Skip to main content

Part 23 (OneScriptFF)



Part 23

Alex dan Danny kembali duduk berdua. Mereka bertemu disuatu tempat makan di kawasan tengah kota di Dublin. Mereka duduk berhadapan, persis ketika Alex mengakui perasaannya lagi setelah sekian lama sekali mereka putus. Danny memasang tampang yang tidak jelas bisa ditebak bahwa itu tampang kesal, baik hati, atau dia tidak punya jawaban sama sekali.
“Kenapa setelah sekian lama, Alex ? Kau ini kan cinta sekali pada Brent.” Danny membuka pembicaraan mereka berdua.
“Tidak. Tidak lagi. Perasaan itu sudah hilang. Perasaan itu hilang, karena.. karena wanita lain. Brent mungkin memilih wanita lain daripada aku. Maka dari itu aku yang mengalah.”
“Tidak mungkin dia seperti itu. Pekerjaannya pasti membuatnya sulit untuk mencari tambatan hati. Dia itu pria yang setia menurutku.”
“Itu menurutmu Danny. Tapi, aku yang menjalani hubungan ini. Dan akhirnya kami putus.” Ujar Alex mengelak.
“Okay, okay, aku minta maaf. Aku hanya bingung, kenapa rasa itu tumbuh lagi untukku setelah dulu kau lebih memilih dirinya ketimbang aku ?”
“Karena semakin lama aku menyadari bahwa kaulah pria yang aku cari.” Senyum Alex pada Danny, seperti memohon perasaan Danny kembali.
“Hmmmm…. Sulit ya. Aku bahkan tidak percaya kau bisa berbicara seperti itu. Tapi, Alex… Aku…”
“Aku mohon Danny, aku mohon sekali. Terimalah aku. Aku butuh kau.” Pembicaraan terpotong ketika Alex berusaha memohon perasaan itu kembali. Alex memegang tangan Danny, tapi Danny tak membalas. Perasaannya pada Nina tak bisa diganggu gugat lagi. Dia tak bisa mencintai Alex kembali. Dia itu punya hati pada Nina, bukan dengan Alex yang ternyata dulu menyakitinya.
“Alex, maaf aku tidak bisa. Aku sama sekali tak punya perasaan lagi dengan kau. Semua sudah berakhir Alex, kita hanya bisa berteman saja.” Ujar Danny bijak.
“Apa karena Nina ? Apa kau masih suka padanya ?”
“Hey ? Apa maksudmu ?”
“Iya, aku tahu. Sebenarnya sejak awal aku menyadari bahwa kau itu lebih cocok dengan dia. Tapi, karena itu aku mengalah memutuskanmu, tapi sampai sekarang kau tidak juga bersamanya.” Jelas Alex. Danny bingung dengan pembicaraan Alex, maksudnya itu apa. Alex tidak tahu bahwa perasaannya pada Nina itu tumbuh ketika Danny berpisah dengan Nina. Kala itu juga, Danny marah dan bangun dari tempat duduknya berniat untuk pergi.
“Dengar ya Alex. Kau tidak tahu apa – apa tentang pertemananku dengan Nina. Aku punya perasaann dengan Nina semenjak aku berpisah dengannya. Karena kala itu aku berpikir, bahwa Nina adalah orang yang selama ini sangat mengerti diriku. Mohon maaf jika aku lancang padamu dengan amarahku ini. Tapi… Ahh sudahlah, aku pergi dulu. Bye Alex.” Jelas Danny lalu dia pergi meninggalkan Alex sendiri.
***
“Aku tidak punya ide lagi kemana harus mencari Nina. Aku sudah mencarinya di dua kota, bertanya temannya tapi tak bertemu juga.” Jelas Danny ketika sampai dirumah Mark. Dia dan Mark duduk tepat di samping Danny. Mereka duduk di halaman belakang rumah Mark. Kala itu malam hari yang cerah, tapi tak secerah perasaan Danny yang belum bisa jujur dengan Nina.
“Aku tahu perasaan itu. Tapi, apa iya, kau masih mau mencari dia terus Danny. Hidupmu kan tidak harus mencari dia saja. Kau harus mencari selain dia. Tapi kuharap, kau dengan dia jodoh, suatu saat nanti bisa bertemu. Naluri kalian sebagai teman tak akan hilang sampai sekarang.” Jelas Mark bijak.
“Kau memang benar. Tapi, hidupku tak akan tenang dengan perasaan yang mengganjal ini.”
“Iya, tapi hidupmu tak akan tenang jika kau tidak berusaha melupakannya. Aku yakin jika kau terus berdoa, mungkin keajaiban itu akan datang, tapi, ayolah, wanita tidak hanya dirinya Danny. Benar kau harus jujur padanya, tapi bukan berarti kau harus bersama nya.”
“Tapi Mark…”
“Dengar, kau tidak tahu kan kalau misalnya dia sudah berhubungan dengan pria lain. Mencoba melupakanmu yang tak kunjung menyatakan perasaannya. Ayolah Danny, pekalah, wanita itu jarang bisa menyatakan perasaannya kepada lelaki yang disukanya ketika dia tahu lelaki itu suka dengan wanita lain. Memang Nina itu beda seperti Alex.” Jelas Mark lagi.
Danny semakin mengerti sekarang. Memang semua ini adalah salahnya. Kenapa dia tidak menyadari kepedulian Alex padanya dari dulu.
“Lalu aku harus apa ?”
“Menunggu” jawab Mark singkat.
“Menunggu lagi ? Aku lelah Mark.”
“Aku bilang padamu, cobalah lupakan Nina. Carilah yang lain. Itulah yang terbaik.” Ujar Mark lagi. Danny hanya menunduk mendengar nasihat Mark yang hampir 100 % benar adanya. Satu – satunya jalan memang mencari orang lain, melupakan Nina, agar dia tak terus – terusan menginginkannya.

****
“Danny ? Maksudmu apa ?” ujar Nina ketika tangannya dipisahkan dari tangan Brent dengan kasar oleh Danny. Danny terlihat cukup marah ketika tahu bahwa Nina berhubungan dengan Brent.
“Hey Bro, maksudmu apa ?” ujar Brent bingung. Sama seperti Nina.
Danny bergeming, dia memperlihatkan wajah marah pada Brent. Lalu dirinya menengok kea rah Nina.
“Kau tahu Nina. Aku tidak rela jika kau berteman dengannya. Dia adalah lelaki yang waktu dulu bersama Alex. Lelaki yang dulu lebih Alex pilih dibanding aku.”
“Danny…” ujar Nina coba menenangkan Danny.
“Kau.. sudahlah jauhi Nina, aku tidak mau kau menyakitinya.” Danny marah pada Brent dan mendorong badan Brent cukup keras.
“Danny… Stop Danny, stop!” ujar Nina memberikan suara yang lebih keras.
“Aku gak mau kamu disakitin sama dia. Aku itu.. Aku itu suka sama kamu Nina, aku udah mencari kamu kemana – mana. Dan aku bersyukur banget bisa ketemu kamu disini. Tapi, ternyata kamu itu punya hubungan sama dia.” Ujar Danny sambil menunjuk Brent. Nina hanya terdiam. Menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dikatakan Danny.
“Danny.” Panggil Nina sambil menghapus air matanya yang keluar dari matanya.
“Kamu tahu gak. Sebenarnya aku juga gak punya hubungan apa – apa sama Brent. Aku itu teman Brent. Brent itu sudah punya kekasih dan kekasihnya adalah temanku juga. Justru…. aku itu… udah punya perasaan sama kamu sejak lama. Ahh, maaf aku jadi bicara seperti ini. Tapi, itulah kenyataannya. Aku itu gak mau ganggu hubungan kamu sama Alex, karena kupikir juga, kamu itu gak akan pernah punya perasaan sama aku. Jadi aku memutuskan untuk mundur dan menyimpan perasaan ini dan mencoba berhubungan dengan orang lain.” Jelas Nina. Danny dan Brent terdiam mendengar penjelasan Nina. Tidak ada yang bicara selama tiga puluh detik.
“Nina benar Danny. Dia itu adalah temanku. Aku sudah punya pacar Danny. Awalnya aku pikir aku bisa memiliki Nina, tapi Eddie lebih pantas dengannya. Drummer kami. Kau mungkin tahu.” Jelas Brent. Danny hanya menunduk akan kesalah pahamannya itu.
“Dan asal kau tahu ya Danny. Alex lah biang masalah dari semua ini, dia yang memutuskan Brent dengan alasan yang tidak jelas. Padahal Brent itu sayang sekali padanya. Sudah lah aku tidak jadi menonton konser ini. Aku pergi saja.” Ujar Nina dengan emosi yang sudah memuncak. Tanpa disadari, dari kejauhan Eddie melihat kejadian itu. Tanpa disadari juga Nina melihat keberadaan Eddie, tapi Nina tak menghiraukannya karena dia masih tidak ingin berdekatan dulu dengan Eddie. Nina juga agak kesal dengan Eddie, kenapa dia tak menghampiri Nina disaat Nina dalam keadaan mendesak seperti itu ? Nina pun pergi meninggalkan mereka semua.
***
Konser band mereka berdua tetap berjalan normal, walaupun Brent dan Danny sedang ada masalah. Belum ada pembicaraan empat mata antara Brent dan Danny karena kejadian itu pada saat mereka tour. Mungkin lain waktu mereka akan berbincang bersama.
“Kenapa kau diam saja ketika ada Nina ? Kau seharusnya meminta penjelasan.” Ujar Brent membuka pembicaraan dengan Eddie. Dia berdua sedang berada disuatu Bar. Eddie mengajak Brent untuk berbincang menghabiskan malam.
“Maksudmu ?”
“Kau pasti mengerti maksudku. Aku tak lihat kau ketika aku bertengkar dengan Danny dan Nina. Seharusnya kau ada disana sebagai penyelamat Nina jika dirimu masih sayang padanya.”
“Aku tidak butuh penjelasan Brent. Sudah cukup. Mungkin memang dia ingin menjauh dariku.”
“Tidak mungkin Eddie.” Brent membenarkan cara duduknya. “Dia itu pasti masih sayang padamu, buktinya sampai sekarang dia tak punya kekasih. Dia itu masih ingin dirimu. Aku tak pernah lihat Nina dekat dengan seseorang. Dia benar – benar masih sayang, tapi tidak mau menjelaskannya.” Jelas Brent.
Eddie mengangguk. “Iya. Mungkin.”
“Hanya mungkin ? Ayolah Eddie. Tadi itu sebenarnya aku sengaja membelikannya VIP tiket untuk Nina supaya dia bertemu denganmu, tapi karena kejadian tak terduga itu, dia pergi entah kemana. Aku tak bisa menghalanginya, aku tak punya hak, dia memang butuh waktu sendiri.” Jelas Brent lagi.
“Kenapa dia tak pulang saja ke Dublin.”
“Nah, ini dia. Kau tidak peka ya. Dia pindah ke LA, supaya dia masih punya waktu untuk bisa melihat kau. Lewat aku. Aku sering kesana karena Monarch, jadi aku sering bertemu dengannya. Ayolah, datanglah padanya. Selama dia masih disini.”
“Baiklah. Mungkin besok aku akan kesana. Terima kasih ya sobat.” Ujar Eddie tersenyum. Akhirnya dia punya perasaan untuk bisa jujur pada Nina, meminta semua penjelasan pada Nina.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...