedangkan kita sedang menjalani suatu hubungan. Dan ada seseorang yang memang membuatku
harus meninggalkannya.” Ujarku menjelaskan.
Natasha meminum minumnya yang
dipegangnya. Mukanya berubah serius lagi. “Siapa ? Berani sekali dia.” Ujarnya.
“Kau tak perlu tahu, yang jelas orang itu bilang, aku harus meninggalkannya
kalau tidak karir Brent tidak akan cemerlang lagi. Aku takut hal itu terjadi.
Pekerjaan yang Brent geluti sekarang adalah pekerjaan impiannya. Dia sangat
mencintainya.” Ujarku lalu aku mulai menangis. Natasha melihat hal itu lalu
seketika memelukku. “Mungkin kepindahan seminggumu ke San Franc akan membuat
kau lebih baik. Mungkin kau akan mendapat pengganti Brent disana.” Ujarnya
lagi. “Aku tak akan bisa menggantikannya. Aku sudah terlanjur mencintainya,
Nat.” ujarku masih terisak dengan air mata ini. “Tapi jika kau terus – menerus
mengingatnya, kau akan sakit sendiri. Sudahlah, coba membuka hati untuk orang
lain.” Ujarnya lagi. Aku masih berpikir dengan perkataan yang dilontarkan Nat.
Nat sebenarnya ada benarnya juga. Kalau aku terus menerus terpuruk, aku sendiri
yang akan menjadi gila.
Aku pun melepas pelukan Nat. “Baiklah,
baiklah jika itu yang terbaik.” Ujarku mengelap mataku dari derasnya air mata
ini. “Aku pamit ya Natasha. Aku berterima kasih banyak untuk segalanya yang
tidak bisa aku sebutkan satu – satu. Aku janji, hanya seminggu.” Ujarku padanya.
“Nah, itu lebih baik. Nanti langsung main kerumahku ya kalo sudah pulang.”
Ujarnya mengingatkan. “Pasti itu Pasti.” Ujarku tersenyum. Lalu kami berdua
bangkit dari duduk kami. Aku dan Nat menuju keluar pintu rumahnya. Tiket ke San
Franc sudah ku pegang. Aku juga tak sabar untuk bertemu Dad. Saatnya beres –
beres. Besok siang aku ke San Franc. San Franc, aku datang.
Brent’s
“Kita harus bertemu.” Ujar Rebecca yang
berada di ujung telpon. “Kenapa ? Ada apa ?” ujarku bertanya. “Pokoknya aku
tunggu di Civic Center Park. Jam empat sore nanti.” Ujarnya lagi. “Tapi Becca…”
ujarku lalu Rebecca menutup telponnya. Aku hanya bisa memandang Iphoneku dalam
– dalam. Ada apa Rebecca mencariku.
Civic Center Park.
“Ahh, akhirnya kau datang juga,
duduklah.” Ujar Rebecca sesaat setelah aku datang. “Maaf terlambat, aku tadi
ada urusan dengan Band ku.” Ujarku menjelaskan. “Tidak apa, aku mengerti.”
Ujarnya lagi. “Ada apa memanggilku kesini ?” tanyaku. “Aku ingin membicarakan
sesuatu.” Ujarnya lagi. “Apa ?” tanyaku singkat. “Aku tahu kau sedang
berhubungan dengan Rose. Aku tahu dia, dia sangat cantik ya, sampai sampai kau
memutuskan hubungan aku dan kau demi dia.” Ujarnya tiba – tiba membahas tentang
Rose. “Rose tidak ada hubungannya dengan berakhirnya hubungan kita.” Ujarku
menjelaskan. “Tidak mungkin. Tapi sekarang kau sudah putus dengannya kan ? Aku
tahu hal itu. Jadi, apakah kau mau membangung hubungan kembali denganku ?”
tanyanya tiba – tiba. Hey, bagaimana bisa Rebecca tahu aku sudah putus dengan
Rose. Ini kan baru sehari aku putus dengannya. Ada yang tidak beres.
“Maksudmu apa ? Bagaimana kau bisa tahu
?” seketika aku bertanya. “Aku sudah menasihatinya.” Ujarnya tiba – tiba sambil
menengokku. Dia menatapku dalam – dalam. “Ayolah Brent, sadarlah kalau
sebenarnya dia tidak pantas untukmu.” Ujarnya lagi. “Maksudmu apa ? Jangan –
jangan kau menceritakan yang tidak – tidak ya tentangku. Dengar ya, rasa
cintaku terhadap Rose itu sangat dalam. Kau tidak tahu apa – apa tentang ini.”
Ujarku marah padanya. “Tapi Brent, aku tahu kau tidak pantas dengannya.
Kembalilah padaku maka aku akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.” Ujarnya
lagi memohon. “Aku tidak mau, secara tak langsung kau membully Rose. Aku tidak
suka caramu. Aku akan pergi. Selamat tinggal dan terima kasih untuk pertemuan
ini.” Ujarku lalu meninggalkannya. Yang ada dipikiranku saat ini hanyalah Rose.
Aku harus menemuinya.
BMW yang aku kendarai ku laju secara
kencang. Aku langsung menuju Flat yang Rose tinggali.
“Tok, tok, tok.” Ku ketuk pintu Flat
Rose, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya aku berinisiatif untuk menulis suatu
pesan di secarik kertas yang ku bawa.
“Dear Rose Anderson. Aku Brent. Aku
meminta maaf atas segala hal yang telah terjadi. Aku sebenarnya masih sangat
mencintaimu, tapi aku bertanya – tanya mengapa kau ingin mengakhiri segalanya
dengan cepat. Aku tahu mungkin semua ini karena Rebecca. Jujur saja, dia
hanyalah mantanku, bukan siapa – siapa aku lagi. Tapi mungkin Rebecca sudah
cerita yang tidak – tidak tentangku. Percayalah, aku masih sangat amat
mencintaimu. Penuh Cinta. Brent.”
Aku pun melipat kerjtas itu lalu
menyisipkannya lewat lubang bawah pintu. Mungkin dia sedang pergi. Aku harap
dia membaca pesan itu.
Rose’s
Seperti ada yang mengetuk pintu. Aku pun
terbangun dari tidurku. Aku lelah mempersiapkan keberangkatanku ke San Franc
sehingga aku sampai tertidur. Aku pun melihat jam dinding kamarku yang
menunjukkan pukul enam sore. Aku bangun lalu merapikan rambutku. Aku pun menuju
pintu yang seperti diketuk oleh seseorang. Belum sempat aku membuka pintu, aku
seperti menginjak sesuatu. Kulihat disana ada secarik kertas yang dilipat. Aku
mengambilnya dan melihat – lihat kertas itu. Lalu aku membukanya. Aku pun
membaca isi pesan di kertas itu.
Brent ? Brent kesini. Brent isi pesanmu
dalam sekali. Brent. Aku hanya bisa mengucap seperti itu. Aku menutup mulutku
terharu dengan isi surat dari Brent. Tapi aku tak bisa berbuat apa – apa. Aku
takut Rebecca akan berbuat hal yang dia bilang saat bertemu denganku. Aku tak
bisa.
A Day Later.
Jam ditanganku menunjukkan pukul 12
siang. Kertas yang berisi pesan Brent aku taruh di buku diaryku. Aku simpan
baik – baik kertas itu. Aku tak bisa pamit dengan Brent karena alasan hati yang
pasti tak kuat untuk pamit dengannya.
Pengumuman di ruang keberangkatan
pesawat terdengar jelas bahwa sebentar lagi pesawat menuju San Franc akan
berangkat. Aku pun berjalan membawa koper kecilku ini. Aku hanya membawa
beberapa pakaian saja. Aku pun langsung teringat tentang kenanganku di San
Franc. Aku pun seketika rindu akan Dad. Dad, tenang sebentar lagi aku sampai.
San Franc, aku sangat rindu suasana kotamu. Aku datang sekarang.
Comments
Post a Comment