Skip to main content

Part 24 (OneScriptFF)



Part 24

“Nina, please udah dong, jangan nangis terus. Aku bingung kalo kamunya nangis. Mending kamu di toko roti aja, kerja sayang..” ujar Jackie. Sebagai teman baik, dia menenangkan Nina. Dia menenangkan Nina supaya cepat bangkit akan kejatuhannya setelah bertemu Danny dan diabaikan Eddie.
“Kemarin Eddie nyariin kamu.”
“Terus ?” Nina langsung bangkit dari tempat tidurnya, memerhatikan Jackie yang sedang berbicara tentang Eddie.
“Iya. Dia nyamperin, kebetulan kamu disitu gak ada. Aku lagi kesitu lalu aku bertemu dia. Aku perkenalkan diriku. Lalu, dia bilang dia lagi cari kamu.”
“Kamu bilang aku tinggal disini ?” tanya Nina penasaran. Dia masih tidak mau sebenarnya bertemu Eddie. Tapi, pasti Jackie tidak berbicara kalau dirinya tinggal disini karena kemarin tidak ada orang yang mengetuk pintu apartemennya.
Jackie menggeleng. “Aku bilang kamu lagi balik ke Dublin. Aku tahu ini salah satu sikap yang jahat ke dia, tapi aku pikir kamu masih terjatuh, jadi aku gak mau nambahin beban kamu.” Jelas Jackie. Nina langsung tersenyum dan memeluk Jackie yang pengertian sekali padanya.
Sedang asyiknya mereka berbincang, Iphone Nina berbunyi, telepon itu datang dari keluarganya yang ada di Dublin, tidak biasanya keluarganya menelepon.
“Iya ayah ada apa ?” Nina bertanya, ayahnya belum menjawab. “Ayah, kenapa ayah menangis ?” tanya Nina lagi. Jackie memandangi Nina, Nina juga membalas pandangan Jackie lalu menaikkan pundaknya karena tidak tahu apa yang terjadi pada Ayahnya.
“Apa ? Ayah jangan bercanda.” Ujar Nina lagi. Jackie tambah bingung. Tiba – tiba Jackie melihat air mata keluar lagi dari mata Nina. Dia tertidur di pangkuan Jackie, mematikan teleponnya.
“Aku beneran harus pu… laaanngg… Mamaku Jackie, mamaku.” Ujar Nina sambil terisak.
“Kenapa sayang ?” Jackie makin panic.
“Ibuku meningg….aalll…” ujar Nina lagi. Ibunya meninggal karena kecelakaan mobil. Nina makin tertekan kala itu. Nina bingung sekali, masalah bertubi tubi datang kepadanya.
“Aku selalu sial ya, Jackie.” Ujar Nina lagi. Tangisannya makin besar.
“Hey,, ssttt, jangan bilang gitu sayang. Yaudah sekarang kamu pulang ke Dublin, ini waktunya kamu pamit ke mama kamu untuk terakhir kalinya. Kamu juga belum pulang dalam waktu lama kan.”
“Tapi… Kenapa harus ketika Ibuku gak ada ?”
“Aku juga gak tahu Nina. By the way, aku turut berduka ya. Aku tahu gimana rasanya, karena aku mamaku juga udah gak ada. Waktu itu karena sakit. Tapi, kamu harus sabar Nina, kamu kuat.” Ujar Jackie lagi. Nina hanya terdiam dan sesekali mengangguk dengan nasihat Jackie, dia memang senasib dengan Jackie tapi dia baru merasakannya kali ini. Dia ingat tentang kenangan Ibunya, dia sayang sekali dengan ibunya, bahkan ketika dia dekat dengan Danny, dirinya banyak bercerita dengan Ibunya.
***
“Aku pergi dulu ya, aku nitip toko aku.” Nina kembali menangis. Jackie tidak tega melihatnya lalu dia mencoba menenangkan lagi.
“Sayang, sudah dulu nangisnya, kamu harus kuat di depan Ibu kamu kalau kamu itu rela untuk melepas dia.”
“Iya Jackie, makasih ya. Aku pergi dulu.” Nina memeluk Jackie erat mencium pipi kanan dan kiri Jackie. Dia tersenyum sejenak untuk memperlihatkan bahwa dirinya kuat.
Kala itu Jackie berangkat melalui bandara Los Angeles. Berangkat pada pagi hari, memakan waktu sekitar 7 jam, akhirnya dia sampai pada sore hari.
Dirinya berdiri di samping peti mati Ibunya. Ibunya terlihat cantik, hanya sedikit memar di wajahnya karena terbentur benda keras. Nina sudah bertanya pada ayahnya bahwa ibunya adalah korban tabrak lari, mendapat pendarahan di kepala dan tidak bisa tertolong. Sempat dibawa kerumah sakit, namun tak bisa di selamatkan dokter. Nina pun menangis tambah keras, Nina lemas setelah melihat Ibunya, untung saja ayahnya berada di sampingnya dan bisa menopangnya.
***
Sudah lima hari Nina tinggal di Dublin. Mengenang kenangan ibunya dirumahnya itu. Ayahnya bilang, jangan terus – terusan tinggal dirumah, cobalah keluar rumah. Nina tak menghiraukan saran ayahnya, tapi sampai suatu sore, ada yang mendorong Nina untuk pergi ke taman tempat ia bermain bersama Danny dulu.
“Ayah, aku minta izin untuk pergi ke taman ya.” Senyum Nina meminta izin pada ayahnya, ayahnya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Nina menaiki sepedanya dulu yang masih disimpan rapi oleh ayahnya. Setelah mengayuh sepedanya dengan lambat, ia sampai di bangku yang dulu tempat mereka duduk berdua, tapi tempat itu telah di tempati dua orang pasangan yang sedang bersenda gurau. Ia jadi ingat kenangan ketika dia duduk disana bersama Danny, tapi sayangnya hanya sebagai “Teman”. Setelah duduk sebentar menikmati sunset kala itu, ia pun pulang.
Setelah sampai rumah, ia merasa kalau ia butuh hiburan, bukan hiburan lagi tapi liburan. Dia ingat punya tabungan yang cukup untuk pergi jauh ke sebuah negeri untuk liburan.
“Nina, cobalah sekali kali datang ke Indonesia, disini banyak tempat indah untuk menikmati hidup, pantai, perkotaan, pegunungan, kita punya semua, aku siap kok jadi pemandu mu disini, karena kebetulan aku bekerja sebagai pemandu di salah satu perusahaan travel.” Ujar temannya yang tinggal di Indonesia bernama Indah. Nina langsung tersenyum mengingat pesan itu.

****
“Aku minta maaf ya, Brent. Aku tidak tahu bahwa kau hanya temannya Nina. Aku emosi sekali, karena perasaan yang sudah kupendam sejak lama.” Danny membuka pembicaraan antara dirinya, Brent dan Eddie karena masalah yang terjadi pada saat konser mereka. Member yang lain hanya melihat dari kejauhan.
“Tapi tak selama Nina memendam perasaannya kepadamu kan ?” ujar Brent menyindir Danny.
“Iya.” Jawab Danny singkat. Dirinya hanya menunduk bersalah.
“Tidak Danny, aku tidak bermaksud menyindir mu. Lagian wanita itu sudah lama jatuh cinta, tapi tidak kunjung menyatakan cintanya, karena tidak berani. Nina itu orang yang baik.” Ujar Brent sambil menengok ke arah Eddie. “Iya tidak ?” Brent iseng menyenggol pundak Eddie.
“Tapi kemarin aku gagal menemuinya. Dia pergi ke Dublin.” Jelas Eddie.
“Kau serius ?”
“Iya serius. Mungkin aku ingin menyusulnya kesana besok atau lusa.” Ujar Eddie lagi. Danny hanya tertunduk melihat ketulusan Eddie untuk jujur pada Nina.
“Kau dulu pacarnya Nina ya ?” tanya Danny pada Eddie.
Ketika pembicaraan kali itu sudah intens. Danny sudah dimaafkan oleh Brent, Brent izin pergi dari meja tempat mereka berbincang, karena dia ingin duduk bersama member lain.
Danny dan Eddie tersenyum pada Brent dan mengizinkan dirinya pergi.
“Iya. Dulu. Mungkin esok, entah, Nina tidak mau menjelaskan kenapa dia memutuskanku tiba – tiba.” Jelas Eddie lagi.
“Hmm, dari dulu memang dia pintar menyembunyikan apapun yang orang lain ingin tahu, bahkan baru kemarinlah aku tahu dia itu suka padaku.” Balas Danny.
“Benar. Dia juga tak pernah cerita tentang hal itu.”
“Oh begitu. Kau ingin menjemputnya ke Dublin ? Kau sudah tahu alamatnya ?”
“Belum tahu, Danny. Aku hanya mendengar dari temannya, Jackie, pacar Brent, kalau dia ke Dublin.” Jelas Eddie. Danny mengangguk mengerti. Dia pun mengeluarkan secarik kertas lalu menuliskan alamat Nina diatasnya. Jelas.
“Ini. Kupikir ayahnya belum pindah dari tempat itu. Ayahnya punya usaha mini market yang beberapa bulan lalu masih berdiri. Karena aku sempat kesana dan bertemu ayahnya.” Ujar Danny sambil menyerahkan kertas bertuliskan alamat Nina kepada Eddie. Eddie membaca sejenak kertas itu lalu dia pun mengangguk mengerti.
“Terima kasih banyak ya. Hmm, ngomong – ngomong kau tidak mau ikut denganku ? Kau kan masih punya urusan dengannya ?” tanya Eddie.
“Tidak, bagiku urusanku dengannya sudah selesai. Karena kupikir, dia sudah jujur padaku, dan dia juga sudah tahu perasaanku padanya. Bagiku cukup. Aku tak mau menyakitinya setelah kejadian kemarin dan kejadian yang lalu ketika aku tidak peka padanya. Mungkin dia memang di takdirkan untukmu.” Jelas Danny. Eddie tersenyum.
“Terima kasih telah menjadi teman yang baik untuk Nina, Danny.” Ujar Eddie pada Danny, Danny hanya tersenyum.
***
“Halo, Eddie ? Bisa kita ketemu hari ini ?” ujar wanita yang menghubungi Eddie pagi itu.
“Iya, tapi ini siapa ya ?” tanya Eddie.
“Ini, Joanna.”
“Kau ? Ada apa ingin bertemu denganku ?”
“Hanya sebentar. Ada sedikit urusan.” Balas Joanna. Eddie menunduk tak kunjung menjawab. Setelah berpikir 10 detik, akhirnya Eddie mengiyakan.
“Baiklah. Dimana ?”
“Di tempat dulu aku terakhir bertemu denganmu. Di tempat ketika aku membawa calon suamiku dan memperkenalkannya padamu.” Balas Joanna. “Hah” ujar Eddie dalam hati. Berarti kenangan lamanya dengan Joanna akan terulang kembali. “Aku sudah lelah Joanna.” Ujar Eddie dalam hati.
“Baiklah. Tunggu aku satu jam lagi.” Ujar Eddie. Kebetulan kala itu Eddie tidak ada acara dan tidak ada konser.
***
Setelah menempuh perjalanan 30 menit, akhirnya dirinya sampai di restoran tempat dia dan Joanna berjanjian. Setelah memarkirkan mobilnya ia menuju restoran dan mencari tempat duduk dimana Joanna duduk.
“Maaf jika aku terlambat.” Ujar Eddie lalu duduk berhadapan dengan Joanna.
“Tidak apa. Oh iya, bagaimana kabarmu ? Kabar bandmu ? Malam besok aku akan menontonmu di Red Rocks.” Ujar Joanna tersenyum senang ketika Eddie datang.
“Aku, aku baik – baik saja. Oh bagus kalau begitu.” Ujar Eddie datar. Mereka terdiam sekitar 5 menit lalu pembicaraan dibuka lagi oleh Eddie.
“Jadi, ada apa ingin bertemu denganku disini ?”
“Begini Eddie. Aku masih ingin memintamu untuk….” Joanna menggantung kalimatnnya, kemudian ia memegang tangan Eddie. Eddie yang kaget dengan kejadian itu lalu Eddie sontak melepaskan genggaman tangan itu.
“Untuk apa ?” tanya Eddie setelahnya.
“Untuk… Untuk kembali padaku Eddie. Aku tidak bisa melupakan mu. Pindah hati darimu sangat sulit untukku.”
“Hah. Joanna. Kau ini aneh.” Ujar Eddie kesal lalu membuang mukanya keluar jendela.
“Aneh kenapa ? Itu wajar Eddie. Aku benar – benar tidak bisa pindah hati darimu. Apa kau tidak mau menerimaku ?”
“Joanna. Mengertilah keadaanku. Kau yang memutuskanku tapi kau yang meminta hatiku kembali. Kau aneh Joanna.”
“Aku tidak aneh Eddie.” Ujar Joanna kesal. “Atau karena Nina ? Aku tahu, sebenarnya kau itu sudah putus dengannya. Jadi aku tidak salah dong, memintamu kembali padaku.” Ujar Joanna dengan memasang wajah licik. Eddie kaget ketika Joanna tahu bahwa dirinya sudah tidak berhubungan lagi dengan Nina, dia pun penasaran dan bertanya pada Joanna.
“Darimana kau tahu aku tidak dengan Nina lagi ?”
“Pasti lah aku tahu. Akulah yang mengancamnya untuk memutuskanmu.” Joanna mengakuinya pada Eddie. Kejadian ketika Joanna menculik Nina, kejadian ketika Steve hampir saja terbunuh oleh Joanna. Eddie tak bergeming. Dia pun kesal dengan Joanna lalu bergegas pergi.
“Eddie tunggu.” Ujar Joanna. Lalu Joanna menarik tangan Eddie. Eddie menengok dirinya dan lalu tiba – tiba Joanna mencium bibir Eddie. Eddie tak bergerak, tapi ketika dia sadar dia langsung mendorong tubuh Joanna menjauh, lalu Eddie pun bergegas pergi. “Kau gila!!!” ujar Eddie sebelum pergi.
“That bit*h kissed me. Shittt…” ujar Eddie lalu cepat – cepat ia mengendarai mobilnya pergi dari restoran itu. Kejadian pahit kembali dirasakannya. Tapi, di lain sisi, Joanna senang telah mengungkapkan perasaannya dan sengaja mencium Eddie agar mendapat simpati Eddie.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...