Skip to main content

Part 18 (OneScriptFF)



Part 18

Joanna duduk terdiam melihat foto Eddie yang masih disimpannya. Foto kenangan itu masih tersimpan rapi. Eddie bagaikan sosok yang menenangkah hati Joanna, kalau saja dia tidak ada masalah dengan Ibunya, mungkin dia masih bersama Eddie sekarang. Mungkin dia sudah menjadi istri Eddie. Tapi kenyataannya, dia tidak mendapatkan apapun. Lelaki yang memacarinya dan menjadi tunangannya memilih wanita lain padahal seminggu lagi ia akan menikah.
Sekarang dia duduk disini sendiri. Duduk di dalam ruangan di suatu tempat rehabilitasi di Amerika. Meratapi nasibnya yang terkena obat – obat dan harus masuk jebakan Bandar narkoba yang ternyata ayahnya jalani. Dia harus berurusan dengan orang jahat. Setelah bebas rehabilitasi nanti, dia harus kembali berurusan dengan orang jahat. Pintar sekali Joanna menutupi kejahatannya itu sampai polisi tahu bahwa dirinya adalah pengedar narkoba juga.
Joanna telah kecewa dengan hidupnya, makanya dia ikut terjerumus memakai obat – obatan terlarang. Dia pun terlihat dan tertangkap sedang menggunakan obat itu bersama temannya yang menjadi polisi. Temannya di hukum berat, sedangkan dia hanya diberi hukuman rehabilitasi. Joanna kesal, karena Eddie sudah tak peduli lagi dengannya, karena sudah mendapat wanita yang diidamkannya. Karena kesal itulah, Joanna ingin membalas dendam dengan Eddie dan wanita yang dipacarinya itu.
“Permisi, Joanna. Steve datang untuk menemuimu.” Ujar salah seorang petugas yang masuk ke dalam kamarnya. Akhirnya orang  yang ditunggu – tunggu datang. Steve, bawahannya untuk tetap menjalankan bisnis berbahaya itu. Steve adalah bawahan dari ayah Joanna yang akhirnya harus menjaga putri atasannya itu karena Steve masih terlilit hutang untuk pembelian obat – obatan. Hutangnya tidak sedikit, makanya Steve rela untuk melakukan apapun untuk Joanna.
“Hi. Datang juga dirimu.” Sapa Joanna sambil menaruh foto Eddie di kotak kayu berwarna hitam. Dia meletakkan di meja lampu di samping tempat tidurnya.
“Itu pacarmu ?” tanya Steve.
“Iya. Dulu. Tapi sekarang dia bersama wanita lain.”
“Ohh, bagaimana kabarmu ?”
“Aku baik dan rasanya aku tak sabar menunggu aku keluar dari sini. Tinggal dua hari lagi. Aku ingin membalaskan dendam pada seseorang.” Ujar Joanna dengan mata melirik jahat.
“Maksudmu apa ? Sudahlah, tidak usah ambil hati. Semua itu berbahaya, ayahmu nanti bisa tertangkap.”
“Tidak. Tenang saja. Aku tahu. Hmm, Steve, kau memang sudah ditugaskan untuk menjadi ajudanku kan ? Aku ingin kau melakukan sesuatu.”
“Melakukan apa Joanna ?”
“Melakukan yang aku bilang tadi. Kau tidak harus melakukannya langsung kok. Tapi kau hanya harus melakukan yang sudah aku catat. Ini dia catatannya.” Joanna menyerahkan selembar kertas. Steve membaca itu secara cepat. Dia tidak sangka bahwa Joanna bisa sejahat itu.
“Hah ? Kau mau melakukan hal ini ?” Steve menunduk, memegangi kepalanya, sebenarnya dirinya tak sanggup melakukan hal itu.
“Iya. Kau bisa kan ? Jangan bilang kau tidak mau, atau…. Aku bisa telepon ayahku sekarang untuk mengancam keluargamu.” Ujar Joanna senang. Dia jahat. Steve tambah tertekan. Sebenarnya dia tak mau melakukan hal itu.
“Baiklah. Baiklah. Jangan berbuat nekat dengan menelpon ayahmu. Aku akan melakukan apa yang kau perintahkan.” Steve akhirnya menurut. Joanna tersenyum puas dengan rencananya yang akan ia lakukan. Dia akan membalaskan dendam pada Eddie melalui kekasihnya yang sekarang. Yang dia lihat waktu itu di depan sebuah apartemen. Dia sangat disayangi Eddie, maka dari itu membuat Joanna berbuat seperti ini karena ingin mendapatkan Eddie kembali. Mengapa harus kekasih Eddie ? Karena wanita mudah sekali diancam.
“Baiklah. Kau boleh pergi sekarang. Aku hanya ingin memberitahukanmu itu saja.” Ujar Joanna tersenyum licik. Akhirnya dia bisa menjalankan rencananya itu.
***
“Itu adalah pacar Eddie Fisher. Oh ternyata dia seorang jurnalis. Baiklah ini waktu yang tepat. Aku akan menuliskan surat untuknya. Hahaha.” Ujar Joanna. Dia langsung buru – buru mengambil kertas dan menuliskan kata – kata ancaman untuk Nina. Lalu dengan segera ia melipat kertas itu menjadi seperti sebuah amplop.
“Ray.” Ujar Joanna memanggil. Ray adalah nama petugas yang menjaganya.
“Boleh aku minta tolong. Ini ada surat. Aku ingin kau menyerahkan kepada wanita yang mewawancariku tadi. Tolong sekali ya.” Ujar Joanna tersenyum manis. Petugas itu menurut. Akhirnya petugas itu mencari Nina lagi, lalu menyerahkan amplop yang berasal dari Joanna itu.
****
“Skandal Bandar Narkoba Joan Lorenzo sudah semakin meruak. Aku mau James dan Nina membuat berita itu ya.” Ujar bos Nina. Menyuruh Nina lagi untuk melakukan peliputan tentang criminal yang sedang berkembang di Amerika kala itu. Permasalahannya memang besar Joan Lorenzo menginvestasikan uangnya dari hasil nya menjadi Bandar narkoba di sejumlah bank di Amerika. Kejadian ini sudah berlangsung 10 tahun dan baru terbongkar hebat akhir – akhir ini.
“Baik pak. Saya siap.” Balas Nina. Tapi sebenarnya, dalam hati Nina, dia meragu. Kemarin ketika dia melaporkan tentang ancaman yang dia dapat, belum lagi surat yang diberikan Joanna kepadanya, membuat Nina tambah tidak tenang. Tapi, Nina harus mengesampingkan permasalahan pribadinya itu untuk pekerjaannya. Bisa – bisa Nina di pecat karena masalah ini.
“Okay. Saya mau laporannya diserahkan dua hari lagi. Kamu buat dulu draft laporannya. Lalu kasih ke saya lusa.” Ujar Bosnya lagi. Nina menyauti dengan menggangguk dan menjawab “Iya” pada bos nya itu.
***
“Joan Lorenzo itu orang yang jahat Nina. Selain Bandar narkoba dia pernah melakukan penganiyaan kepada 10 orang spanyol di kolombia.” Ujar James.
“Tapi permasalahan ini baru diungkap sekarang ? Wah, hebat sekali dia menyembunyikan permasalahan itu.” Sahut Nina.
“Ya begitulah. Aku juga heran dibuatnya.”
“Hmm, James. Boleh aku cerita denganmu ? Tapi tolong jangan bilang orang – orang kantor dulu ya.” Nina berujar pelan. James mengerutkan dahinya bingung.
“Boleh, silahkan saja. Sepertinya ceritamu sangat berat ya.” Ujar James.
“Ya begitulah. Jadi begini.” Nina membetulkan cara duduknya. James juga menegakkan duduknya memberi tanda bahwa ia siap mendengarkan.
“Ingat Joanna ? Pasien rehabilitasi yang kita wawancarai kemarin ? Dia memberikan amplop kepadaku kan ?”
“Iya betul. Memangnya kenapa ? Apa isi amplop itu ?”
“Amplop itu… Amplop itu berisi ancaman untukku. Dia tahu bahwa aku adalah kekasih dari Eddie. Dia ternyata adalah mantan Eddie yang sering diceritakan Eddie padaku. Mereka berdua putus karena Joanna ingin menikah dengan orang lain.” Jelas Nina. Dia tegang sampai menggigit jarinya.
“Okay. Lalu ? Boleh aku tahu isi amplop itu ?”
“Isinya adalah ancaman dia akan membunuhku jika aku masih bersama Eddie. Awalnya aku anggap biasa saja. Lalu aku ingat bahwa sebelum aku mendapatkan amplop itu, aku dikirimi sebuah kotak berisi kertas penuh darah dengan tulisan ancaman juga. Aku pun berpikir bahwa Joanna lah yang menyerahkan itu.”
“Tapi, kalau kau melapor, itu juga percuma. Kau tidak punya bukti yang cukup kuat. Orang yang ada di tempat rehabilitasi itu juga akan mengganggap cerita mu hanya biasa saja, mengingat Joanna sedang dalam tahap rehabilitasi.”
“Tapi James, bisa saja kan dia melakukan hal itu. Mungkin dia menyuruh orang lain.” Ujar Nina sedikit dengan suara keras. James menghela nafas mendengar cerita Nina.
“Lalu kau sudah melapor ke kantor polisi ?” ujar James setelah itu.
“Sudah kemarin. Tapi, tanggapan mereka masih dalam tahap biasa saja. Padahal aku sudah merasa terancam. Aku takut James, aku tinggal sendiri.”
“Iya, iya, aku tahu perasaanmu. Sudah kau beritahukan pada Eddie ?” tanya James lagi. Membuat Nina semakin takut.
“Sudah. Dia pun ikut panic, tapi dia tidak bisa berbuat apa – apa. Dia bilang akan datang hari ini. Tapi sampai sekarang belum mengabarkan. Hah. Yasudahlah, kuharap ini hanya kelakuan iseng Joanna. Bukan suatu hal yang akan terjadi nantinya.” Nina pun mencoba sabar menghadapi masalahnya ini. Dia hanya bisa berdoa bahwa semua ini tidak akan menjadi semakin parah.
***
Nina berjalan bolak – balik di dekat sofanya. Khawatir sekali sampai jam Sembilan ini Eddie belum mengabarkan bahwa dia sudah sampai atau belum. Dia sesekali terduduk di sofanya, melihat ponsel, berharap kalau Eddie menelponnya atau mengirimkan sms padanya. Di luar hujan, tidak biasanya. Itu menambah Nina semakin khawatir pada Eddie.
“Tok Tok Tok..” pintu diketuk tiga kali. Nina langsung mengampirinya lalu membuka. Feelingnya kuat bahwa itu adalah Eddie. Benar saja, ketika dia membuka pintu Eddie berdiri di depan pintu itu dengan baju yang basah karena kehujanan.
“Surprise” ujar Eddie datar sambil merentangkan kedua tangannya. Dia tersenyum tipis melihat Nina sudah membuka pintu. Dirinya basah kuyup. Bajunya lepek karena diguyur hujan yang deras.
“Eddie. Hah. Syukurlah.” Nina langsung memeluk Eddie erat, erat sekali, sampai Nina tak mau melepasnya, tapi Eddie melepaskan pelukannya lebih dulu karena tidak enak, Nina jadi kebasahan juga. Baju Nina juga basah karena memeluk Eddie, tapi dia tak memikirkan hal itu. Yang terpenting sekarang, Eddie sudah bersamanya.
Nina melepaskan pelukannya dan menyuruh Eddie cepat masuk ke apartemennya. Nina pun membantu Eddie membawakan tasnya. Nina langsung menutup pintu apartemennya.
“Maaf ya. Handphoneku hilang sayang. Boleh aku ganti baju dahulu baru kita berbincang ?” ujar Eddie sambil mencium pipi Nina. Nina mengagguk. Lalu Eddie pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, akhirnya Eddie sudah rapi, terlihat lebih bagus seperti itu. Eddie terlihat sangat tampan. Pikir Nina. Eddie pun duduk di sofa tepat di samping Nina. Lalu dia memegang tangan Nina erat, Nina menaruh kepalanya di pundak Eddie. Nina mengelus – elus tangan Eddie, merindukan kebersamaan ini.
“Handphoneku hilang sejak pagi. Aku belum sempat memberitahu siapapun. Maafkan aku ya sayang.” Eddie memulai pembicaraan.
“Oh, bagaimana bisa ? Tapi, yasudahlah, yang penting kau selamat.” Senyum Nina pada Eddie.
“Beberapa hari yang lalu, memang Joanna datang ke rumahku. Tiba – tiba dia datang dan…”
“Dan apa ?” Nina langsung menegakkan kepalanya.
“Dia minta aku untuk kembali menjalani hubungan dengannya. Aku menolak dia. Aku bilang, aku tidak bisa lagi dengannya karena aku sudah punya kau, selain itu aku masih sakit hati padanya.” Eddie melanjutkan pembicaraannya. Mereka berdua terdiam.
“Apa karena itu kamu jadi terancam ? Maafkan aku, karena aku kau jadi begini.” Ujar Eddie lagi. Nina tersenyum.
“Sudahlah. Beberapa hari yang lalu juga, aku mendapatkan ini dan sebuah kotak yang sudah kubuang, isinya kertas bertuliskan ancaman dan penuh darah. Aku takut sekali kala itu.” Nina menyerahkan amplop yang berisi ancaman dari Joanna.
“Tapi apa mungkin amplop ini dan kotak itu ada hubungannya ?” tanya Nina pada Eddie. Tiba – tiba halilintar besar datang dan mengagetkan mereka berdua. Nina memeluk Eddie erat.
“Sudahlah, hanya halilintar. Aku juga tidak tahu. Ini memang semua salahku, karena aku jauh darimu.” Eddie balas memeluk Nina.
“Hmm, iya sayang aku tahu. Tapi aku mohon tinggallah disini beberapa hari.”
“Iya, aku akan tinggal disini selama tiga hari. Oh iya, bagaimana bisa Joanna tahu kalau kau itu adalah kekasihku, dan bagaimana Joanna memberikan amplop itu padamu ?” Ujar Eddie pada Nina. Nina melihat wajah Eddie dan tersenyum padanya.
“Kemarin aku dapat pekerjaan untuk mewawancarinya. Dia masuk tv karena kasus narkoba. Lalu aku masuk ke tempat rehabilitasinya dan aku mendapatkan amplop itu darinya. Aku juga tidak tahu dia bisa tahu wajahku darimana. Tapi, mungkinkah dia menguntit kita ?” Penjelasan Nina membuat Eddie menerawang jauh. Ia tahu bahwa kekasihnya itu sedang dalam keadaan tidak aman. Dia bingung harus berbuat apa.
“Kau mau ikut aku ke Denver ? Aku bisa carikan Flat yang lebih dekat dengan rumahku dan studio OneRepublic, nanti.” Ujar Eddie.
“Hah ? Hmm, kupikir itu tidak perlu. Aku masih bisa menjaga diriku. Kemarin aku mungkin hanya ketakutan sesaat. Lagi pula beberapa hari ini ancaman itu tidak datang lagi.” Jelas Nina. Eddie sedikit tenang dengan perkataan Nina itu. Nina memang wanita yang bisa menenangkannya, dia berharap bisa selalu bersama Nina selamanya. Dia mengelus halus rambut Nina. Nina sekarang sedang bersandar di atas pangkuannya.
“Tapi, suatu saat nanti aku harus membawa kamu ke Denver ya, Nina ?” tanya Eddie, tapi tidak ada suara yang menjawab “iya” atau “tidak”. Ternyata setelah Eddie menengok kearah wajah Nina, dia sudah tertidur pulas. Eddie tersenyum melihat wajah Nina yang sedang tertidur. Ia pun berinisiatif untuk memindahkan Nina dari Sofa ke atas tempat tidurnya. Eddie menggendong Nina menuju tempat tidur, di taruhnya Nina secara perlahan dan menyelimutinya.
“Aku akan berusaha sekuat tenagaku untuk menjagamu. Aku akan menjagamu dari orang – orang yang jahat sekalipun, aku akan memperjuangkan itu. I love you, my queen..” ujarnya pada Nina lalu mencium kening Nina.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...