Skip to main content

OneRepublic FF Part 27 (First of The Last Part)



JUST YOU AND ME, IT’S ENOUGH

Rose’s

Daniel pagi ini sama sekali tak menghubungiku. Aku bingung ada apa dengannya. Tak biasa – biasanya. Padahal hari ini adalah anniversary kami untuk 6 bulan masa pacaran kami. Aku pun mencoba menghubunginya beberapa kali tapi tak aktif. Aku mengirimi sms dan email dan segala macam social media yang aku punyai aku kirimi pesan untuknya. Semoga dia balas nantinya, mungkin dia memang benar – benar sibuk, tapi kenapa perasaanku tidak enak ya.
“Rose’s” ujar seseorang dibelakangku. Aku sudah di toko sekarang. “Eh iya.. Gary… Ku kira siapa…” ujarku kaget. Aku benar kaget ketika aku sedang melamun tiba – tiba Gary memanggilku. “Hey, maaf aku membuatmu kaget. Aku ada perlu denganmu. Aku ingin minta tolong. Sekali lagi maaf Rose. Lagian kau kenapa melamun seperti itu ?” tanya Gary padaku. “Iya tak apa, aku yang minta maaf karena aku melamun. Mau minta tolong apa ? Hmm, ini Daniel tidak menghubungiku dari pagi, aku takut ada apa – apa, tak biasanya dia seperti ini.” Ujarku pada Gary, akhirnya aku cerita padanya. “Hmm, aku hanya ingin minta tolong untuk mengetik laporan ini ya. Benarkah ? Mungkin saja dia sibuk.” Ujarnya lagi. “Baiklah, nanti akan aku kerjakan. Iya, mungkin saja, tapi kali ini dia tak menghubungiku sama sekali.” Ujarku agak kecewa. “Hmm, baiklah, aku pikir kau hanya harus bersabar. Karena baru kali ini saja kan dia tak menghubungimu.” Ujarnya lagi. “Iya baiklah, terima kasih ya telah menasihatiku.” Ujarku padanya sambil tersenyum. Gary memang baik. “Baiklah, sama – sama, jika kau ada masalah cerita saja padaku.” Senyum Gary lalu pergi ke arah James.

“Aku pulang ya. Aku ingin ke Civic Center Park dulu.” Ujarku berteriak pada semua orang yang ada di toko. Mereka tersenyum padaku. Tak tahu kenapa hari ini aku ingin sekali pergi ke taman menenangkan pikiranku sambil menghubungi Daniel yang tak jelas kabarnya hari ini. Dari tadi aku masih menghubunginya. Yang hanya ada dipikiranku adalah bingung, bingung, dan bingung, tak biasa Daniel seperti ini.
Sampailah aku di taman. Aku pun mencari pedagang ice cream untuk ku makan sambil duduk dan menikmati taman sore itu. Cukup indah pada sore itu, tapi tak seindah Annive ku hari ini. Aku masih menggenggam Iphoneku, masih berusaha menghubungi Daniel. Rasa kesal pun lama – lama keluar dari dalam diriku. Apa iya sampai sesore ini menjelang malam Daniel sama sekali tak aktif. Akhirnya aku bangun dan memutuskan untuk pergi ke Flatnya. Tapi disaat aku bangun dari kursi taman itu aku melihat seorang yang mirip Daniel. Aku memperjelas penglihatanku aku pertegas dengan cara mendekatinya sedikit lagi. Ternyata benar itu Daniel dan dia sedang merangkul seorang perempuan dan dia menciumnya.
“Daniel, maksudmu apa ?” Aku pun langsung menghampirinya. Apa – apaan dia tidak tahu malu sekali tak menghubungiku, membuatku galau, ternyata dia jalan dengan wanita lain tanpa mengingatku sama sekali. “Hey, Rose, sedang apa kau ? Maaf…” ujarnya padaku. Seketika aku marah besar padanya. “Jangan pernah ganggu aku lagi. Hari ini kita putus. Dan buat kau, selamat dengan pria ini ya. Kau juga akan merasakan hal yang sama denganku nantinya.” Ujarku padanya sangat marah. Seketika itu aku menangis di hadapan mereka. “Terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah kau berikan Daniel. Dari awal aku yakin kau tak sepenuhnya mencintaiku.” Ujarku lalu pergi dari hadapan mereka berdua. Semua sudah terjawab. Daniel tak sepenuhnya mencintaiku. Dia hanya menjadikanku pelarian atau mungkin selingkuhannya. Dasar Laki – laki tak tahu diri.

Brent’s

Aku seperti melihat sosok Rose yang sedang bertengkar dengan seorang laki – laki yang kuyakini itu adalah Daniel dengan perempuan lain. Pahit sekali. Aku pun melihat kejadian itu sampai selesai. Rose juga belum tahu kalau aku sudah pulang tour. Perempuan yang aku akui itu adalah Rose ternyata benar. Rose datang tepat kearah aku berdiri di Civic Center Park. Sore yang kelabu bagi Rose. Semua perkataanku, batinku, perkataan Ryan padaku dan teman – teman OneRepublic semua benar bahwa Rose sepertinya berjodoh padaku. Daniel cowok brengsek. Dia tak bisa mengasihi Rose dengan hatinya. Tadinya aku ingin diam saja jika aku bertemu Rose dan tahu kalau Daniel punya perempuan lain. Ternyata Tuhan maha adil dan Rose melihat “pacarnya itu selingkuh”.
“Rose..” aku memberhentikan langkahnya dengan memegang lengannya ketika Rose sangat dekat denganku. Dia masih menunduk dan menghapus air matanya dengan tangannya. Dia pun segera menatapku ingin tahu siapa yang memberhentikannya. “Brent ???” ujarnya seperti sebuah tanda tanya besar. “Kau, bukannya tour ya ?” ujarnya lirih, masih bergoyang suaranya karena habis menangis. “Ikut aku pergi dari tempat ini ya. Aku punya tempat yang bagus.” Ujarku padanya sambil menggandeng tangannya. Dia menurutiku. “Makasih ya Brent. Kau datang disaat yang tepat.” Ujarnya padaku. Aku menatapnya dan tersenyum.
Kami pun sampai di sebuah tempat yang menurutku bukit ketenangan yang tidak jauh dari pusat kota Denver. Aku menemukan tempat ini setahun yang lalu ketika aku putus dari Rebecca. Disini aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Aku tenang sekali disini. Menurutku ini tempat yang indah. “Maaf ya sepi. Tapi menurutku ini tempat yang tepat untukmu untuk mengeluarkan unek – unekmu atau segala masalah yang ada dalam hidupmu.” Ujarku padanya menjelaskan. Aku masih menggenggam tangannya. “Malam yang indah Brent. Tempat ini sangat bagus. Bintang – bintang dan bulan terlihat jelas dari sini.” Ujar Rose tersenyum. Tapi aku masih melihat wajah sedihnya di wajah manis dan cantik itu. Kecantikan Rose tak pudar. Beraninya Daniel menyakiti wanita ini. Tak bersyukur sekali dia.
Tiba – tiba Rose melepaskan genggamannya dariku. “Daniel jangan pernah dekati aku lagi. Kau sangatlah kurang ajar padaku.” Teriaknya sangat kencang. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah Rose. Rose pun menengokku. Dia juga tersenyum dan tersipu malu. “Lanjutkanlah jika itu yang terbaik.” Ujarku padanya sambil mempersilahkan. Dia berbalik dan bersiap berteriak lagi. “Aku masih cinta padamu Brent. Masihkah kau menyimpan perasaan yang sama padaku ?” Aku terkaget dan menengok dirinya. Dia juga menengokku. Maksudnya apa dia berteriak seperti itu. “Aku serius Brent. Itu teriakan yang selama ini aku ingin bicarakan padamu.” Ujarnya padaku lagi kali ini tidak berteriak. Aku hanya tersenyum dan menghampirinya. Menyuruhnya duduk bersandingan denganku tanpa alas duduk apapun. Hanya rumput yang sedikit basah dan udara yang sedikit dingin.
“Dingin Brent.” Ujar Rose mendekat kearahku. “Dekatlah denganku.” Ujarku sambil merangkul bahunya. Kepalanya bersandar di bahuku. “Malam yang indah. Maaf atas teriakkanku tadi. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan selama ini. Aku sepi tanpamu.” Ujarnya membuka semua curhatannya malam ini. “Aku mengerti. Terima kasih ya kau sudah mau jujur padaku.” Ujarku padanya. “Sesungguhnya aku juga…” aku menggantung kalimatku. “Aku juga apa ?” tanyanya penasaran. “Aku juga masih ada perasaan padamu.” Ujarku sambil menengoknya. Dia tersenyum dan merangkul lenganku kali ini lebih erat. “Aku tak bisa membohongi diri ini Brent. Sesungguhnya aku masih cinta padamu. Maafkan aku telah meninggalkanmu. Aku akan menceritakan sesungguhnya yang Rebecca ceritakan padaku tentangmu nanti. Sesungguhnya aku tak mempercayai perkataan Rebecca. Aku hanya dilemma.” Ujarnya panjang lebar. Dia menengokku lagi aku juga menengoknya. Kami saling berpandangan cukup lama. Lalu tanpa disadari kedua bibir kami sudah bersentuhan. Bibir Rose yang lembut menyentuh bibirku. Malam itu memang malam yang indah.

Rose’s

Kami sudah berada di mobil Brent karena Brent memutuskan untuk mengantarku pulang. Memori ini tak akan pernah aku lupakan sama sekali. “Hey, If I Lose Myself di radio.” Aku terkaget dan langsung meminta izin membesarkan volumenya. “Boleh aku membesarkan volumenya ?” ujarku pada Brent dan langsung membesarkannya karena dia mengangguk. “Lagu – lagumu enak ya di Native. Aku sudah membelinya.” Ujarku padanya. “Terima kasih. Oh iya, aku ingin meminta tolong kau membuka dashboard itu.” Ujarnya padaku. Aku pun membuka Dashboard itu. “Lalu ?” ujarku bertanya. “Carilah album Native disitu.” Ujarnya lagi. Baiklah, aku pun mengambilnya dan album Native itu sudah terbuka tapi di dalamnya terdapat tanda tangan seluruh member. “Ini Nativemu ?” tanyaku padanya. “Yap, dan itu untukmu. Simpanlah baik – baik. Ingat janji kita dulu ketika masih bersama kan. Aku akan memberikan Native dengan tanda tangan semua member.” Ujarnya menjelaskan. Aku diam sejenak mencoba mengingat janji itu. “Ahhh, iya, aku mengingatnya.” Aku tersenyum padanya. “Terima kasih ya Brent.” Ujarku lagi. “Iya sama – sama, aku senang jika kau senang.” Ujar Brent padaku.
Sampailah aku dan dia di depan Flatku. “Masuklah sebentar. Kau kan belum pernah masuk ke Flatku.” Ujarku sambil menarik tangannya. Aku hanya ingin berterima kasih padanya karena hari ini membuatku sangat lega dan tenang sehabis kejadian tadi sore. “Tapi..” ujar Brent menolak. “Sudah sebentar saja Brent.” Ujarku lagi dan dia pun mau. Kami keatas menuju Flat ku. Aku pun membuka pintu dan masuk. “Duduklah. Kau mau minum apa ?” ujarku lagi. “Apa saja Rose.” Ujarnya lalu duduk. Aku ke dapur menuangkan jus untuknya. Membuatkan sedikit camilan untuknya karena kami berdua juga belum makan sejak sore. Aku yakin dia lapar. “Ini dia untukmu. Kau pasti lapar.” Ujarku sambil memberikan makanan padanya. “Terima kasih ya Rose. Aku langsung makan ya. Hehehe.” Ujarnya terkekeh. “Sama – sama.” Ujarku membalas sambil tersenyum. Dia pun melahap dengan cepat. Kasihan sekali dia. “Kau tidak makan ?” tanyanya setelah menghabiskan camilan pancake yang aku berikan padanya. “Nanti saja gampang. Melihatmu makan aku sudah kenyang.Haha.” ujarku bercanda. Dia tertawa lalu berubah serius. “Sudah jam 11 malam, aku harus pulang. Besok pagi – pagi aku harus pergi ke Texas untuk sebuah acara music.” Ujarnya lagi. Aku juga sudah melihat wajah lesu yang tergambar di wajahnya. Dia kelelahan mungkin. “Baiklah. Baru saja kita bertemu kau sudah mau pergi. Kenapa begitu cepat, Brent ?” ujarku padanya. “Hmm, itulah pekerjaanku Rose.” Ujarnya lembut.
Dia pun bangun dari tempat duduknya. Aku mengantarnya keluar dari Flatku. Mengantarnya sampai ke mobilnya. “Makasih untuk malam ini ya..” ujarku padanya sesampainya kami di mobil Brent. “Iya sama – sama, jangan ragu – ragu untuk menelponku jika ada masalah. Aku free kok, kau tidak usah khawatir.” Ujarnya padaku. Kami terdiam. Dia memandangku. “Muachh.” Dia mencium keningku tiba – tiba. “Brent..” senyumku malu. “Maaf..” Dia memegang tanganku dan seketika memelukku. “Aku merindukan ini, Rose.” Ujarnya sambil memelukku. Aku pun membalasnya dan bilang “Aku juga. Sangat merindukan ini.” Ujarku lagi. Dia melepas pelukanku. Dia pun menuju mobilnya. Menutup mobilnya lalu tersenyum padaku. “Bye..” ujarnya lewat jendela mobil. “Bye…” ujarku membalas. Terima kasih Tuhan atas malam ini, aku sangat bersyukur bisa bertemu dirinya lagi. Aku takkan melupakannya. Satukan kami lagi ya Tuhan. Doaku malam itu.

Brent’s

One year later.

“Lihat deh, bagus sekali The Custom House nya.” Ujarku pada Rose. “Aku mencoba mengambil gambar yang bagus. Berdirilah di pegangan jembatan itu.” Ujarnya menyuruhku. Dia ingin mengambil fotoku. Kami sekarang sedang berada di Dublin, Ireland untuk liburan. Tepatnya untuk bulan madu. “Kau sangat keren, selalu begitu.” Ujarnya lagi. Aku tertawa. Dia pun memencet tombol kamera kami. Kami menikah 6 bulan yang lalu dan kami baru ada waktu hari ini. Kami baru sampai kemarin. “Keren. Sekali lagi ya.” Ujarnya lagi. Aku selalu tersenyum melihat tingkahnya. Aku pun iseng menutup kameranya. “Sudah, ayo kita jalan ke tempat yang lain.” Ujarku padanya lembut sambil memeluknya dan mencium keningnya. “Baiklah…” ujarnya malu. “Memang mau kemana kita ?” tanyanya padaku. “Aku juga tidak tahu. Sebentar aku punya sesuatu untukmu.” Ujarku lalu mengambil cincin yang aku buat dari bunga yang aku ambil dari taman dekat sungai. Aku memakaikannya lalu dia tersenyum. “Terima kasih, jadi aku punya dua ya.” Ujarnya sambil tersipu malu. “Tapi kau hanya satu untukku.” Ujarku membalas. Dia merangkulku.
“Janji kita yang dulu bukan bohongan ya..” ujarku pada Rose. “If we only die once, I wanna die with you..” ujar Rose padaku menyanyikan salah satu lagu yang berjudul Something I Need. “Aku sangat suka lagu itu.” Ujarnya lagi. “Terima kasih. Ryan selalu bisa membuat lagu bagus.” Ujarku menjelaskan. “Dan aku juga suka Can’t Stop dan Burning Bridges. Itu lagu yang kau ciptakan dan berarti mendalam bagiku.” Ujarnya lagi. Aku menghadapkan dia ke hadapanku. “Kau tidak perlu khawatir lagi. Aku sekarang sudah disampingmu. Akan selalu begitu. Kita sudah terikat. Jangan kau sakiti hati ini lagi dan kuatkan janji kita.” Ujarku padanya. Dia tertunduk lalu menatapku. “Iya. Kau benar. I love you. Forever and ever.” Ujarnya padaku. Aku mencium bibirnya seketika. Melepaskannya dan bilang “I love you too. Forever and ever.” Ujarku dibawah langit Dublin yang mendung, tapi bagi kami berdua sore ini adalah sore yang indah. “Ayo kita kembali ke Hotel. Aku lelah.” Senyumku padanya. Dia tersenyum lagi. Aku pun merangkulnya. Ya Tuhan terima kasih kau telah mengembalikan Rose padaku. Aku akan berusaha sampai titik darah penghabisanku untuk selalu menjaganya.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...