Skip to main content

Part 16 (OneScriptFF)



Part 16

Nina sedang bernyanyi ketika dia sedang membereskan lokernya. Dia bingung, kenapa lokernya begitu berantakan. Setelah beres, dia tersenyum senang dan menutup lokernya. Tapi, dia terkejut ketika mendapati Danny sudah berdiri di samping lokernya itu.
“Hah ? Danny ?” ujar Nina terkejut. Dia terdiam.
“I just wanna say, I’m so sorry for last night.” Ujar Danny tiba – tiba. Dia merasa bersalah karena kejadian semalam ketika ulang tahun.
“Minta maaf apa ?” ujar Nina bingung. Dia masih belum ingat apa yang dibicarakan Danny, disamping itu apa dia ingin pura – pura melupakan kejadian semalam ?
“Aku minta maaf karena aku tidak bilang padamu semalam aku merayakan ulang tahunku bersama Alex. Aku juga berterima kasih akan hadiah yang kau berikan. Itu hadiah yang sangat indah dan kuenya juga sangat enak.” Ujar Danny sambil memegang tangan Nina. Nina hanya terdiam melihat Danny, belum berani untuk bicara.
“Oh, itu. Sama – sama, it’s okay. Maksudku aku memaafkanmu kok, itu kan hak mu jalan dengan pacarmu.” Senyum Nina. “Aku harus pergi, sebentar lagi kelasku sudah dimulai. Aku minta maaf ya tidak bisa bicara lama – lama denganmu disini. Nanti Alex lihat dan mengiraku yang tidak – tidak.” Akhirnya Nina pergi meninggalkan Danny.
“Nina…” panggil Danny, langkah Nina terhenti, tapi dia tidak menengok ke belakang. Air matanya sebentar lagi jatuh karena rasa sakit yang harus ditanggungnya.
“Aku benar – benar minta maaf. Sabtu ini aku akan mengadakan pesta ulang tahunku. Aku harap kamu datang ya. Harus, harus datang.” Nina terdiam. Lalu menengok kea rah Danny. “Iya, aku memaafkanmu kok. Akan aku usahakan ya Danny.” Nina tersenyum kearahnya, membalikkan badannya dan berlari dari tempat Danny berdiri secepat mungkin. Sebenarnya dia tidak pergi ke kelas, melainkan ke kamar mandi untuk menenangkan diri.
***
Brent terdiam duduk di teras rumahnya. Menerawang jauh lurus ke depan. Pandangan dan pikirannya kosong. Dia bingung sekali, hari ini adalah hari dimana Alex akan menetap di Dublin untuk waktu yang lama. Memikirkan kenapa kejadian itu terulang lagi. Kejadian dirinya harus berpisah lagi dengan kekasihnya itu dengan alasan yang sama. Alex tidak bisa berhubungan jarak jauh. Alasan klasik, pikir Brent.
Ketika dirinya sedang duduk berdiam di teras rumahnya, tiba – tiba ada mobil yang berhenti di depan rumahnya. Mobil itu dikenali Brent, itu mobil Zach, ada apa dia kemari ? Tanya Brent dalam hati. Dia langsung sadar dari sikap menerawangnya tadi. Zach memarkirkan mobilnya lalu masuk ke rumah Brent. Zach melambaikan tangan kearah Brent. Brent membalas dengan senyuman malas. Zach memberikan salam lelakinya untuk Brent.
“Hey Dude, jangan diam saja ayolah kita harus jalan – jalan.” Ujar Zach.
“Memangnya kau, istri dan anakmu tidak jalan – jalan sehingga harus mengajakku ?” tanya Brent bercanda.
“Hahaha, bisa saja kau, aku sudah banyak waktu menghabiskan waktuku untuk mereka. Ada apa sih dengan kau ?”
“Aku.. Aku saja tidak tahu.”
“Heyy, ini bukan Brent yang aku kenal.” Tanya Zach. Lalu dia membetulkan cara duduknya. “Ceritalah padaku jika kau punya masalah.” Lanjut Zach.
“Hmm.. Begitulah. Kau kenal Alex ? Dia akan pergi hari ini.”
“Hah ? Yang benar saja kau Brent. Maksudmu pergi kemana ? Pergi kerumahmu ? Kalau begitu aku akan pulang, takut mengganggu.” Ujar Zach bercanda lagi. Zach memang suka sekali bercanda bahkan disaat Brent suram seperti ini.
“Bukan Zach. Dia akan kembali ke Dublin untuk waktu yang lama, dia bilang dia tidak yakin akan kembali kesini.”  Ujar Brent sambil menunduk, iseng memainkan kakinya.
“What ? Kembali ke Dublin. Dan kau diam saja disini tak mengantarnya untuk berpamitan di Bandara ?” ujar Zach dengan nada yang cukup tinggi seakan menyalahkan temannya itu.
“Hmm.. Aku tidak siap Zach. Aku sudah lelah mengejarnya, kembali lagi berpisah dengannya.”
“Tapi tidak begitu masalahnya Brent. Bagaimanapun dia dan kau butuh salam perpisahan, kau harus minta penjelasan padanya.” Ujar Zach yang masih dengan nada tinggi.
Brent hanya terdiam memandang lurus ke depan. Menerawang dengan tatapan kosong. Sesekali dia menunduk, merasa bersalah. Zach benar, dia harus menghampirinya untuk memberikan salam perpisahan.
“Aku pergi dulu ya. Maafkan aku, aku tidak bisa jalan – jalan denganmu.” Tiba – tiba Brent berdiri lalu berpamitan pada Zach. Zach hanya terpaku melihat Brent yang pergi secara diam – diam, tapi di dalam hatinya Zach bersyukur, akhirnya temannya itu mau menuruti perkataannya.
“Kau mau kemana ?” tanya Zach meyakinkan. “Aku akan menghampiri Alex.” Jawab Brent singkat. Zach kembali tersenyum.
***
“Perjalanan menuju Dublin, dimana pintu keberangkatannya ya.” Brent berusaha mencari jadwal keberangkatan pesawat Alex menuju Dublin. “Ah ini dia.” Dia mencoba masuk dan mencari Alex. Ketika dia sedang terburu – buru, dia menabrak seorang wanita yang ternyata itu Alex.
“Aww, maaf. Hah ? Alex ? Oh, thanks God.” Brent bersyukur dia menemukan Alex tanpa sengaja.
“Brent ? Kau… Kau ingat aku akan berangkat hari ini ? Kupikir kau tidak akan datang.” Alex menunduk. “Satu jam lagi aku berangkat.” Lanjutnya.
“Hmm. Bisa kita bicara sebentar. Disini, kita duduk disini saja.” Mereka duduk bersamaan.
“Kenapa kau harus pergi ? Memangnya tidak bisa kita memperbaiki kesalahan kita berdua, bicara baik – baik. Tidak harus dengan cara kau pergi seperti ini kan ?” ujar Brent sambil dengan nafas terengah.
“Brent. Jika kau kesini hanya untuk membahas alasan kenapa aku pergi, lebih baik aku masuk saja ke ruang check in sekarang juga. Aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak bisa memberikan alasannya. Ini sangatlah berat buatku.” Ujar Alex lalu meneteskan air matanya.
“Alex, aku benar – benar minta maaf jika aku punya salah padamu. Tapi aku mohon, kenapa kau tidak bisa jujur kepadaku.” Brent memohon dengan nada yang lembut.
“Brent. Aku minta maaf juga, tapi aku tidak bisa. Untuk kali ini aku tidak bisa bicara yang sebenarnya. Tapi, cepat atau lambat, aku akan memberitahukanmu.” Ujar Alex lagi. Ketika mereka berdua sedang berbincang, tiba – tiba suara panggilan untuk pesawat yang akan Alex tumpangi berbunyi. Petugas memberitahukan supaya penumpang segera masuk ke ruang check ini dengan segera.
“Brent. Look, it’s over. Aku minta maaf, tapi aku harus berangkat sekarang. Terima kasih atas segala nya yang telah kau berikan buatku. Sampai jumpa di lain waktu, aku harap kau bisa menemukan wanita yang benar – benar bisa menemanimu selalu.” Ujar Alex lalu dia masuk ke ruang check in. Bayangan Alex lama – lama menghilang, Brent hanya terdiam melihat kepergiannya. Badannya lemas lalu dia terduduk di tempat duduknya lagi. Tempat duduk tempat mereka terakhir kali bertemu.

“Dikabarkan wanita ini tengah mengejar seseorang, dia ingin membalaskan dendam karena masalah yang sedang di hadapinya.” Suara tv itu sedikit menganggu ketenangan Nina. Dia menjadi penasaran dengan berita yang sedang di kabarkan di televisi itu. Dia pun memperhatikan dengan seksama. Kasus yang tak biasa. Perempuan itu adalah pengguna narkoba sekaligus orang yang ingin balas dendam. Tapi, hukumannya hanya rehabilitasi.
“Nina..” ujar bosnya memanggil.
“Seperti biasa, kau harus menyelidiki kasus itu. Laporan akan kuberikan via email. Okay ?” tanya bosnya padanya. Baru saja dia menghayati berita itu, dia langsung mendapat tugas untuk meliput berita tersebut.
Setelah Nina mendapat laporannya, di laporan itu tertulis dia harus bertemu dengan wanita yang masuk berita tv tadi. Mau tidak mau dia harus berurusan lagi dengan seorang criminal. Mau tidak mau dia harus menjalankannya karena ini adalah bagian pekerjaannya, ya, walaupun pekerjaan ini cukup menguras tenaga dan batinnya. Karena pekerjaan ini sangatlah berbahaya dan penting.
“Aku pulang ya, James, besok kita ada wawancara dengan korban rehabilitasi itu.” Ujar Nina mengingatkan wawancara yang akan ia lakukan. Nina memutuskan untuk pulang hari itu.
Sesampainya di depan apartemennya, dia kaget bukan kepalang karena ada sebuah kotak ditaruh di depan pintu apartemennya. Sebuah kardus tepatnya, kardus itu cukup besar. Dibukanya kardus itu saat itu juga. Dia tambah terkejut ketika mengetahui isinya, isinya adalah kertas bertuliskan “kau akan mati” dengan darah diseluruh kardus itu. Dia langsung melempar kertas itu, lalu membuang kardus itu di tempat sampah di depan apartemennya dan semoga petugas sampah yang lewat cepat mengambilnya. Tangannya bergetar, ada seseorang yang sedang menguntitnya.
Dirinya langsung masuk ke dalam apartemennya dan langsung cepat – cepat mengunci pintu apartemen itu. Apakah ini resikonya menjadi jurnalis criminal, seakan akan dia salah menulis salah satu berita yang dimuatnya di Koran. Dia langsung cepat – cepat berinisiatif menelpon Eddie, dirinya sangat takut saat itu.
“Eddie ?” ujarnya sambil menangis. Dia sangatlah takut.
“Nina ? Nina, suaramu serak, kau menangis ? Ada apa denganmu ?” ujarnya lagi.
“Eddie. Aku takut… Aku takut sekali.” Ujarnya sambil memegang keras bantal di tempat tidurnya. Dirinya belum sempat mengganti bajunya, dirinya hanya memikirkan kiriman kotak yang baru saja diterimanya.
“Baiklah okay.Tarik nafasmu, kenapa kau takut ? Okay, pelan – pelan ceritakan padaku.” Ujar Eddie mencoba untuk menenangkan Nina.
“Ada kiriman kotak ketika aku pulang kantor tadi. Aku tidak membuang – buang waktu untuk membukanya, ketika itu juga aku melihat isinya. Isinya adalah… isinya adalah tulisan “kau akan mati” di dalamnya, dan di kardus itu penuh darah Eddie. Aku takut sekali dan kotak itu langsung aku buang.”
“Apa ? Siapa yang mengirimkannya ?”
“Aku tidak tahu. Aku tidak sempat melihatnya. Itu membuatku sangat takut.” Ujar Nina sambil menangis semakin keras.
“Baiklah. Besok pagi sebaiknya kau lapor ke polisi ya. Sebaiknya kau mencari perlindungan, maafkan aku tidak bisa menemanimu, tapi kau tidak apa – apa sekarang kan ?” ujar Eddie lembut.
“Tidak aku tidak apa.”
“Yasudah, sekarang lebih baik kau istirahat, kau tidur, dan besok pagi baru kau lapor polisi. Jangan lupa juga mengunci pintu apartemenmu ya. Mungkin tiga hari lagi aku akan kesana.” Ujar Eddie menenangkan. Nina lega, karena Eddie punya waktu untuk menemaninya, walaupun itu tiga hari lagi. Masalah kotak itu benar – benar membuat Nina tidak nyaman. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur.
***
“Hah…” Eddie menghela nafas atas apa yang baru saja didengarnya.
“Kenapa Eddie ?” tanya Ryan yang kala itu menemaninya.
“Nina, dia mendapat kiriman aneh yang menyeramkan. Kotak penuh darah bertuliskan “kau akan mati”, aku takut juga, dan aku merasa bersalah tidak ada disampingnya saat ini.” Ujar Eddie menunduk.
“Tenang dude. Tiga hari lagi kita libur. Berkunjunglah ke Nina.” Saran Ryan. Dia hanya menunduk dan makin merasa bersalah karena tak bisa menemaninya di saat Nina susah.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...