Part
5
“Yasudah
kalau begitu, nanti kita janjian saja disana.” Ujar Cameron di ujung telepon.
Dia menelponku dari rumah dan memberitahu diriku bahwa dia sudah mendapatkan
tiket menonton moto GP di sirkuit Silverstone. Jarak Silverstone dari
Scotlandia itu cukup jauh jadi aku harus dengan seseorang untuk kesana.
Kebetulan Cameron sudah berada disana sejak dua hari lalu karena ada urusan
dengan temannya.
“Kau
jadi akan pergi dengan Evans kan ?” tanya dirinya lagi. Aku tersenyum.
“Iya
jadi, kau tenang saja.” Balasku. Aku dan Evans adalah teman yang cukup dekat dengan
Nina. Dia biasa bermain dengan Evans. Sementara itu, di diri Evans tertanam
perasaan suka terhadap Nina, tapi Nina tak menyadari hal itu. Yang Nina tau
adalah temannya Stella yang suka pada Evans, maka dari itu Nina membantu Stella
untuk dekat dengan Evans.
Minggu
depan adalah hari yang ditunggu Nina dan Evans. Karena Nina akan menonton Moto
GP untuk pertama kalinya dengan kakaknya dan Evans. Sementara Evans senang
karena akhirnya mereka berdua bisa pergi bersama. Untuk masalah Moto GP Evans
sama senangnya dengan Nina.
“Aku
pinjam Evans ya, kalau tidak dengan Evans atau teman lelaki aku tidak boleh
pergi oleh kakaku.” Ujar Nina di telepon meminta izin pada Stella untuk
membolehkan dirinya pergi dengan orang yang disukai Stella itu.
“Iya,
tapi jangan macam – macam ya. Hahaha. Jaga Evans baik – baik.” Ujar Stella
sambil terkekeh.
“Baiklah,
kau tenang saja. Aku tidak akan berani seperti itu. Haha. Bye, sampai ketemu di
sekolah hari senin.” Ujar Nina menutup teleponnya.
“Udah
siap ?” senyum Evans pada Nina. Nina mengagguk. Berangkatlah mereka berdua
menuju sirkuit Silverstone dengan menaiki kereta terlebih dahulu. Mereka pergi
berdua saja. Mereka pun mengobrol berdua dengan asyiknya, hati Evans pun sangat
berbunga – bunga.
“Udah
sampe.” Ujar Nina. Mereka berdua turun. Lalu menuju stasiun bus terdekat dan
menaikinya. Setelah melakukan perjalanan sekitar 30 menit, akhirnya mereka
sampai dan bertemu Cameron, kakak Nina.
“Hi,
how are you. ??” ujar Nina lalu memeluk Cameron erat. “Aku kangen banget.” Ujar
Nina lagi.
“Hahaha.
Kita kan baru pisah dua hari, kamu kangen ?” ujar Cameron tertawa lalu melepas
pelukan Nina. “Hi Evans. Apa kabar ?” ujar Cameron lagi.
“Aku
baik kok. Senang bertemu denganmu, kau apa kabar ?” ujar mereka dan bersalaman
ala para lelaki.
“Ayo
masuk aja sekarang, nonton Moto GP sekarang.” Ujar Nina memotong pembicaraan
mereka sebelum Cameron menjawab.
“Nina…
Nina.. Ayo kalau begitu.” Senyum Cameron bersama temannya itu.
“It’s
a nice weather.” Ujar Nina. Mereka duduk di bagian penonton yang menghadap
langsung ke arah start para pembalap. Sambil menunggu mereka start, tak diduga,
ternyata Evans dari tadi memandangi Nina yang sedang melihat jauh ke depan
melihat para pembalap yang sedang ingin memulai warm up.
Evans
memajukan wajahnya ingin mencium pipi Nina, tapi ketika dia sedikit lagi bisa
mencium pipi Nina, Cameron memanggil Nina lalu menghampiri mereka berdua. Evans
menjauhi wajahnya dan membuang wajahnya dan melihat jauh ke depan juga pura –
pura melihat para pembalap itu.
“Sebentar
lagi mulai. Terima kasih.” Senyum Nina ketika menerima makanan yang dibawakan
oleh Cameron. Evans masih bercucuran keringat takut kalau kejadian tadi di
ketahui oleh Cameron.
“Kalau
misal ada yang kurang jelas, tanyakan saja pada saya.” Ujar Ketua Tim jurnalis
siang itu.
Nina
dan teman satu timnya telah selesai rapat bulanan tentang tugasnya. Dirinya
juga tidak sabar untuk segera berangkat ke Indianapolis untuk menonton Moto GP
dan meliput berita disana. Yang ia ketahui kalau pembalap sekarang itu sudah
bagus – bagus apalagi banyak rookie yang bisa mengalahkan para senior moto GP.
“Nina,
kamu sudah siapkan perlengkapan untuk besok ke Indianapolis ?” tanya sang
ketua.
“Oh,
hmm, sudah pak. Sudah semua, jadi besok tinggal berangkat. Tiket dan semuanya
sudah siap.” Ujar Nina tegas.
“Oke
bagus. Saya ada perubahan jadwal sedikit, kamu akan focus untuk mewawancarai
rider yang bernama Jorge Lorenzo. Karena dia adalah orang yang paling banyak
disorot sekarang ini karena sebentar lagi akan menjadi juara dunia.” Ujar sang
ketua lagi. Nina mengangguk.
“Baik
pak akan saya siapkan semuanya juga.” Tanggap Nina.
“Oke,
kamu boleh pergi.” Ujar sang ketua yang kembali focus untuk membaca laporan.
“Baik
terima kasih pak.” Senyum Nina pada petugas yang sedang menjaga tempat stay
para pembalap. Tujuan Nina bersama teman liputannya adalah menemui Jorge
Lorenzo. Pembalap yang terkenal itu.
“Selamat
siang Mr. Lorenzo.” Senyum Nina pada Lorenzo. Lorenzo membalas jabatan tangan
dari Nina. Liputan hari itu dimulai.
“Jadi,
kalau anda sampai bisa menjadi juara dunia, bagaimana perasaan anda ?” ujar
Nina mengucapkan pertanyaan terakhir dirinya.
“Hmm,
saya akan senang sekali, ini kesekian kalinya saya menjadi juara dunia kalau
itu sampai terjadi. Yang terpenting sekarang ini adalah saya harus focus untuk
mewujudkan hal itu.” Ujar Lorenzo bijak.
“Baiklah,
terima kasih Mr. Lorenzo atas waktunya. Senang mewawancarai anda dan bertemu
dengan anda.” Ujar Nina lalu menjabat tangan Lorenzo. Lorenzo memegang tangan
Nina cukup lama sehingga ada perasaan tak enak dalam diri Nina.
“Hmm,
maaf Mr. Lorenzo.” Ujar Nina lagi, lalu Lorenzo pun melepas tangan Nina.
Sementara
itu, Lorenzo terpesona dengan cara bicara, wajah, serta perilaku Nina. Lorenzo
suka dengan Nina. Setelah Nina beres dengan perlengkapannya, Lorenzo pun
mengajak bicara Nina lagi.
“Hmm,
boleh aku tahu nama lengkapmu ? Karena kau hanya menyebutkan nama panggilanmu
saja tadi.” Ujar Lorenzo sambil tersipu malu.
“Ahh,
boleh. Namaku Nina Alexandra Anderson.” Ujar Nina sambil tersenyum.
“Sepertinya
kau bukan dari Amerika, ku dengar logatmu lebih ke….”
“Ahh,
iya kau benar, aku berasal dari Irlandia, dari Dublin pusat kota Irlandia.”
Ujar Nina lagi lalu menutup tasnya karena semua sudah beres.
“Hmmm,
bagaimana kalau kita mengadakan makan malam, besok ?” ujar Lorenzo tiba – tiba.
Wajah Nina berubah menjadi aneh. Bingung dengan Lorenzo yang tiba – tiba
mengajaknya makan malam.
“Besok
? Hmm, let me check my schedule. Tapi bukankah kau harus segera berangkat ke
sirkuit yang lain ?” tanya Nina.
“Hmm,
dua hari lagi, aku mohon Nina.” Ujar Lorenzo.
“Baiklah,
aku akan bilang ke temanku dulu.” Senyum Nina manis. Lorenzo senang sekali
dalam hatinya, karena dia berhasil mengajak Nina makan malam.
“Ada
kontak yang bisa aku hubungi ?” tanya Lorenzo.
“Hmm,
ada, sebentar ya… Ahh ini dia kartu namaku.” Ujar Nina sambil mengambil kartu
namanya di tasnya.
“Okay,
terima kasih banyak Nina. Sampai ketemu besok.” Ujar Lorenzo tersenyum dan Nina
pun tersenyum. Itulah pertemuan singkat antara Nina dan Lorenzo. Bagi Lorenzo
itu adalah pertemuan yang berharga dengan Nina. Dia suka Nina pada pandangan
pertama.
Comments
Post a Comment