Part
19
Danny
cemas menunggu kabar dari Nina. Temannya yang satu itu belum datang juga. Dia
selalu melihat kearah pintu rumahnya yang terbuka lebar. Yang terlihat hanyalah
pepohonan dan rumput hijau dan daun yang berguguran karena musim gugur. Tidak
ada tanda sama sekali akan kedatangan teman spesial nya itu.
“Kamu
kenapa sayang ?” Alex datang bertanya pada Danny yang sedang terlihat cemas. Ia
membawakan segelas soda rasa strawberry kala itu.
“Lagi
nunggu seseorang, tapi belum dateng.” Jawab Danny singkat. Tapi, dia memikirkan
bahwa Alex tengah berada di sampingnya. Ia tak mau juga mendiamkan Alex hanya
karena di hari ulang tahunnya, Nina tidak datang, dan Danny harus menunggunya.
“Yasudah,
mungkin dia telat. Ayo kita berbincang dengan yang lain. Sebentar lagi kan,
acara puncak sayang..” ujar Alex menenangkan Danny. Danny mengangguk dan
menuruti apa kata Alex. Bagaimanapun Alex benar, ini acaranya, tidak pantas dia
murung hanya karena menunggu seseorang.
***
“Tiup
lilinnya, Danny. Sebelumnya Make A Wish dulu ya.” Ujar Alex. Orang tua Danny
tersenyum melihat mereka berdua. Mereka terlihat senang sekali. Danny memejamkan
mata lalu memohon keinginannya, dan setelah itu meniup lilin kue ulang
tahunnya. Danny tersenyum kepada Alex yang membawa kue itu dan mencium bibir
Alex lembut. Sorak tepuk tangan semakin keras ketika Danny melakukan itu.
Dia
tidak memikirkan Nina lagi. Yang ada dipikirannya sekarang adalah dia bisa
berduaan dengan Alex.
“Semoga
kita bisa bersama selamanya, ya ?” Danny merangkul Alex sambil memandangi
bintang – bintang di langit malam itu.
“Semoga
saja.” Alex tersenyum membalas perkataan Danny. Tapi semua itu terhenti ketika
bunyi ponsel Alex memotong perbincangan mereka. Tertulis disana bahwa telepon
itu datang dari Brent yang kala itu masih kekasih Alex. Danny tidak tahu bahwa
Alex menduakan dirinya dengan Brent.
“Permisi
sebentar ya, aku mau angkat telepon dulu. Ini dari teman wanitaku ?” ujar Alex
berbohong. Tapi disitu Danny hanya tersenyum.
“Hmm,
sepertinya aku harus pulang. Dia menyuruhku untuk pulang kerumah, karena dia
sudah ada dirumahku. Dia bilang, dia sedang dalam kesusahan dan dia minta aku
untuk menemaninya malam ini.” Jelas Alex ketika selesai bertelepon dengan “yang
katanya teman” itu.
“Ohh,
baiklah kalau begitu. Tidak apa. Mau aku antar pulang ?”
“Hmm,
tidak usah Danny. Aku bisa naik taksi. Aku naik taksi saja, tidak enak dengan
teman yang lain. Aku pulang duluan ya, sayang. Selamat ulang tahun.” Senyum
Alex pada Danny. Alex mencium kening Danny kemudian dia pergi. Jadilah Danny
sendiri disana. Tak ada teman atau seseorang yang dijadikannya untuk berbagi
untuk malam itu. Padahal dirinya sedang merasakan kebahagiaan.
***
“Joanna,
dengarkan aku, aku tidak bisa melakukan itu. Bagaimanapun juga Nina adalah
temanku.” Steve berseteru dengan Joanna. Steve baru tahu bahwa orang yang di
jahatinya beberapa hari ini adalah Nina. Orang yang dibenci Joanna adalah Nina.
“Itu
bukan urusanku, bagaimanapun dia harus kudapatkan. Kalau kau tidak mau
melakukannya, aku akan melapor pada ayah, dan mungkin kau akan…” Joanna
menggantung kalimatnya, ia mengancam Steve lagi.
“Stop.
Jangan bilang itu lagi. Hmm.. Baiklah aku akan melakukannya. Katakan saja kapan
dan dimana aku harus menyekap Nina ?”
“Hmm.
Hari ini.”
“Hari
ini ? Kau gila Joanna ? Kemarin aku lihat Eddie menginap di apartemennya.”
“Itu
bukan urusanku. Salahkan Nina kenapa harus berpacaran dengan Eddie. Kenapa
harus berpacaran dengan orang yang aku sangat cintai dan aku masih punya
hubungan dengannya.” Ujar Joanna juga marah pada Steve.
Steve
kesal pada Joanna. Kenapa harus Nina yang dia culik ? Dia memang harus
melakukan itu karena dia hanya ingat hutangnya saja. Dia tidak mau keluarga
terdekatnya terkena imbasnya nanti dihabisi oleh ayah Nina. Memang salah dia
juga, harus ikut terjerumus ke dalam bisnis ini. Kalau saja dulu dia tidak
kesusahan mencari uang, mungkin saja dia tidak dalam kasus ini.
Steve
menghela nafas. Tidak ada lagi perlawanan. Dia memang sama sekali tidak bisa
melawan.
“Okay.
Aku akan melakukannya hari ini. Beri aku petunjuk saja dimana kapan aku harus
membawa Nina kepadamu.”
“Aku
sudah mempersiapkannya. Ini dia. Bawa dia kesitu. Aku akan ada disitu jam 9
malam.” Ujar Joanna dengan tampang jahatnya. Dia menyerahkan secarik kertas,
tempat dimana Nina harus disekap. Ada rencana lain yang sudah Joanna siapkan
tanpa diketahui Steve. Wajah Steve dipenuhi keringat, takut rencana ini tidak
berhasil sama sekali, lalu dia akan dibunuh.
****
“Jadi
ketika itu, aku memutuskannya. Lalu aku kembali ke Dublin.” Ujar Alexandra
mengakhiri ceritanya kepada Danny.
“Jadi,
kau memutuskannya, meninggalkannya, tanpa memberitahukannya kenapa kau
meninggalkan dia ?” Danny coba meyakinkan apa yang baru saja dia dengar dari
cerita Alexandra. Agak aneh sebenarnya, tapi itulah cerita cinta Alex.
Danny
dan Alex sedang berada di salah satu restoran fast food di kawasan London.
Kebetulan, Alex sedang bertemu dengan temannya dan Danny sedang ada urusan
dengan musiknya. Mereka berjanjian untuk bertemu, lalu Alex bercerita tentang
Brent kepada Danny.
“Siapa
nama pacarmu tadi, aku lupa ?”
“Brent.
Brent Kutzle.” Jawab Alex mantap.
“Bukannya
dia salah satu personil band OneRepublic ?” tanya Danny lagi.
“Iya,
kau betul. Kau tahu ternyata.”
“Aku
dulu pernah bertemu dengan OneRepublic, namun saja aku tidak bertemu dirinya
karena Glen, temanku, menanyakan keberadaannya kepada Ryan. Tapi ternyata dia
tidak ikut berkumpul di acara festival kala itu.” Jelas Danny.
“Tapi
apakah sekarang kau masih berhubungan dengannya ?”
“Tidak,
tidak lagi. Kami sudah tidak berhubungan, baik telepon atau email sekalipun.”
“Oh,
aku prihatin dengan ceritamu.” Danny menyeruput cairan terakhir minumannya
sambil menghela nafas. Tidak percaya dia akan bertemu Alex kembali. Menjadi
salah seorang yang dijadikan Alex tempat bercerita. Danny merasakan luka itu
datang kembali, tapi apalah gunanya, waktu berjalan terus menerus. Danny juga
tidak merasakan ada kecocokan lagi dengan Alex.
“Danny…”
panggil Alex.
“Iya.
Ada apa ?” jawab Danny.
“Maukah
kau menjadi kekasihku lagi ?” Danny tersedak mendengar perkataan Alex. Dia
terdiam. Membuang mukanya keluar jendela fast food. Dia bingung harus menjawab
apa ? Luka yang pernah dia rasakan, rasanya tumbuh semakin besar. Ketika dia
tahu bahwa Alex sedang berpacaran dengan Brent, tapi dia juga berpacaran dengan
dirinya. Danny tak bisa menjawab apa – apa.
“Ayo
kita pulang. Perlu aku antar kau pulang ?” ujar Danny tanpa menjawab pertanyaan
dari Alex. Alex hanya menunduk menuruti apa perkataan Alex.
“Aku
minta maaf, Danny..” akhirnya perkataan itu keluar dari mulut Alex. Danny tak
bergeming.
***
Tiga
hari kemudian.
“Terima
kasih ya sudah menemaniku. Ternyata setelah kau datang, ancaman itu tidak
datang lagi.” Senyum indah terkembang di wajah Nina. Eddie juga tersenyum akan
hal itu.
“Memang
Joanna mungkin hanya iseng dengan kau.” Ujar Eddie meledek.
“Oh,
okay. That’s funny. Aku berangkat ke kantor dulu ya. Kau kapan berangkat ?”
tanya Nina, tapi Eddie tak menjawab. Dia lebih menjawab teleponnya. Lalu Nina
membuka pintu depannya saja, karena dia ingin berangkat.
“Nina..
jangan dulu…” ujar Eddie. Namun terlanjur, Nina sudah membuka pintu depannya,
tapi ternyata di depan pintu itu sudah ada rangkaian bunga mawar merah yang
masih segar.
“Ahh,
surprise.” Ujar Eddie pelan. Ternyata kejutannya gagal. Sebenarnya dia yang
ingin membuka pintunya, tapi Nina sudah terburu – buru membukanya.
“Eddie..”
ujar Nina pelan juga. Dia terkesima dengan kiriman bunga itu. Diambilnya bunga
itu lalu ditunjukkan pada Eddie. “Ini darimu ?” tanyanya.
“Iya.
Sebelum aku pergi, aku ingin memberikan ini padamu.” Eddie tersenyum malu.
Mereka berdua terdiam. “I love you..” ujar Eddie memecah suasana. Mereka saling
berpandangan, lalu Nina memeluk Eddie dan dia membalas. Mereka berpandangan
lagi lalu bibir mereka bersatu, Eddie mencium Nina dengan penuh kasih sayang,
Nina pun membalas ciuman itu.
“Aku
akan kembali ke Denver hari ini. Jaga dirimu baik – baik ya. Ketika aku ingin
bertemu kau lagi, aku akan mengabarimu.” Senyum Eddie. Nina kembali tersenyum
dan mencium Eddie lagi.
***
“Aku
pulang dulu ya James, salam untuk Liza, dia sedang ke kamar mandi. Oh iya,
jangan lupa kirimkan jadwal liputan yang sedang kau kerjakan itu ya.” Pamit
Nina pada James. Malam itu sudah pukul 8 malam, 2 jam lebih Nina mengundur
waktu pulang ke apartemennya. Dua temannya akan lembur dan baru akan pulang jam
10 nanti. Nina pun keluar dari kantornya itu dan bergegas menuju terminal bus
terdekat.
Setelah
melalui waktu perjalanan kurang lebih satu jam, ia akhirnya sampai di terminal
dekat apartemennya. Tinggal berjalan sedikit saja ke apartemennya, lalu dia
sampai.
“Nina,
ikut aku.” Tiba – tiba ada seseorang yang berbicara seperti itu dan menarik
lengannya secara kasar, memegangnya dengan keras, Nina mencoba melawan.
“Hey,
apa – apaan kau ini.” Ujar Nina sedikit berteriak, tapi orang itu tetap kuat
memegangnya. Ketika Nina melihat wajahnya, dia sangat tidak percaya ketika tahu
bahwa orang itu adalah Steve.
“Steve
maksudmu apa menarikku seperti ini. Lepaskan aku.” Nina mencoba melawan lagi.
Tapi Steve membawanya ke sebuah mobil mini bus. Steve memasukkan Nina ke
dalamnya dan cepat – cepat dia naik ke mobil itu juga dan menutup pintu mobil
itu. Nina pun menangis kala itu. Lalu Steve mengikat tangannya dan menutup
mulutnya supaya Nina tidak banyak bicara atau berteriak saat itu. Akhirnya Steve
berhasil menangkap Nina dan membawanya ke Joanna.
Comments
Post a Comment