Part
25
“Permisi…
Nina.. Nina..” ujar Eddie sambil mengetuk pintu rumah Nina berkali – kali.
Tidak ada sautan dari dalam rumahnya.
“Hmm,
kemana orang yang ada di dalam ?” ujar Eddie lagi. Dia merasa lelah lalu duduk
di tempat duduk di taman depan rumah Nina. Dia baru saja sampai. Sambil
menenteng koper kecilnya, dia belum sempat check in di hotel manapun.
“Apa
aku pergi saja ya ? Besok aku kesini lagi.” Ujar Eddie lagi. Dia pun bangkit
dari tempat duduknya lalu bergegas pergi untuk mencari hotel untuk menginap.
Tapi belum jauh dia pergi dari rumah Nina, ada seseorang yang masuk ke dalam
rumahnya. Seorang lelaki cukup tinggi dan sudah berumur. “Mungkin itu ayahnya
Nina.” Eddie pun balik lagi kerumah Nina lalu memanggil lelaki itu.
“Hmm,
permisi, mister.” Panggil Eddie. Lelaki itu menengok.
“Aku
sedang mencari, Nina. Apakah dia ada ? Kulihat kau ingin masuk. Apakah benar
ini rumah Nina Alexandra Anderson ?” Tanya Eddie. Lelaki itu mengangguk.
“Iya.
Dia memang tinggal disini. Tapi, dia tidak ada disini. Dia sedang liburan.” Jelas
lelaki itu.
“Hmm,
begitu. Boleh aku tahu anda ini siapanya ?” Eddie bertanya lagi.
“Aku
ayahnya.” Jawab Ayah Nina singkat. Eddie mengangguk mengerti. Dia pun
menghampiri ayah Nina dan berdiri sejajar dengan ayahnya.
“Begini
Mister, aku adalah teman Nina. Aku Eddie.” Ujar Eddie sambil mengulurkan
tangannya. Ayahnya mengangguk mengerti.
“Aku
kenal kau. Aku dengar namamu dari Nina. Dia sering mengigau ketika tidur dan
memanggil namamu. Kalau begitu masuklah dulu.” Ujar Ayahnya tersenyum senang.
Akhirnya dia menemukan lelaki yang selama ini diceritakan Nina dan membuat
tidur anaknya tidak tenang.
“Baiklah
terima kasih mister.”
Eddie
dan ayah Nina masuk bersamaan setelah ayahnya membukakan pintu rumahnya. Ayah
Nina mempersilahkan Eddie untuk duduk terlebih dahulu. Ayahnya meminta izin
untuk pergi ke dapur sebentar.
Ketika
ayah Nina pergi ke dapur, Eddie melihat – lihat suasana rumah Nina. Melihat
sekeliling tembok yang menopang rumahnya itu. Terdapat foto Nina dan
keluarganya. Ternyata, Nina punya saudara Lelaki ketika ia meyakini bahwa foto
yang bersama ayah, ibu, dan Nina adalah saudaranya.
“Guinness.
Khas dari Irlandia.” Senyum ayah Nina sambil menaruhnya di meja ruang tamunya.
Eddie pun membalas dengan senyuman juga. Ayahnya menyediakan Guinness untuk
menemani perbincangan mereka.
“Nina
punya saudara lelaki ya ? Itu, seperti yang kulihat di foto.” Ujar Eddie
membuka pembicaraan.
“Iya.
Namanya Cameron, kebetulan dia sudah punya dua anak, mereka tinggal di
Scotlandia.” Jawab ayahnya. Eddie mengangguk.
“Jadi,
maksud kedatanganmu kesini apa ? Sayang sekali, Nina tidak disini, memangnya
kau tidak berjanjian dulu ? Oh iya, bagaimana ya Nina bisa mengigau namamu
setiap malam ?” tanya ayah Nina panjang lebar.
“Jadi,
begini. Aku.. aku adalah mantan kekasihnya di Amerika. Ya, aku tinggal di
Amerika. Aku kesini memang ada keperluan dan pembicaraan yang harus kubicarakan
dengan Nina. Memang kita tak berjanjian, karena ada sedikit masalah antara kami
berdua.” Jelas Eddie. Ayahnya memperlihatkan wajah yang agak sedikit khawatir.
“Memangnya
ada masalah apa ?”
“Aku
dan dia putus karena masalah yang aneh. Dia tiba – tiba memutuskanku sore hari.
Padahal pagi hari aku masih berhubungan baik dengannya.”
“Aneh
? Maksudnya ?” tanya ayahnya lagi. Mau tidak mau Eddie menjelaskan masalahnya.
“Ada
seorang wanita yang meminta Nina putus. Aku tidak tahu akar masalahnya apa.
Wanita itu adalah mantanku dulu dan menyuruh Nina untuk memutuskanku. Maka dari
itu aku ingin bertemu Nina untuk meminta penjelasan.
“Hmm,
begitu.”
“Iya,
dan dia selalu menghindar dariku. Aku tidak tahu kenapa dia harus begitu. Aku
khawatir sekali dengan Nina.”
“Dari
mana kau tahu alamat rumah ini ?” tanya Ayah Nina.
“Aku
tahu dari Danny. Danny O’donoghue.”
“Oww.
Teman lama Nina. Dulu Nina dan Danny dekat sekali. Sempat aku pikir bahwa
mereka berdua saling suka. Ternyata Nina lebih memilih kau ya ? Oh iya, Nina
dari dulu memang begitu. Dia pintar sekali menyimpan rahasianya, tetapi bila
dia sudah tidak tahan untuk menceritakan dan merasa penting untuk menceritakan
pasti ia akan memberitahukannya.”
“Memang
dia dulu jarang sekali terlihat jalan berdua dengan laki - laki. Dia itu tomboy
sekali. Berteman dengan siapa saja. Teman wanitanya bisa dihitung. Tapi dia
paling dekat dengan Danny sejak dia masuk kuliah. Sampai suatu ketika dia
bilang bahwa dia ingin sekali ke New York untuk menjadi penulis. Tapi ternyata
dia menjadi seorang jurnalis.”
“Sampai
akhirnya, aku diberitahukan dia bahwa dia membuka toko kue dan roti di Los
Angeles. Aku bangga sekali, dibalik sikap tomboynya dia suka uji coba membuat
kue atau roti disana. Dia pun berani membuka toko sendiri.”
“Dia
tak pernah sedih ketika aku menelponnya. Dia selalu senang aku telepon. Entah
itu aku atau Ibunya. Dia juga sering berkomunikasi via skype dengan kakaknya. Sampai
kemarin aku harus menelponnya karena…. Karena Ibunya meninggal.” Jelas Ayah
Nina panjang lebar. Ia tak kuat ketika harus menceritakan kepergian istrinya
itu. Ayah Nina mengelap wajahnya dari air mata yang mengalir.
“Maaf
jika aku menangis. Aku ingat istriku, dia sangat dekat dengan Nina. Jadi,
Eddie, maaf sekali jika Nina tidak ada disini. Kau sampai repot – repot untuk
datang kesini. Tapi mungkin Nina memang butuh waktu sendiri.”
“Hmm,
aku yang minta maaf. Seharusnya aku tidak membuat Nina ataupun kau sedih. Aku
kesini karena memang aku butuh penjelasan, dan memang aku merasa bahwa Nina
adalah wanita yang bisa menerimaku apa adanya. Dia beda. Aku bahkan tidak rela
putus dengannya. Memangnya di liburan kemana ?” Jelas Eddie. Ayahnya mengangguk
mengerti.
“Aku
bisa melihatnya. Kau memang tulus Eddie. Dia liburan ke Indonesia. Katanya dia
punya teman disana. Dia kenal temannya itu dari sebuah konferensi jurnalis.”
Jelas Ayahnya. Begitu ayahnya bilang Negara Indonesia, Eddie kaget, karena
Indonesia jauh sekali dari Dublin atau dari Amerika.
“Kenapa
jauh sekali ?”
“Dia
tidak bilang padaku Eddie. Aku bilang padanya juga itu Negara yang sangat jauh.
Tapi dia bilang, dia akan baik – baik saja. Karena itu aku tenang, aku percaya
pada Nina.”
“Minummu
sudah habis, mau kuambilkan lagi ?” tanya ayah Nina.
“Ahh,
tidak usah. Aku pamit saja. Terima kasih atas jamuannya mister. Aku akan kemari
lagi besok mungkin untuk pamit. Karena aku sangat tidak mungkin menyusul Nina.
Aku harus melakukan konser.” Jelas Eddie. Lalu dia mengambil kopernya dan
bergegas pergi.
“Konser
? Memangnya kau ini member band atau
staf dalam sebuah band ?” tanya ayah Nina sebelum Eddie pergi.
“Aku
adalah member band. Namanya OneRepublic jika kau tahu ?”
“Ahh,
Nina belum cerita tentang hal itu.”
“Hahaha.
Yasudah aku pamit dulu ya. Mr. Anderson.” Ujar Eddie lalu dia keluar dari
****
“Hah..
Sampai juga. Dimana Indah ya ?” ujar Nina, ketika dia baru saja keluar dari
ruang check out. Suasana di bandara Jakarta sama ramainya seperti bandara di
Dublin. Dia bingung harus bertanya kepada siapa. Dia pun berusaha mencari temannya
yang bernama Indah itu. Baru kali pertama Nina pergi ke Negara Indonesia,
terutama di Asia ini.
Indah
memang cerita kepada Nina bahwa Jakarta adalah pusat kota dan juga ibukota
Negara Indonesia. Indah bilang Jakarta itu ramai sekali, hanya saja disini
banyak ditemukan tempat – tempat orang asing.
“Nina…”
teriak seseorang di depannya. Perempuan yang melambai – melambaikan tangannya.
Nina langsung menebak bahwa itu adalah Indah. Indah Dian Herianto nama
panjangangnya.
“Indah..
I miss you..” ujar Nina sambil memeluk temannya itu. *percakapan terjadi dengan
bahasa Inggris*
“Maaf
ya, aku terlambat. Baru saja sampai. Rumahku juga cukup jauh dari bandara, lalu
macet di jalanan, tambah membuatku terlambat.” Balas Indah. Nina mengangguk.
Nina senang akhirnya dia bertemu Indah, kalau dia tak bertemu, dia akan bingung
karena itu bukan Negara kuasanya, karena dia baru pertama kali.
“Aku
takut kalo gak bisa ketemu kamu. Kabarmu gimana ?” tanya Nina sambil
berbarengan berjalan. Indah membantu membawa koper Nina.
“Aku
baik. Kamu gimana ? Kamu jadi ikut aku tugas ke Malang dan Lombok ?”
“Aku
baik, Indah. Cuma di sana aku lagi ada masalah. Makanya aku mau ambil liburan
aku. Selama kerja aku belum pernah ambil cuti. Waktu itu punya rencana, tapi
gagal lagi. Iya, jadi, aku memang ingin ikut paket liburan itu.” Jelas Nina.
“Okay
kalau begitu. Dua hari lagi kita berangkat. Beruntungnya kau, tiketnya sudah
aku pesan. Kita akan berangkat ke Malang terlebih dahulu, aku akan menjadi
guide untuk 12 orang termasuk dirimu, Nina. Kita naik taksi saja ya.” Senyum
Indah. Nina mengangguk. Obrolan mereka pun berlanjut di dalam taksi.
***
“Jadi
begitulah Indah. Aku bingung. Kenapa ini semua bisa terjadi padaku ?” ujar Nina
setelah menceritakan ceritanya sambil merapikan barang bawaannya. Nina kembali
bersedih.
“Tapi,
kamu juga harus jujur Nina. Kamu harus kasih penjelasan ke Eddie dan Danny.
Kamu juga harus bersabar akan kepergian mama kamu. Sebenarnya salah sih, kamu
kabur kayak gini. Ya walaupun bahasanya itu adalah kamu ambil libur.” Sindir
Indah.
“Iya
aku tahu ini salah. Tapi, aku merasa gak sanggup. Maka dari itu, aku ambil
keputusan ini. Siapa tahu aku malah dapet pelajaran untuk nyelesain masalah
aku.” Jawab Nina.
“Iya.
Yaudah aku gak maksa kamu buat balik cepet. Enjoy aja ya liburan disini. Kamu
gak bakalan nyesel. Aku tinggal dulu ya, selamat istirahat.” Ujar Indah lalu
meninggalkan Nina sendirian di kamar tamu milik Indah. Rumahnya yang terletak
di kawasan Jakarta Timur, agak sedikit jauh dari keramaian.
***
“Siap
?” tanya Indah ketika ia dan turis lain termasuk Nina berangkat menuju Malang
menggunakan pesawat yang akan transit ke Surabaya.
“Malang
itu dingin. Tapi menurut aku sih, kamu gak akan kedinginan, soalnya kamu biasa
tinggal di daerah dingin. Lebih dingin mungkin.” Ledek Indah.
“Hati
aku yang dingin. Hahaha.” Nina meladeni ledekan Indah. Dia pun tertawa cukup
keras.
“Akhirnya
kamu ketawa juga.”
“Yes.”
Ujar Nina singkat.
Setelah
mereka sampai di Malang, mereka mendaftar untuk menginap di hotel tugu. Memang
hotel ini dinamakan hotel tugu karena terdapat di dekat tugu Malang yang
terkenal. Hotel ini juga unik, dibuat dengan berdasarkan budaya Jawa Timur,
terdapat beberapa benda yang berasal asli dari kota Malang, Jawa Timur.
Nina
berbaring di tempat tidur hotel itu. Dia sengaja meminta sekamar dengan
temannya Indah. Besok pagi Nina dan Indah beserta para rombongan akan
berkunjung ke daerah Batu, tempat yang Indah bilang sangat indah dan kaya akan
tempat wisata. Rombongan Indah akan berkunjung ke salah satu taman bermain
bernama Jatim Park dan perkebunan apel juga salah satu air terjun terkenal
bernama coban rondo.
“Aku
lelah.” Ujar Nina setelah asyik bersandar di bantalnya.
“Pasti
lelah, baru sampai dua hari lalu harus naik pesawat lagi.” Balas Indah. Ketika
mereka sedang berbincang, tiba – tiba Iphone Nina berbunyi. Ternyata Brent
menelponnya. Tapi, Nina malas untuk berbincang dengan orang terdekatnya. Dia
tidak mau liburannya terganggu oleh teman – temannya itu. Bukannya Nina
sombong, tapi Nina memang butuh waktu sendiri.
“Kok
gak diangkat ?” tanya Indah heran.
“Brent.
Aku lagi gak mau ngomong sama teman – temanku disana.”
“Padahal
beruntung loh, jadi kamu punya teman seorang artis.” Ujar Indah memuji. Nina
hanya menghela nafas.
“Tidak
selamanya. Punya teman dari kalangan artis hanya bikin iri. Ahh, sudahlah aku
mau menyelesaikan buku ku saja ya.” Ujar Nina lalu mengeluarkan laptopnya. Dia
membukanya lalu langsung masuk ke folder menulisnya.
“Kamu
gak berminat untuk jalan – jalan malam disini.”
“Aku
lagi malas. Lagian besok kita jalan – jalan lagi kan.” Senyum Nina sambil
serius mengerjakan projek tulisannya. Dia berpikir, kepergiannya ke Indonesia
juga untuk melakukan misi menyelesaikan projeknya ini. Tulisannya ia ingin
selesaikan secara tutas, karena kurang beberapa bab lagi.
“Tulisan
kamu tentang apa ?” tanya Indah setelah mereka terdiam lama.
“Tentang
motivasi, cinta, apapun yang aku rasakan selama kehidupanku. Aku buat cerita,
tetapi aku buat karakter yang lain.”
“Wow,
itu bagus. Semoga sukses ya. Aku tidak bakat menulis, terlalu sibuk dengan
pekerjaanku.” Balas Indah. Tetapi lagi – lagi Nina hanya tersenyum dan
menyanggupi pembicaraan Indah.
***
“Berapa
jam perjalanannya ?” tanya Nina kepada Indah yang duduk berdekatan dengannya.
“Satu
jam. Kalau lancar sekali.” Jawab Indah. Nina mengangguk mengerti.
“Turis
darimana ?” tanya seorang turis yang berada di samping kanan Nina. Nina
tersenyum lalu menjawab pertanyaan itu. “Dublin.”
“Oww,
cukup jauh.” Jawab turis wanita itu. “Kalau kau darimana ?”
“Oww,
aku dari Amerika. Dari San Francisco.” Jawab turis itu. “Sendiri saja ke
Indonesia ?”
“Ya
begitulah. Memang sedang ingin sendiri. Kalau kau ? Oh iya, Aku Nina.” Ujar
dirinya sambil menyalami turis wanita itu.
“Mary
dan ini suamiku John. Iya aku berdua dengan dia ke Indonesia. Teman dekatku
bilang kalau Negara ini Indah.” Jawab Mary.
Nina
mengangguk. Mereka pun akhirnya berbincang sampai mereka sampai di tujuan
terakhir mereka, perkebunan buah apel. Nina tak percaya, Mary dan John sudah
menjalani pernikahannya selama 40 tahun, tapi mereka masih terlihat mesra
sekali. Mereka terlihat bahagia, membuat Nina sangat iri. Tidak dipungkiri dia
ingat kenangannya dulu dengan Eddie.
“Kuncinya
saling percaya, perhatian dan saling jujur Nina. Semua pasti akan berjalan
dengan baik. Tidak boleh dalam hubungan terdapat dua api, pastilah salah satu
harus menjadi air. Entah itu sang lelaki atau sang perempuan. Jangan selalu
diam, itu akan membuat hubunganmu tidak berjalan dengan jelas.” Senyum Mary dan
John ketika mereka harus berpisah untuk berwisata memetik buah apel masing –
masing. Nina hanya tersenyum mendengar nasihat itu. Nina sadar, dia selama ini
tidak jujur dengan Eddie maupun Danny yang ia simpan perasaannya cukup lama.
Dia hanya hidup dalam diam, padahal diam selamanya bagus.
Comments
Post a Comment