WATCHING
ROMANTIC MOVIE.
Rose’s
“Yes, Sabar ya Dad, mudah – mudahan aku bisa pulang
cepat ke San Franc” ujarku pada Dad. Menenangkannya. “Yes, Baiklah sayang.. Aku
sayang padamu.” Ujar Dad. “Aku juga, Bye Dad.” Ujarku sambil menutup telepon.
Aku sebenarnya kasian sama Dad. Tapi mau bagaimana lagi. Cukup mudah untuk
terbang ke San Frans, tapi tidak mudah untuk mengumpulkan nyaliku melupakan
segala sesuatu yang telah terjadi.
“Yap, tunggu saja dulu, aku sebentar lagi sampai.”
Ujarku pada Gary di telpon. Dia menghubungiku menyuruhku untuk datang cepat. Sampailah
aku terengah melihat Gary yang tidak bagus wajahnya hari ini.
“Ada apa ?” aku lelah. “Ini kau lihat…” ku melihat
ada kesalahan pada surat order kami yang di batalkan. “Kok bisa ?” ujarku. “Kok
bisa ? Bisa saja.. Hmm, ini bukan hal yang bagus, seharusnya kau lebih teliti.”
Ujar Gary sedikit marah padaku. Dan ini juga bukan hari yang bagus untukku.
James datang memegang pundakku tiba – tiba. Aku langsung menengoknya. “Jangan
begini lagi Rose, kau harus banyak belajar lagi, ini barang mahal.” Ujarnya
padaku. “Aku minta maaf yang sebesar besarnya, kemarin sebelum libur aku tidak
mengecek lagi, kumohon maafkan aku.” Ujarku pada mereka berdua. Aku malu sekali
hari itu. Betapa bodohnya aku. “Yasudah, tidak apa, tapi lain kali tolong ya,
diperhatikan lagi.” Ujar James sabar. James pun pergi meninggalkan aku dan
Gary. “Makanya lain kali, periksalah terlebih dahulu. Kau selamat kali ini.”
Ujar Gary memicingkan wajahnya. “Iya, aku minta maaf..” aku pun pergi kembali
ke pekerjaanku lagi.
Two days later…
Brent’s
“Hmm, aku bosan.” Ujarku tiba – tiba kepada teman –
temanku. “Bosan ? Yang benar saja, kita sedang berlibur Brent, nikmatilah
Colorado hari ini.” Ujar Ryan padaku sambil memainkan gitarnya. “Ya, ya, ya…
baiklah..” ujarku cuek. “Ajak saja pacar barumu jalan – jalan..” ujar Drew tiba
– tiba. Aku kaget lalu aku berkata. “Hah ? Pacar ? Hey, yang benar saja, kami
hanya berteman..” ujarku menjelaskan. “Hey, kau pikir kami tidak tahu.” Ujar
Drew lagi, diikuti yang lain tersenyum meledek padaku. Masih sibuk dengan
gitarnya, Ryan berkata. “Benar kata Drew, itu ide bagus, supaya kau tidak bosan
lagi.” Lalu aku berkata, “Hmm, kupikir bukan ide yang buruk juga.” Ujarku lalu
aku mengambil kunci mobilku dan pergi menuju Golden Music Center, tempat dimana
Rose bekerja. Aku pamit pada yang lain. “Sukses untuk kencanmu ya..” ujar Eddie
meledek. “Hey..” aku hanya bisa mengelak seperti itu. Aku pun berangkat,
memikirkan perkataan Drew yang bilang dia adalah pacarku. Mungkin saja
secepatnya aku akan menembaknya. Hahaha.
Sampailah aku di toko music tempat Rose bekerja.
Masih ramai, padahal sebentar lagi jam tutup toko. Mungkin pelanggan yang mau
mengambil pesanannya. Aku menunggu dan mencoba menghubunginya lewat telepon.
Tapi beberapa kali tak diangkat. Mungkin handphonenya ada di tasnya. Aku
menunggu sajalah, lima belas menit lagi juga tutup.
Rose’s
Huft.. Untung saja sudah selesai semuanya. Aku
berharap kejadian dua hari yang lalu tidak terulang lagi. James dan Gary juga
sudah meminta maaf.
“Rose, Gary, James, kami pulang dulu ya..” ujar
Laurent dan Daniela berbarengan. “Baiklah, hati – hati ya..” ujar Gary. Aku
hanya tersenyum. “Iya, bye..” ujar Laurent lagi lalu pergi. Laurent dan Daniela
memang tinggal di satu Flat. Bertemu di toko ini lalu berkenalan dan memutuskan
untuk patungan menyewa Flat. Wah, enak sekali mereka berdua.
“Mari kita pulang..” ujar Gary, aku tersenyum
membantunya menutup toko. “Mari..” ujarku membalas. “Bye semua, sampai ketemu
besok ya.” Ujar James lalu berbalik dan pergi, melambaikan tangannya sebentar.
Tinggalah berdua aku dan Gary.
Gary berbalik dan kemudian berujar. “Ssstt, Sstt,
Rose, berbaliklah..” ujar Gary. “Apa ? Sebentar, aku lagi memeriksa kunci ini.”
Ujarku. “Ihh, sudahlah, tengok siapa yang datang. Aku kemudian menengok tentang
apa yang di tunjukkan Gary. Aku kaget. Disana telah menunggu seseorang.
Seseorang itu adalah Brent. “Mau apa dia kesini ?” ujarku pada Gary. “Ya, mau
bertemu kau lah..” ujar Gary. “Hmm..” aku tak menjawab. Brent pun menghampiri
kami.
“Hi Gary, Hi Rose..” ujarnya. “Hi..” ujar Gary. Aku
diam. “Aku ingin menjemputmu Rose, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, bisa
?” ujarnya lagi. Gary menengokku, aku menengok Gary dan Gary tersenyum.
“Benarkan ?” ujar Gary sambil berbisik. “Hmm, tapi kalau Gary ingin bareng
dengan kita itu juga tak apa..” ujarnya lagi. Aku belum menjawab. “Tidak usah…”
Ujar Gary tiba – tiba. “Tapi kan, sekalian saja.” Aku menyanggah. “Tidak apa
Rose..” Senyum Gary. “Aku pamit duluan ya. Bye..” ujar Gary lalu pergi berjalan
menuju terminal bus terdekat.
“Memangnya kita mau kemana ?” tanyaku pada Brent.
“Tapi kau beneran mau kan ?” ujarnya lagi. “Iya, aku mau.” Jawabku singkat.
“Naiklah ke mobilku dulu.” “Okay.” Balasku. Kami berdua menuju mobilnya dan dia
membukakan pintu untukku. “Makasih.” Ujarku sambil tersenyum padanya. Dia
kembali tersenyum padaku. Jalanlah kami berdua.
Setelah kurang lebih berjalan 30 menit. Sampailah
aku di Mayan Theater. “Mau apa kita kesini ?” tanyaku lagi. “Ya, kau pikir kita
mau apa kalau ke bioskop ? hanya untuk bermain permainan anak – anak ?” ujarnya
meledekku. “Ya tidak sih, ya pasti mau menonton sesuatu. Memang ada film
bagus.” Tanya ku. “Kita lihat nanti, ayo kita masuk.
“Nah, sekarang terserah kau, mau pilih yang mana ?”
ujarnya. “Hmmm, Aku ingin menonton.” Ujarku agak lama berpikir. Apakah kau
pernah berpikir berkencan dengan seorang artis padahal kau hanya pelayan toko
di malam minggu ini ?
Brent’s
“Terserah kau, aku hanya menurut saja..” ujarku pada
Rose. “Aku ingin menonton Crazy, Stupid, Love, bagaimana menurutmu ?” ujarnya.
“Baiklah..”. ujarku mengiyakan. “Hey, kau menurut saja ? Maksudku, apa kau
tidak ingin menonton yang lain ?” tanyanya manis. “Tidak, aku menurutimu saja,
aku juga suka film romantic, dan kata temanku film ini apik..” ujarku menjelaskan.
“Okay, berapa harga tiketnya ?” tanyanya lagi. Hari ini Rose banyak sekali
bertanya. “Hey, ini malam minggu, dan aku sedang di Denver, biar aku saja yang
mentraktirmu, agap saja ini ucapan maaf ketika kau menungguku di restoran waktu
itu.” Ujarku menenangkan. “Okay, baiklah aku menerima itu.
Setelah membeli tiket. Menunggu sekitar lima belas
menit lalu kami masuk bioskop. Duduk berdampingan dengannya membuatku tenang
sekali. Aku sangat senang berjalan dengannya. Aku merasa aku mempunyai
chemistry dengannya. Apakah aku harus menjadikannya pacar. Perkenalanku sebulan
dengannya ini, aku merasa aku cocok dengannya. Tapi apakah dia merasakan hal
yang sama denganku ? Merasakan perasaan yang namanya Cinta ?
Comments
Post a Comment