Part
6
“Iya
Ibu, sebentar lagi aku akan pulang. Aku sedang berkeliling komplek rumah kita
yang baru. Alangkah baiknya jika kita tahu jalan dan daerah rumah kita kan, Bu
?” ujar Nina pada Ibunya. Nina baru saja pindahan dari rumahnya dulu di
Scotlandia karena urusan bisnis ayahnya.
“Tapi
hati – hati ya sayang, bagaimanapun juga kamu kan orang baru di Dublin ini.”
Balas Ibunya.
“Siap,
tenang saja Ibu.” Ujar Nina sambil tersenyum dan menutup telepon dari Ibunya.
Kala
itu, Nina sedang duduk di sebuah taman dekat rumah tempat ia tinggal di
Irlandia sekarang. Taman itu tidak besar, tapi nyaman untuk bersantai. Nina
juga sehabis berkeliling mengetahui jalan yang akan dia lewati untuk ke tempat
kuliahnya nanti.
“Huft…
Tumben sekali summer kali ini panas ya.” Ujar salah seorang lelaki yang tiba –
tiba duduk di samping Nina. Nina bingung melihat lelaki itu yang kelelahan
karena bersepeda. Nina hanya menerawang jauh setelah melihat lelaki itu duduk
disampingnya.
“Memang
benar panas…” sautnya.
“Hmm,
sendirian saja ? Sepertinya aku baru lihat dirimu di sini. Orang baru ya ?”
tanya lelaki itu.
“Iya,
aku orang baru disini, aku baru pindah.” Senyum Nina pada lelaki yang duduk
disampingnya
“Ohh,
kalau gitu, selamat datang di Irlandia. Kamu tinggal dimana ?” tanya pria itu
lagi.
“Aku
tinggal tak jauh dari sini. Lihat kan persimpangan jalan satu, hanya beberapa
blok saja dari belokan itu.” Ujar Nina.
“Ahhh,
kalau begitu tidak jauh dari rumahku. Kalau aku juga di simpangan sana, kau
belok kiri, aku belok kanan.” Senyum pria itu manis. Membuat perut Nina ada
sedikit gerakan yang aneh.
“Itu
bagus. Kapan – kapan mainlah kerumahku. Oh iya, kita sudah berbincang cukup
panjang, tapi aku tak tahu namamu, siapa namamu ?” Ujar Nina padanya.
“Ahhh,
iya, aku juga lupa. Perkenalkan aku Danny, Daniel John Mark Luke O’donoghue.
Salam kenal…. Ahhh….” Ujar Danny menggantung kalimatnya.
“Ahh,
Danny ya. Nama yang bagus. Tapi namamu cukup panjang ya. Namaku Nina Alexandra
Anderson. Panggil saja aku Nina.” Ujar Nina tersenyum sambil menjabat tangan
Danny.
“Hehehe,
ya begitulah, namaku memang panjang. Ngomong – ngomong sedang apa kau disini ?”
tanya Danny sambil terkekeh.
“Aku
? Aku sedang jalan – jalan saja, ingin tahu daerah rumahku yang baru ini.”
Senyum Nina sambil menunduk. Dia melihat Danny dengan pandangan tak biasa.
“Oh..
Jadi kau ini sekolah atau ????” ujar Danny.
“Aku,
Aku baru masuk di salah satu universitas. Universitas di pusat kota.” Jawab
Nina.
“Oh,
baguslah kalau begitu.”
“Hmm,
maaf ya, aku harus pulang dahulu, dari tadi Ibuku terus menelponku. Terima
kasih atas perkenalannya Danny, jangan lupa kerumahku ya.” Senyum Nina dan dia
mengambil sepedanya dan meninggalkan Danny setelah melambaikan tangan. Tak lama
Danny mengikuti Nina untuk pulang kerumahnya di sore hari yang panas itu.
“Satu
selesai, tinggal dua berkas lagi ya. Baiklah, semangat Nina.” Ujar Nina sambil
berbicara pelan pada dirinya sendiri. Membawa banyak berkas untuk mendaftar
ulang.
“Bukk..”
ketika Nina berjalan ada yang menambrak, untunglah dia tak jatuh tapi berkasnya
jatuh berceceran.
“Maafkan
aku, aku yang salah, aku melihat ke arah yang tak tentu.” Ujar lelaki itu.
“Gapapa,
aku juga repot dengan bawaanku ini.” Ujar Nina membantu lelaki itu merapikan
berkasnya yang jatuh. Setelah selesai membereskan barang – barangnya itu,
mereka pun berdua bangun. Nina membetulkan rambut panjangnya dan ketika dia
melihat lelaki itu, dia kaget karena lelaki itu adalah lelaki yang dikenalnya
seminggu yang lalu.
“Danny…”
ujarnya terpana tak percaya dia bertemu dikampus tempat iya akan menuntut ilmu
itu.
“Nina…
What, what are you doing here ?” tanya Danny yang sama – sama kaget karena
melihat Nina di kampus itu juga.
“Aku
akan kuliah disini. Kamu ?”
“Aku,
aku juga akan kuliah disini. But, I think we have different major. Karena aku
hanya lewat disini saja. Gedungku tidak disini.” Ujar Danny.
“Ahh,
iya, betul, gedungku disini.” Ujar Nina tersenyum.
“Bagaimana
kalau kita makan siang sambil mengobrol dan mengenal kita satu sama lain lebih
jauh.” Ajak Danny tiba – tiba. Nina menengok dan tersenyum pada Danny.
“Kenapa
tidak ? Baiklah kalau begitu.” Jawab Nina tegas.
“Okay,
aku punya tempat yang bagus. Ayo kita berangkat.” Ujar Danny dan Nina
mengangguk padanya.
“Jadi
begitulah ceritanya, Nina itu adalah temanku sejak aku kuliah dulu. Kita dulu
sangat kompak, kemana – mana bersama.” Ujar Danny menerawang jauh keluar
jendela ketika ia sedang bercerita tentang Nina kepada Glen dan Mark.
“Dan
sekarang kau menyukainya setelah sekian lama kau berteman dengannya ? Kurasa
dia juga suka padamu Danny. Kau tidak menyadarinya saja.” Ujar Mark sambil
meneguk Guinness ditangannya.
“Dari
dulu memang kemana saja ? Apa iya rasanya baru ada sekarang ?” tanya Glen
menengok Mark dan memberikan kode dengan menganggukkan kepala.
“Ya
mungkin begitu. Aku dulu tak bisa melihat ada hal special di dirinya.” Ujar
Danny menerawang jauh kembali ke masa lalunya.
“Apa
iya cinta selalu terlambat ? Tapi kupikir, selama dia masih sendiri, kau masih
punya kesempatan Danny. Kau kan sudah tak bersama Irma lagi, mungkin dia adalah
jodohmu.” Ujar Mark bijak.
“Jangan
sakit hati terlalu lama Danny.” Ujar Glen menambahkan.
Nasihat
terus menerus di terima oleh Danny. Danny hanya mengangguk dan mengiyakan semua
nasihat itu karena memang dirinyalah yang salah telah menyianyiakan kesempatan
untuk bisa suka dan lebih dekat dengan Nina dahulunya.
“Halo
Nina…” ujar Danny membuka pembicaraan dengan Nina via telephone.
“Hi,
Dan.. How are you ? Ada apa telpon aku ?” balas Nina dengan senyum yang lebar.
“Tidak,
aku hanya ingin telpon saja. Aku….” Danny menggantung kalimatnya.
“Apa
? Kau merindukanku ya ? Hahaha.. Kau sedang dimana kali ini ?” ujar Nina sambil
tertawa.
“Haahaha.
Bisa saja kau ini. Kau memang tidak berubah ya, meledekku terus. Oh, iya, aku
sedang di London, sedikit ada urusan dengan band ku.” Ujar Danny.
“Oww,
bagus kalau begitu.” Ujar Nina kemudian mereka berdua hening.
“Hmm,
Nina…” ujar Danny membuka pembicaraan setelah keduanya terdiam.
“Iya
Danny..” balas Nina.
“Kau
mau hadiah apa di ulang tahun mu ? Sebentar lagi kan kau ulang tahun… Sudah
berapa tahun aku tidak memberimu hadiah. Maafkan aku ya.” Ujar Danny pelan.
“Ohh,
tidak apa. Bertemu denganmu lagi adalah kado special untukku. Karena kau
sahabat terbaikku, Dan. Aku ingin…” ujar Nina menggantung kalimatnya. Dia ragu
untuk memberitahukan isi hatinya bahwa dia menginginkan Danny ada tepat
dihadapannya pada saat dia ulang tahun nanti.
“Aku
apa ? Bicara saja Nina…” ujar Danny pelan tapi sedikit memaksa.
“Aku
ingin kau ada di hadapanku pada saat ulang tahunku nanti.” Ujarnya lalu Nina
mengeluarkan air matanya. Nina sadar bahwa ini adalah permintaan konyol, tapi
inilah yang diinginkan Nina, Nina ingin Danny ada dihadapannya sebagai
kekasihnya. Tapi sudah ada Danny di hadapannya nanti itu sudah cukup bagi Nina.
Dia ingin menghabiskan malam ulang tahunnya nanti bersama Danny.
“Itu
saja ??? Kupikir kau akan meminta sesuatu kado yang besar.” Ujar Danny seperti
meremehkan keinginan Nina.
“Aku
akan menunggu sampai kau benar – benar ada di hadapanku pada saat ulang
tahunku. By the way. Aku harus pergi dulu ya, ada urusan sebentar Danny. Terima
kasih telah menelponku. Bye…” ujar Nina terburu buru lalu menutup teleponnya
itu. Danny hanya melihat ke layar Iphone nya saja.
Mungkin
Danny tak berpikir bahwa itu adalah sebuah kode yang diberikan Nina. Kode yang
Nina berikan untuk memberikan rasanya yang sejak dulu masih ia simpan. Danny
hanya menganggap permintaan itu adalah permintaan biasa saja yang pasti bisa
Danny penuhi nantinya.
Comments
Post a Comment