Skip to main content

OneRepublic FF Part 15



A GIRL TELLS ME TO STAY AWAY FROM BRENT

Spring’s.

Rose’s

“Terima kasih, silahkan datang kembali.” Seperti biasanya, aku mengucapkan salam perpisahan kepada pelanggan. Hari ini toko cukup ramai. James, Gary, Daniela, dan Laurent sama sibuknya denganku. Oh iya, aku jadi ingat dengan Brent. Aku rindu. Sedang apa ya dia. Gitar yang ia berikan kemarin masih tersimpan rapi di dalam tas gitarnya. Ahh, mungkin aku berlebihan merindukannya terus. Ujian ketika aku ditinggal olehnya untuk tour juga sudah terlewati, tetapi kenapa ketika ia di Denver aku merindukannya sekali.
“Permisi, apa benar kau yang bernama Rose ?” Seseorang menghampiriku. Dia adalah perempuan yang cantik, aku sampai terpesona dibuatnya. “Iya, kau benar, ada yang bisa kubantu ?” ujarku membalas. “Aha! Syukurlah.” Senyumnya senang. Seperti menemukan berlian saja senangnya. “Ada yang bisa kubantu ?” aku menegurnya lagi. “Ahh, maaf, aku Rebecca.” Ujarnya sambil menjulurkan tangannya. “Iya, senang bertemu denganmu, apa kau ada perlu denganku ?” tanyaku lagi karena pertanyaanku dari tadi belum dijawabnya sama sekali. Ahhh.
“Iya benar, aku ada perlu denganmu, mungkin kau tidak tahu siapa aku, aku asisten manajer di salah satu studio rekaman. Aku ingin berbincang denganmu, ada waktu malam ini ?” ujarnya lagi. Asisten Manajer ? mau apa mencariku ? Memang aku ada salah, atau….
“Hmm, begini, aku hanya ada keperluan pribadi saja denganmu, aku mohon kau datang ya berbincang denganku malam ini di restoran sebrang jalan saja, kau bisa menghubungiku disini.” Ujarnya lagi sambil menyerahkan kartu namanya. Kok, dia percaya sekali samapai memberiku kartu namanya. “Memang penting sekali ya ?” tanyaku lagi. “Penting, sangat penting. Jangan lupa datang ya, dan ya, pekerjaanmu apa disini ?” tanya lagi. “Aku sebagai pramuniaga disini, memangnya kenapa ?” ujarku menjelaskan. “Tidak aku hanya bertanya, terima kasih ya, terima kasih atas waktumu yang aku ganggu sebentar. Aku pamit. Jangan lupa nanti malam pukul 7.” Ujarnya lagi sambil melambaikan tangan lalu berbalik badan dan meninggalkanku. Aku masih memegang kartu namanya. Tertulis disitu “Rebecca White” Asisten Manager. Interscope. Sepertinya aku kenal perusahaan ini.
“Siapa Rose ?” tiba – tiba suara Laurent mengagetkanku. “Hah ? Oh, dia ? Dia bilang nama dia adalah Rebecca, dia ada perlu denganku, tapi aku tidak tahu apa ?” ujarku pada Laurent. “Oh, begitu, ku kira siapa, aku kurang suka dengannya, dari pandangan pertamaku dia orang yang angkuh, hati – hati Rose.” Ujarnya lagi. “Oh, baiklah, terima kasih telah mengingatkan.” Ujarku lalu dibalas senyum dari Laurent. Aku kembali bekerja.

7 p.m

“Halo.. Aku Rebecca, kita bertemu lagi.” Ujarnya padaku setelah aku menunggunya kurang lebih lima menit lalu dia datang dan langsung duduk di depanku. Kami duduk berhadapan. “Yap, aku sudah mengenalmu kok. Kau kan tadi mengenalkan dirimu di toko.” Ujarku menjelaskan. “Oh iya, aku lupa. Baiklah, supaya tidak lama – lama, aku langsung ke pokok permasalahan saja ya.” Ujarnya sambil menaruh kedua tangannya di atas meja.
“Ada apa memang ?” ujarku bertanya. “Kau kenal Brent kan ?” tanyanya tiba – tiba. Aku terdiam sejenak, mau apa dia bertanya tentang Brent. “Yap, aku mengenalnya.” Ujarku singkat. “Bagus. Brent itu sebenarnya adalah pacarku.” Ujarnya lagi. Aku tersedak ketika meminum white wine yang ada di mejaku. “Hey, kau kenapa batuk, kau tidak apa – apa ?” ujarnya bertanya padaku ketika aku sedang mengelap mulutku. Maksudnya apa ? Apa yang akan dia bicarakan malam ini. Hatiku terus bertanya – tanya. Jantungku berdegup kencang.
“Aku tidak apa. Maksudmu apa ya tadi ? Brent pacarmu ?” tanyaku lagi. “Iya, kudengar kau sangat dekat dengannya ya ? Brent selalu memention dirimu di twitternya, apa kau punya hubungan yang pribadi ?” tanyanya lagi. Aku terdiam lagi. Aku bingung harus menjawab apa. “Aku hanya teman.” Ujarku singkat. “Teman ? Sesering itukah Brent harus mentweet tentang dirimu. Akhir – akhir ini Brent sangat jarang bertemu denganku, termasuk ketika dia tour. Dia tak pernah menelponku via skype.” Ujarnya menjelaskan. “Serius, aku hanya teman.” Ujarku lagi meyakinkan. Aku terpaksa bohong. Sehabis pertemuan ini aku akan minta penjelasan dari Brent.
“Hmmm, aku beritahu kau ya. Aku dan Brent sudah pacaran dua tahun. Tolong kau jauhi dia. Jangan menganggu hidupnya. Hidupnya sudah terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan diriku. Kau ini hanya seorang hmm, yeah, seperti yang kau bilang di toko tadi. Kurang pantas berteman dengan Brent.” Ujarnya santai. Aku sakit hati sekali mendengar pertanyaannya. Aku hanya bisa terdiam. Aku tak kuat. Aku ingin menangis. “Asal kau tahu ya, Brent itu bisa terkenal sekarang karena diriku. Aku lah yang merekomendasikannya untuk meyakini Ryan agar dia bisa jadi bagian dari OneRepublic lewat ayahku.” Ujarnya lagi.
“Tapi kan kau pacaran dengannya baru dua tahun, sebelum itu dia memang sudah terkenal kan.” Ujarku agak samar. Aku menahan tangisanku. “Aku kan sudah bilang, aku merekomendasikan lewat ayahku, lalu kami bertemu, Brent suka padaku, aku juga, lalu kami baru jadian.” Ujarnya lagi dengan wajah yang tak berdosa. Aku tertunduk.
“Jangan menunduk saja. Jauhi dia. Dia tidak pantas berteman denganmu. Jangan ganggu hidup dia lagi. Okay ? Atau dia mungkin tidak akan terkenal lagi karena dia bermain dengan wanita macam kau.” Ujarnya agak keras. Apa lagi ini Tuhan ?
“Baiklah. Terima kasih atas jamuan makannya. Aku akan menjauhi dia, tapi tolong jangan menghina pekerjaanku. Terima kasih.” Aku pun marah dan pergi meninggalkannya. Aku keluar dari restaurant itu sambil menangis terisak. Brent kau jahat tak memberitahukan ini padaku. Kau sangat jahat. Aku hanya bisa berbisik di keheningan malam musim semi ini. Seharusnya musim semi adalah hal yang paling menyenangkan. Tapi bagiku ini tidak sama sekali.

Brent’s

“If I lose my self tonight… uhuuu… uhuuu…” lirik terkhir selesai. Akhirnya latihan hari ini selesai untuk persiapan tour America ku dengan OneRepublic. Tapi kenapa perasaanku tidak enak ya. “Hey Brent, jangan diam saja, kita sudah selesai, makan yuk. Kita ingin ke restaurant Italia, mau ikut ?” ujar Zach mengakhiri lamunanku. “Eh Hey, restoran Italia ? Baiklah aku ikut.” Ujarku pada Zach sambil tersenyum. “Kau tidak apa – apa Brent ?” tanya Zach agak khawatir. “Tidak.. Tidak.. Aku tidak apa..” ujarku. “Mari kita berangkat.” Ujar Ryan merangkulku. Kami mengikutinya dari belakang, menaiki mobil Ryan dan berangkat.
Sampailah aku di Restoran Italia yang berjarang 2 km dari studio latihan kami. Cukup ramai hari itu. Banyak sekali orang yang datang. Beberapa orang tersenyum pada kami berlima. Mungkin mereka tahu bahwa kami adalah OneRepublic. Jelas. Kita kan sedang di Denver.
“Silahkan Ryan, mau pesan apa ?” sapa salah seorang karyawan disitu. Wah, karyawan ini pasti kenal kami. “Ahh, kami butuh kursi untuk lima orang.” Ujar Ryan sambil tertawa dan merangkul karyawan. “Baiklah, sebelah…… Sini.” Ujarnya sambil mencari tempat duduk untuk kami. “Terima kasih.” Ujar Drew. Kami pun menuju tempat duduk yang ditunjukkan pelayan restoran itu. Mereka memberikan kami buku menu setelah kami duduk. “Silahkan.” Ujar salah satu pelayan restoran itu. “Terima kasih.” Ujar Eddie.
Aku memesan Fettucini dengan bumbu khas Italia di restoran itu. Aku melihat sekeliling sebentar dan seperti mengenali seseorang yang juga duduk di restoran itu bersama seorang lelaki. Mungkinkah itu.. Ahh, mungkin itu hanya perasaanku saja. “Sudah ?” suara Ryan mengagetkanku. “Hah, sudah.” Lalu aku menyerahkan buku menu itu. “Kau kenapa Brent ? Daritadi bengong terus.” Tanya Eddie. “Aku tak apa.” Ujarku. “Sudah, jujur saja.” Ujar Drew melanjutkan. “Hmmm… Perasaanku hari ini hanya tidak enak saja.” Ujarku. “Oww ku kira.. Yasudah, tidak usah dipikirkan, makan saja yang banyak.” Ujar Zach sambil tertawa. “Baiklah kau benar.” Senyumku padanya.
Hapeku berbunyi tiba – tiba ketika aku sedang makan. Aku melihat di handphoneku tertulis nama “Rose”. Seketika aku mengangkatnya. “Halo.. Ada apa sayang ?” ujarku. Aku melihat teman – temanku tersenyum padaku ketika aku mengangkatnya. “hehehe.” Aku terkekeh. “Tolong besok bertemu aku siang hari jam 1 siang, sekalian kita makan siang.” Ujarnya sambil sedikit terisak. Jantungku berdegup. “Kamu kenapa sayang ?” ujarku lagi. Seketika itu juga telpon ditutup oleh Rose. Aku langsung melihat handphoneku yang hanya terpasang wallpaper foto kami berdua. Ada apa dengan Rose ? Dia menangis. Salahku apa.
Aku pun langsung menghentikan makanku dan pamit kepada semua. “Aku harus pergi, ada yang tidak beres dengan Rose.” Ujarku panic. “Hey, kenapa ? Tenang dulu Brent.” Ujar Ryan menenangkanku. “Tidak bisa. Terima kasih ya, aku minta tolong bayarkan dulu, nanti pasti aku ganti.” Tanpa memperdulikan ucapan yang lain dari teman – temanku. Aku pergi ke flat Rose dengan segera. Rose, ada apa denganmu ?

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...