Part
10
“Alexandra
gak bisa lebih lama pacaran sama aku, dia bilang, aku bukan orang yang cocok
buat dia. Makanya dia minta aku putus. Tapi kenapa dia gak bilang dari dulu ya
?” Danny menunduk sambil terus bicara tentang isi hatinya setelah dia putus
dari Alexandra. Nina masih asyik dengan es krim di tangan kanannya dan buku
Sherlock Holmes edisi yang baru ia beli dua hari yang lalu.
“Aku
tidak kaget dengan hal itu, dari gerak – geriknya, dia hanya menjadikanmu
sebagai pelarian saja. Tidak lebih. Seharusnya kau peka akan hal itu Danny.”
Ujar Nina santai sambil melahap es krimnya kembali. Kali itu Nina memilih rasa
strawberry, rasa yang dia tidak pernah pesan sebelumnya.
“Aku
tahu. Tapi, mungkin kau memang benar aku tidak peka.” Ujar Danny lagi. “Kamu
baca apa sih ?” Danny tiba – tiba merebut buku dari tangan Nina.
“Hey,
apa – apaan sih kamu.” Ujar Nina sebal. Danny tertawa melihat Nina yang merebut
buku darinya dengan gaya seperti anak kecil.
“Kamu
itu……” ujar Danny dengan kalimat menggantung. Danny tiba – tiba menghentikan
kata – katanya itu karena melihat suatu kejadian yang sangat menambah perasaan
hatinya makin marah dan kesal.
“Aku
apa Dan ???” tanya Nina penasaran. Nina melihat Danny yang sedang melihat ke
arah jam dua belas, tepat lurus di depan pandangan Danny. Danny melihat
Alexandra yang sedang bergandengan dengan seorang Pria. Nina mengikuti arah
Danny melihat dan Nina tiba – tiba berbicara.
“Itu
kan Alexandra ? Ngapain dia sama cowok, gandengan lagi, Dan.” Setelah bicara
Nina melihat Danny yang langsung berdiri dan menuju tempat toko yang dimasuki
Alexandra bersama lelaki yang menggandengnya itu.
“Eh,
Danny, kamu mau ngapain ? Gak usah di samperin juga, udah jelas – jelas dia
selingkuh dari kamu.” Ujar Nina. Tapi Danny terus berjalan dan menghampiri toko
itu, berdiri di luar dan bersembunyi untuk melihat mantannya itu agar tidak
ketahuan oleh Alexandra. Dia melihat Alexandra sangat bahagia dengan lelaki
itu, tapi Danny tidak bisa melihat dengan jelas wajah lelaki itu. Hati Danny
tambah tersakiti, terlebih lagi, dia baru putus dengan Alexandra malam hari
kemarin.
“Baiklah
terima kasih atas waktumu, Mr. Nathan.” Senyum Nina pada pemanah asal Amerika
itu yang akan mengikuti olimpiade yang akan mewakili Amerika. Nina membereskan
peralatannya dan Leo juga sibuk membereskan peralatannya. Mr. Nathan pergi
meninggalkan mereka berdua terlebih dahulu. Nina tiba – tiba melonjak kaget
karena dia belum menyalakan handphonenya dari semalam. Tadi pagi dia hampir
saja telat bangun, tidak memikirkan handphonenya sama sekali. Dia langsung
beranjak bangun, mandi, dan menyiapkan segala sesuatunya untuk wawancara pagi
itu bersama Leo.
Nina
pun menyalakan handphonenya. Banyak sekali telepon, email, dan sms yang masuk.
Setelah beres dengan peralatannya, dia pun serius untuk memeriksa handphonenya.
Dia dan Leo pun bergegas keluar dari Café tempat ia mewawancarai atlet pemanah
itu. Dia dan Leo berjalan bersama karena memang Café itu dekat dengan kantornya
dan dia berdua memilih berjalan kaki. Nina sibuk memeriksa apakah ada pesan
dari teman atau dari partner kerjanya. Email dari kantornya lah yang paling
banyak.
Ketika
sedang asik memeriksa sms yang masuk, Nina terhenti pada sms yang datang dari
teman terbaiknya Danny. Dia membaca sms itu dengan perasaan yang sangat senang.
Danny mengajaknya untuk bertemu esok karena hari ini dia akan ada konser di
Central Park.
“Maaf
aku baru membalas pesanmu, baiklah besok jam 7 malam ya, aku tunggu di Café
tempat dulu kita bertemu, bagaimana ? Balas ya, terima kasih, aku sangat
merindukanmu.” Ujar Nina dengan wajah tersenyum sumringah.
“Kau
kenapa Nina ?” Nina tidak sadar ternyata Leo memperhatikannya dari tadi. Nina
agak sedikit terkejut dengan pertanyaan Leo dan menjawab “Tak apa” secara
singkat. Leo hanya tersenyum dengan hal itu dan dia pamit pada Nina dan
mengucap terima kasih atas bantuannya kali itu. Nina mengangguk dan dia menuju
meja kerjanya.
Jam
menunjukkan pukul satu siang, Nina sedang asik menyantap makan siangnya sambil
mengerjakan laporannya yang harus ia serahkan hari itu juga. “Ping”
handphonenya kembali berbunyi, dia membuka pesan saat itu juga. Dia mendapat
pesan dari Eddie tentang tempat yang akan ia temui bersama Eddie sore nanti.
“Temui
aku di kedai kopi dekat hotel tempatmu dulu mewawancaraiku, terima kasih,
sampai ketemu nanti sore.:)” ujar Eddie diakhiri dengan gambar senyum di
pesannya itu. Nina tersenyum senang, lalu dia membalas dengan segera. “I’ll be
there. You’re welcome.” Ujar Nina lalu mengklik tombol send dan pesan itu
sukses terkirim.
Eddie
tersenyum senang melihat pesan balasan dari Nina, akhirnya dia bisa kencan
bersamanya.
“Jangan
tertawa sendiri, kau gila ya ?” ujar Brent yang tiba – tiba menghampirinya.
“Tidak..”
balas Eddie yang dengan buru – buru memasukkan handphonenya ke dalam kantong
celananya.
“Ada
apa ? Ceritalah padaku jika kau sedang senang.”
“Hahaha,
baiklah, aku pergi dulu ya. Aku ingin minum kopi.” Ujar Eddie lalu dia beranjak
pergi, tapi langkahnya dihentikan dengan panggilan dari Brent.
“Eddie,
boleh aku ikut ? Ayolah, aku akan menemanimu..” senyum Brent memohon. Eddie
diam sejenak lalu dia berkata. “Baiklah ayo, tapi kau yang membawa mobilnya
ya.” Ujar Eddie lalu mereka berdua beranjak pergi. Eddie membuka handphonenya
dan mengabarkan member lain juga manajemennya kalau dia pergi bersama Brent via
pesan singkat.
Setelah
menempuh perjalan sekitar setengah jam dari hotel tempat ia menginap bersama
yang lain, dia pun turun dari mobil diikuti Brent. Eddie masuk ke dalam Café
tempat ia akan bertemu dengan Nina, dia memilih tempat duduk nomor dua sebelah
kiri dari pintu masuk. Persis disamping jendela yang tembus pandang, orang –
orang yang melintas bisa melihat orang yang berada di dalam café tersebut.
“Disini
saja.” Ujar Eddie, Brent mengangguk. Eddie memanggil pelayan dan memesan
minuman dan makanan ringan yang diinginkan. Setelah selesai memesan mereka
terdiam sejenak.
“Bagaimana
dengan Joanna ?” Brent tiba – tiba menyeletuk mantan Eddie yang menyakiti
dirinya kala itu.
“Aku
sudah tak bersamanya lagi.” Ujar Eddie menunduk.
“Hah
? Kau ? Kenapa kau tidak bercerita ?” Brent seperti menghakimi Eddie karena dia
diam saja tentang mantannya sekarang itu.
“Tidak
perlu, tidak penting, mungkin sekarang dia sudah menikah.” Eddie tambah
tertekan. Tapi, pembicaraan itu terputus dengan kedatangan pelayan yang
mengantar pesanan mereka. Eddie menunduk dan mengucap terima kasih pada pelayan
itu.
Eddie
dan Brent mengobrol sampai sekitar pukul setengah lima sore, sampai semuanya
juga terhenti karena Brent mendapat telepon yang mengharuskannya pergi.
“Aku
harus kembali ke hotel, Ryan mencariku.” Ujar Brent kepada Eddie. Eddie
menghela nafas.
“Baiklah.
Aku akan kembali nanti. Bawalah saja mobilnya, aku akan naik bus nanti, atau
aku akan menelpon seseorang untuk menjemputku.” Ujar Eddie. Brent mengganguk
dan bergegas keluar café lalu menuju mobilnya yang diparkir 15 meter dari Café
tempat mereka berbincang.
“Aduh,
kenapa harus berminyak seperti ini sih ??” ujar Nina sambil mengelap wajahnya
yang sangat berminyak dengan sapu tangannya yang berwarna biru muda itu. Dia
bosan mendapatkan masalah tentang wajahnya yang berminyak itu.
“Bukkk…”
dia bertabrakan dengan seseorang. Tabrakan itu cukup keras hingga membuat Nina
terkaget dengan menghentikan aktifitasnya untuk mengelap wajahnya lagi.
“Awww…
Seharusnya kau berjalan dengan hati – hati.” Kesal Nina sambil memegangi
pundaknya yang sakit karena tertabrak orang itu.
“Aww,
maaf, maaf sekali, aku memang salah. Kau tidak apa – apa ?” ujar Pria yang
ditabraknya itu. Pria itu cukup tinggi, tapi kurus, tapi tenaganya kuat sekali
bisa menabrak Nina sekuat itu.
“Tidak,
tidak, aku tak apa, hanya sedikit nyeri di pundakku. Aku buru – buru, maaf ya,
aku tinggal dulu.” Ujar Nina pada Pria itu, lalu dia berlalu begitu cepat.
Pria
itu berjalan lagi, tapi seperti menginjak sesuatu dia menghentikan langkahnya.
Pria itu menginjak sapu tangan berwarna biru muda milik Nina. Dia mengambilnya
dan berpikir dia harus mengembalikan kepada Nina, tapi ketika dia berbalik,
bayangan dan badan Nina sudah tidak terlihat lagi. Pria itu hanya bisa menatap
sapu tangan itu dan berpikir, bagaimana dia mengembalikan sapu tangan itu.
“Huh…
Sampai juga.” Ujar Nina di depan pintu Café tempat iya akan berkencan dengan
Eddie. Dia pun memasuki Café itu dan mencari dimana Eddie berada. Dia memang
sengaja tidak mengabarkan Eddie. Tapi beruntungnya Nina, ternyata Eddie sudah
berada di Café itu. Nina langsung menghampiri Eddie.
“Surprise”
ujar Nina tiba – tiba. Membuyarkan lamunan Eddie, Eddie langsung tersenyum
lebar melihat kedatangan Nina.
“Kau
datang lebih awal dari waktunya.” Ujar Eddie kaget.
“Aku
pun terkejut melihat kau sudah di sini lebih awal dari waktu yang kita
janjikan.” Ujar Nina lalu dia duduk di hadapan Eddie.
“Hahaha.
Bisa saja kau.” Tawa Eddie memecah pembukaan pertemuan mereka kala itu.
“Huhu…
Nyeri ya..” ucap Nina sambil menyentuh pundaknya karena tadi tertabrak pria
yang tak ia kenal.
“Kau
kenapa ?” Tanya Eddie penasaran.
“Aku
tadi tertabrak seorang pria. Badannya kurus tapi tenaga kuat sekali ya. Sampai
saat ini masih terasa nyeri.” Jelas Nina. Eddie mengangguk dan membulatkan
mulutnya tanda mengerti.
“Kau
datang lebih awal dari waktu yang kita janjikan, ada apa ?” tanya Nina.
“Oh,
aku tadi datang bersama temanku disini. Sejak satu setengah jam yang lalu. Kami
berbincang, dia pergi dahulu dariku karena dia ada urusan dengan Ryan.” Ujar
Eddie.
“Teman
OneRepublic juga ?”
“Iya,
betul…” Pada saat mereka sedang berbincang, tiba – tiba ada seseorang yang
mengenali sosok Eddie Fisher dan meminta foto bersama Eddie. Nina hanya
tersenyum melihat ketenaran Eddie.
“Kau
terkenal sekali ya…” celetuk Nina. Eddie tersenyum dan tersipu malu dengan
tanggapan Nina.
“Hahaha.
Ya begitulah. Oh iya, bagaimana dengan pekerjaanmu ?” Eddie mengalihkan
pembicaraan.
“Bagus,
tapi kabarnya aku akan dipindahkan ke cabang washington DC. Aku tak tahu
kenapa, tapi mungkin supaya aku bisa lebih banyak mendapat informasi politik
disana. Kau tahulah, bisa lebih dekat dengan Gedung Putih.” Jelas Nina panjang
lebar.
“Wow,
hebat sekali kalau begitu. Lagipula, Washington DC tidak seramai New York kan.”
Senyum Eddie membuat Nina tenang. Perasaan Nina bergejolak tidak enak. Aneh ?
Seperti perasaan suka yang lebih pada Eddie. Hari itu mereka berdua
menghabiskan waktu hingga pukul delapan malam.
“Aku
antar kau pulang ya ?” ujar Eddie ketika mereka keluar dari Café itu.
“Tapi
kan kau harus ke hotelmu.”
“Tidak
apa, aku antar ya ?” ujar Eddie, lalu Nina mengiyakan bantuan itu. Pulanglah
mereka berdua ke apartemen Nina dan Nina sangat berterima kasih kepada Eddie
untuk kencannya itu.
Comments
Post a Comment