HE SHOOTS ME!
Rose’s
Tiba – tiba Brent memegang tanganku. Aku
tak percaya dengan apa yang terjadi dan aku hanya terdiam. Perlahan aku melepas
tangannya, setelah lima menit tangannya menggenggam tanganku. Aku menengoknya
lalu tersenyum kecut. Dia mengerti. Dia berkata. “Maaf ya, terlalu lama..” Aku
hanya mengangguk padanya. Kami berdua melanjutkan menonton film Crazy, Stupid,
Love. Memang ya, filmnya yang kami tonton pas sekali dengan apa yang sedang
terjadi. “Brent, janganlah membuatku tinggi hati dengan apa yang kau lakukan,
aku sendiri masih bertanya, apakah perasaanmu sama dengan perasaanku ? Aku
sepertinya suka padamu, tidak, tidak, ini bukan hanya sekedar suka, melainkan
Cinta.” Ujarku dalam hati dan perutku kembali mencelos.
“Ayo sudah selesai filmnya, aku akan
mengantarmu pulang.” Ujarnya padaku. “Serius ? maksudku, apakah tidak
merepotkanmu ?” ujarku membalas. “Tidak, serius, aku juga tidak tega
membiarkanmu pulang sendirian.” Ujarnya manis. “Baiklah, aku menurut saja
padamu.” Senyumku padanya. Kami berdua pun menuju parkiran lalu mencari mobil Brent.
Naik dan berangkatlah kami kerumahku.
“Di San Franc, apakah OneRepublic
terkenal ?” tanyanya padaku sesaat setelah masuk mobilnya. “Cukup terkenal,
lagi pula, kalian juga sudah mendunia kan, aku pernah melihat beberapa videomu
pada saat kau tour Eropa, dan itu sangat keren.” Ujarku. “Oww, Wow, jadi kau
suka music apa ? Maksudku jenis music apa ?” ujarnya lagi. “Aku ? Apa saja,
asal menurutku itu enak di telingaku, maka aku akan suka, tapi jujur saja, aku
kurang suka music Rock keras, heheehe.” Kataku sambil terkekeh. “Ohh, itu
bagus, aku juga suka, kapan – kapan ketika musim panas lagi, kita jalan saja
mengunjungi festival music.” Ujarnya menawarkan. “Hmm, tapi apakah kau tidak
konser ? Maksudku, kau tidak punya jadwal tour ?” tanyaku. “Oh, iya, aku sampai
lupa, aku akan menghubungimu Rose jika aku punya waktu, ngomong – ngomong aku
minta maaf ya soal tadi ketika di Bioskop.” Ujarnya malu – malu. Aku mengerti
apa yang sedang di bicarakan. Ini tentang hal ketika dia memegang tanganku
ketika kami menonton tadi. “Tidak apa, gerakan tiba – tiba, kita kan tak tahu.”
Jawabku santai. Akhirnya kami berdua sampai.
“Terima kasih ya telah mengantarku
pulang.” Ujarku padanya manis. “Sama – sama..” ujarnya singkat. “Tidak mau
masuk dulu ?” ujarku bertanya. Ia terlihat manis ketika bersandar di pintu
mobil setelah menurunkanku. Dia malu – malu. Dia memegang tengkuk lehernya
terus seakan ia ingin membicarakan sesuatu padaku. Aku pun bertanya padanya.
“Hmm, Brent, kau tidak apa – apa kan ? Ada apa dengan lehermu ?” dia membalas.
“Hmm, Rose, aku tidak apa – apa kok, hanya agak dingin…” ujarnya. “Dingin ? Kau
mau meminjam jaketku ?” kataku menawarkan. Aku tahu dia bohong.
“Yasudah, aku pamit masuk ya, hati –
hati di perjalananmu, terima kasih untuk hari ini.” Ujarku sambil melambaikan
tangan dan tersenyum. “Hmmm, Rose… Rose.. Tunggu.” Ketika aku sudah berbalik
ingin masuk, aku berbalik lagi untuk melihatnya. Lalu dia menghampiriku. Aku
pun bertanya. “Ada apa lagi ? Jadi meminjam jaketku ?” ujarku lagi. “Bukan,
Aku…. Aku….” Ujarnya gugup. Aku tambah penasaran, lalu aku bertanya lagi. “Aku
apa ?? Ucapkan saja Brent.” Jelasku. Tiba – tiba ia memegang tanganku. “Aku…
Hmm, Aku suka padamu, maukah kau menjadi pacarku.” Aku kaget dan tertegun
merasakan ucapannya di dinginnya malam musim gugur.
Brent’s
Dia belum menjawab. Aku tahu ini
mendadak. Tapi aku rasa, ini adalah saat dan malam yang tepat untuk
menembaknya. “Bagaimana ?” ujarku bertanya. Aku harap dia bisa menerimaku dan
punya perasaan yang sama. “Aku jatuh cinta pada pandangan pertama Rose, aku
suka padamu, ini jujur dari hatiku.” Ujarku lagi. Dia tetap terdiam. Lalu ia
menghela nafas dan bicara. “Hmm, aku bingung.” Ujarnya manis. Tangannya masih
dalam genggamanku. “Jangan bingung, ayolah, aku butuh jawabanmu, maaf jika aku
terlalu terburu – buru, Rose.” Lalu aku melepaskan tangannya.
“Haruskah kujawab sekarang ?” tanyanya.
“Ya, jika kau mau..” ujarku. “Okay..” Jeda satu menit yang membuatku sangatlah
gugup. Aku bisa merasakan angin kota Denver yang dingin karena musim gugur yang
sebentar lagi berakhir dan sebentar lagi Halloween. “Iya..” ujarnya tiba –
tiba. Lamunanku hilang. “Iya ? Maksudmu ?” tanyaku untuk meminta kejelasan.
“Hmm, Iya, aku menerima kau sebagai pacarku.” Ujar Rose manis. Aku tersenyum.
Rasanya aku ingin meloncat saja pada saat itu. Aaa, Rose Anderson pacarku
sekarang. Hatiku berteriak teriak. Campur aduk sehingga aku terdiam. “Kenapa ?
Salah ya jawabanku, aku harap sih tidak. Jujur saja, ku kira kau tidak punya
rasa padaku, ternyata kau…. Kau punya rasa yang sama denganku.” Ujarnya
mengangetkan tatapanku pada wajahnya yang manis. “Ohh, tidak, tidak salah.. Aku
senang sekali kau menjawab seperti itu, terima kasih ya Rose.” Ujarku manis.
“Okay, sama – sama, hmm, sekarang lebih baik kau pulang, malam ini dingin
sekali, hati – hati ya dijalan.” Ujarnya manis. Aku memegang tangannya. Malam
ini indah sekali bagiku. “Iya, aku pulang ya..” ujarku manis. Aku langsung mencium
keningnya. Terima kasih untuk malam ini Rose. “Aku masuk dulu ya..” senyumnya
padaku. “Iya, bye.. selamat malam dan mimpi indah..” ujarku melambaikan tangan.
Aku tersenyum padanya sampai dirinya masuk ke dalam pintu masuk untuk menuju
Flatnya. Ketika ia menutup pintu aku melonjak kegirangan. Kata “Yes” adalah
yang paling menggambarkan. Aku langsung membuka pintu mobilku, duduk sebentar
dan berujar dalam hati “Berhasil” lalu menyalakan mesin mobil dan pulang ke
rumah.
Comments
Post a Comment