Skip to main content

Part 20 (OneScriptFF)



Part 20

“Danny.. bangun.. selamat ulang tahun ya…” ujar Nina membangunkan Danny dari tidurnya. Danny kelelahan dan juga dia mabuk berat ketika pesta semalam.
“Aku mau tidur lagi, Nina. Jangan ganggu aku.” Ujar Danny.
“Gak, bangun. Ayo kita jalan – jalan. Semalam kan aku gak bisa dateng, jadi sekarang gantinya. Oh iya, Danny, masa aku liat Alex tadi sedang jalan dengan seorang lelaki. Tapi, mungkin itu kakaknya.”
Danny terlonjak mendengar kabar itu, ia langsung bangun. Ia langsung sadar dan ingin tahu lebih banyak tentang informasi yang diberikan Nina itu. Danny tahu bahwa Alex tak punya kakak laki – laki. Dia adalah anak pertama di keluarganya.
“Kamu bohong ya Nina ? Kamu bohong sama aku supaya aku bangun aja terus jalan sama kamu. Kamu jangan gitu dong.” Danny sewot mendengar informasi itu.
“Alex itu gak punya kakak laki – laki. Dia itu anak pertama.”
“ihh, kamu kok gitu. Aku itu lihat pake mata kepala aku sendiri. Kalaupun mau bohong juga, aku bohongnya gak bohong tentang Alex.”
“Aku harus nyari tahu..” Danny langsung bangun, tapi sikapnya dihentikan Nina.
“Ehh, udah, nyari tahu nya nanti aja. Jalan sama aku aja dulu.” Nina tersenyum bercanda. Nina benar, sebaiknya Danny jangan emosi terlebih dahulu.
“Yaudah deh. Ayo. Aku mandi dulu ya.”
“Siap. Lagian aku dari tadi nyium bau gak enak. Kamu tahunya belum mandi.” Ujar Nina meledek. Danny langsung mencubit Nina pelan. Nina terdiam dan tersenyum ketika Danny mencubitnya.
***
“Nina, pulang yuk. Alex minta aku untuk ketemu malam ini. Dia minta aku ketemuan jam 7 malam.” Ujar Danny ketika dia selesai menghabiskan sandwichnya. Meminun segelas air cola dengan cepat.
“Yah… nanti dulu dong, Dan. Aku baru aja makan setengah sandwich nya.” Nina kesal ketika temannya itu sedang terburu – buru. Mulutnya berantakan dengan mayonise yang di makannya yang terdapat dalam sandwichnya itu.
“Hahaha. Kamu makannya kayak anak kecil. Mana tisunya ? Sini, aku lap dulu mulut kamu.” Danny langsung mengambil tisu yang dipegang Nina. Dia mengelap mulut Nina dengan perlahan. Nina terdiam dengan apa yang dilakukan Danny. Danny begitu baik padanya, tapi Nina tahu bahwa Danny baik pada Nina hanya karena sebagai teman.
“Makasih ya.”
“Iya, sama – sama. Ayo, kita pulang.” Ujar Danny. Dia membangunkan Nina yang sedang duduk memakan sandwich. Mereka berjalan beriringan untuk pulang kerumah mereka.
***
“Hi. Maaf ya aku telat.” Danny tersenyum senang ketika malam itu dia bertemu Alex lagi.
“Iya, gapapa.” Jawab Alex datar.
“Kamu kenapa sayang ? Kamu sakit ?” Alex diam ketika ditanya Danny.
“Hmm, Danny..” panggil Alex ketika mereka terdiam cukup lama. “Aku… Aku gak bisa..” kalimat Alex menggantung. Ia tak bisa mengungkapkan apa yang benar – benar ia ingin ungkapkan.
“Aku apa ? Kamu kayaknya gugup banget sih ?” Danny agak terpancing ketika Alex ingin jujur padanya.
“Oh iya. Nanti dulu. Sebelum kamu mau kasih tahu tentang maksud kamu, tadi Nina bilang sama aku, katanya kamu jalan ya sama laki – laki. Nina bilang itu kakak kamu. Terus aku kasih pengertian ke dia, kalau kamu itu gak punya kakak laki – laki. Yaudah deh, aku langsung sewot sama…..”
“Danny stop! Itu yang mau aku kasih tahu sama kamu.” Alex menghentikan penjelasan Danny tiba – tiba. Alex agak sedikit berteriak ketika ia menghentikan perkataan Danny.
“Danny, you know. I can’t stand with you again. I would like to stop our relationship because of that guy.” Ujar Alex lalu air mata mulai keluar tak tertahankan.
“What do you mean ? Jadi maksud kamu laki – laki itu… Laki – laki itu pacar kamu ?” Danny mencoba meminta penjelasan pada Alex. Danny membuang mukanya karena kesal dengan sikap Alex yang tidak langsung saja bilang bahwa ia ingin putus.
“Iya Danny. Sebenarnya, aku tidak merasa ada kecocokan denganmu lagi. Aku tidak bisa berpacaran denganmu lebih lama. Aku tidak ingin menyakiti mu terlalu lama.” Alex tambah menangis ketika dia coba menjelaskan perasaaannya.
“Bohong. Kau bohong. Pasti karena laki – laki itu kan, kau tidak mau denganku lagi. Jadi maumu sekarang apa ?” tanya Danny marah.
“Aku mau kita mengakhiri ini semua.”
“Fine. Terima kasih untuk semuanya. Aku akan coba untuk melupakanmu.” Danny langsung menghentakkan kakinya, lalu dia pergi keluar dari restoran itu. Menutup pintu dengan kasar dan masih melihat kearah Alex melalui jendela restoran itu dan memasang wajah yang muram. Alex hanya menunduk ketika melihat Danny pergi.
****
“Steve… Apa – apaan kau ini. Dimana aku sekarang katakan!!!” ujar Nina marah. Mulutnya telah dibuka dari penutup mulut yang dipasang Steve, sekarang dia bebas berbicara.
“Kau akan tahu nanti Nina.” Ujar Steve datar. Steve dan Nina berada di suatu tempat yang sepertinya adalah sebuah apartemen. Apartemen murah, kotor, dan tidak ada penghuninya sama sekali. Steve sedang menunggu kedatangan Joanna, bos nya yang datang untuk membalas dendam kepada Nina.
“Kau tidak seharusnya melakukan ini Steve. Tolonglah, lepaskan aku.” Ujar Nina memohon, tapi Steve tak bergeming. Dia sibuk dengan pistolnya, dia mengisi lima peluru kedalamnya, mengelapnya dan coba mengokang pistol itu.
“Steve…” suara Nina dan suara seorang wanita beserta bawahannya berbarengan memanggil nama “Steve”.
“Bagus … Bagus.. sekali. Aku bangga padamu Steve, kau berhasil menangkap wanita bodoh ini..” ujar Joanna sambil bertepuk tangan dan memasang tampang licik. Steve hanya tersenyum licik kearah pistolnya.
“Joanna… Steve apa – apaan ini. Kau.. Kau bekerja untuknya.”
“Benar… benar sekali. Steve juga adalah orang yang mengirimkanmu kotak berdarah itu. Ya, benar, aku yang menyuruhnya.” Jelas Joanna. Joanna menghampiri Nina lalu dia mengangkat dagu Nina, memasang wajah mengancam padanya.
“Kau… Kau jahat Joanna.” Ujar Nina kesal. Rambut panjanganya berantakan, tangannya terikat dan wajahnya bercucuran keringat.
“Hey, kau yang jahat.” Joanna membuang muka Nina kasar dengan tangannya. “Kau yang merebut Eddie dariku. Apa itu tidak jahat ?”
“Tapi kau sudah putus dengannya Joanna. Aku tidak merebutnya darimu.” Joanna mengelak.
“Kau juga jahat telah menulis berita tidak benar tentang ayahku.”
“Ayahmu ?” Dahi Nina berkerut bingung. “Maksudmu apa ?”
“Joan Lorenzo, kau tidak tahu dia ? Dia adalah ayahku.” Jelas Joanna sambil berteriak di hadapan Nina. Steve hanya terdiam melihat kelakuan Joanna kepada Nina. Bagaimanapun Steve tak bisa berbuat apa – apa. Dia hanya duduk menyaksikan drama antara dua perempuan dihadapannya. Dua penjaga Joanna menjaga pintu apartemen itu agar tidak ada orang yang masuk ke dalamnya.
“Steve…” panggil Joanna. Nina masih berusaha melepaskan ikatannya itu. “Lakukan apa yang aku perintahkan padamu.” Lanjut Joanna. Steve berdiri dari tempat duduknya, melepaskan ikatan tangan dan Kaki Nina. “Steve tolong aku..” Nina memohon. Steve tak bergeming. Ia mengeluarkan pistolnya yang telah diisi dengan lima peluru tadi dan menodongkannya ke kepala Nina.
“Steve, apa yang kau lakukan ?” Nina tambah tertekan. Di kepalanya sekarang sedang menempel pistol yang telah diisi oleh Steve. Satu tembakan saja, Nina bisa mati saat itu dan tidak ada orang yang menolongnya.
Sementara itu, Joanna mengambil ponsel dari tas Nina dan menyerahkannya pada Nina.
“Hey. Bangunlah. Duduk di bangkumu.” Joanna menyuruh Nina dan memberikan ponselnya.
“Sekarang, ketik nomor Eddie dan hubungi dia dan bilang kalau kau tidak mau lagi berpacaran dengannya, tidak mau lagi berhubungan dengannya, dan suruh dia untuk melupakanmu.” Jelas Joanna. Nina tersentak dengan permintaan Joanna. Padahal dirinya baru berbahagia dengan Eddie tadi pagi, tapi malam ini dia harus memutuskan Eddie. Nina menangis dan memohon pada Joanna agar tidak melakukan hal itu. Dia rela melakukan hal lain asal jangan memutuskan hubungannya dengan Eddie.
“Cepat!!!!” teriak Joanna.
“Tapi, Joanna aku tidak bisa.” Jawab Nina pelan dan menunduk. Joanna tak bergeming, dia membuang badannya menghadap kearah lain. Tiba – tiba dia mengambil pistol dan mengarahkannya ke kepala Steve. Steve kaget dan tak berani menengok Joanna.
“Lakukan sekarang atau kau dan Steve akan mati.” Joanna bersuara garang.
“Joanna, apa … apa yang kau lakukan ? Kau bilang kau hanya melakukannya pada Ni…” Steve berujar tegang.
“Diam!!!!” Joanna kembali teriak. “Kau banyak bicara. Nina, cepat lakukan sekarang.” Ujar Joanna lagi. Nina bingung harus melakukan apa, jika dia tak melakukannya, dia dan Steve akan mati dan Joanna akan melanjutkan kejahatannya bersama ayahnya. Tapi kalau dia melakukan, otomatis, hubungannya dengan Eddie akan berakhir tanpa penjelasan yang tidak jelas sama sekali. Nina masih sayang dengan Eddie, tapi, cinta tidak harus memiliki. Dia harus rela mengorbankan cintanya agar Steve dan dirinya tidak mati. Bagaimanapun juga Steve dan dia dulunya pernah ada hubungan. Dia tidak mau ada orang yang meninggal karena kejadian ini.
“Halo, Eddie. Ini aku Nina.” Ujar Nina sambil menarik nafas panjang. Nafasnya masih terisak karena dia masih menangis.
“ Hi Nina. Kamu sudah merindukanku ya ? Aku juga. Apa kabar kamu ?”
“Aku baik – baik saja.” Ujar Nina berbohong. “Aku ingin kita…”
“Aku ingin kita apa ?” Eddie tidak sabar dengan perkataan Nina.
“Aku ingin kita mengakhiri hubungan kita saat ini. Aku ingin kita putus. Aku ingin kau melupakan aku dan aku ingin kau tidak mencariku lagi.” Jelas Nina. Air matanya kembali membanjiri wajahnya. Rasanya Nina kala itu sudah mati karena perasaannya harus berakhir karena orang yang tidak di duganya.
“Hah ? Kau jangan bercanda!!! Maksudmu apa ?” Eddie kaget dengan permintaan Nina yang tidak masuk akal itu.
“Sudah Eddie. Kau dan aku tidak cocok sama sekali. Carilah yang lain. Aku tidak pantas untukmu. Aku juga baru menyadari bahwa aku tidak pantas berpacaran dengan seorang artis. Terima kasih untuk semuanya. Bye!” ujar Nina lalu menutup teleponnya.
“Kau puas Joanna ? Sekarang, lepaskan aku dan Steve.” Ujar Nina dengan wajah mengancam. Dia sangat kesal dengan perlakuan Joanna. Hanya karena sakit hati dia harus berbuat seperti ini.
“Hahaha. Bagus.. Bagus sekali. Terima kasih atas bantuanmu. Steve kau bisa melepaskan pistol itu dan kau selamat…” Tawa Joanna sangat puas. Dia melepaskan pistolnya dari kepala Steve. Steve bernafas lega. Nina tambah menangis dan Steve membantu Nina untuk berdiri. Nina memandang wajah Steve marah. “Apa kau sadar apa yang telah kau perbuat ?” pertanyaan dari Nina ini membuatnya tambah tertekan. “Maafkan aku Nina.” Steve mencoba memohon namun Nina tak bergeming.
“Sudahi sandiwara kalian. Terima kasih atas bantuan kalian ya. Steve, hutang mu lunas sudah, aku akan bilang ayahku untuk menghentikan pengejaranmu. Nina, terima kasih sudah melepaskan Eddie.” Senyum Joanna licik.
Mereka berdua tidak bergeming dengan apa yang dikatakan Joanna. Mereka masih berdiri saling berhadapan. Nina menelungkupkan kedua tangannya di dada, sedangkan Steve masih saja menunduk bersalah. Joanna dan kedua algojo bergegas pulang dan keluar dari apartemen itu.
“Steve !” panggil Joanna seraya menghentikan langkahnya di depan pintu apartemen itu. “Kau pikir hutang mu selesai begitu saja seperti kataku ?” tanya Joanna. Steve menengok kearah Joanna. Dirinya terdiam dengan pertanyaan aneh itu. “Maksudmu ?” Steve coba bertanya, tapi sialnya, Joanna mengarahkan pistol keaarah Steve dan melepaskan tembakan itu. Alhasil, pelurunya mengenai pundak kiri Steve. Nina sangat kaget dengan kejadian itu, tubuh Steve langsung terjatuh lunglai.
“Joanna!!!!” Teriak Nina. Joanna tertawa senang dan salah satu penjaga nya menutup pintu apartemen itu.
Steve masih berbaring di lantai. Secepatnya Nina menyelamatkannya. Nina coba membangunkan Steve, tapi Steve merasa kesakitan. Nina panic, satu – satunya cara memang harus membawa Steve kerumah sakit.
“Tapi, aku harus membawa mu kerumah sakit.” Nina berujar pelan.
“Tidak, tidak usah, lebih baik begini.” Steve berbisik pada Nina karena menahan rasa sakit.
“Aku akan coba membantumu.” Steve langsung tak sadarkan diri. Nina mencoba mengangkat Steve dari pangkuannya. Nina membawa badan Steve, berusaha membawanya keluar dari apartemen itu dan mencari taksi untuk membawanya ke rumah sakit.
Berselang 15 menit kemudian, dia dan Steve telah sampai di rumah sakit. Kebetulan dan beruntungnya Nina ketika dia sampai di pintu depan rumah sakit, ada suster yang sedang lewat, suster itu langsung membantunya dan memanggil petugas untuk mengambil tempat tidur dorong untuk Steve. Steve lalu dibawa ke ruang gawat darurat untuk mendapat perawatan secepatnya. Nina menunggu nya diluar, setelah dia menunggu kurang lebih satu jam, dokter yang menangani Steve keluar dan memanggil orang yang membawa Steve tadi, lalu Nina segera berdiri dan menemui dokter itu.
“Lukanya cukup parah, namun beruntungnya tembakan itu tak sampai kena jantungnya, kalau tidak, mungkin dia tidak akan selamat.” Jelas Dokter itu, Nina mengangguk mengerti.
“Tapi apakah dia sudah sadar dok ?”
“Dia sedang dibius, tadi harus dilakukan operasi untuk mengeluarkan sisa pelurunya. Kamu ini siapanya ya ? Pacarnya ?” tanya dokter itu pada Nina. Nina terdiam.
“Hmm, bukan dok, saya temannya.”
“Kok bisa ada kejadian tertembak ? Kamu habis dijahati orang ya ?”
“Ya begitulah dok. Tapi baiknya orang itu melepaskan kami. Orang itu memang sedang dalam pengaruh obat.”
“Kamu harus cepat – cepat lapor polisi.” Dokter itu menyuruh Nina. “Saya pergi dulu ya. Ada yang harus saya tangani. Jaga diri baik – baik ya.” Ujar Dokter itu lalu meninggalkan Nina.
Nina pun memutuskan untuk melihat keadaan Steve. Dia masuk ke ruangan tempat Steve dirawat. Steve masih tertidur. Dia tak berani menganggunya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat pada Steve. Surat itu berisi bahwa dia harus pergi. Pergi dari Washington D.C. secepatnya. Lalu Nina menitipkan surat itu pada suster yang sedang memeriksa Steve dan bilang pada suster itu bahwa surat itu harus diberikan pada Steve. Suster itu mengangguk mengerti lalu setelah itu Nina pun pergi.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...