JUST YOU AND ME, IT’S ENOUGH
Rose’s
Daniel pagi ini sama sekali tak
menghubungiku. Aku bingung ada apa dengannya. Tak biasa – biasanya. Padahal
hari ini adalah anniversary kami untuk 6 bulan masa pacaran kami. Aku pun
mencoba menghubunginya beberapa kali tapi tak aktif. Aku mengirimi sms dan
email dan segala macam social media yang aku punyai aku kirimi pesan untuknya.
Semoga dia balas nantinya, mungkin dia memang benar – benar sibuk, tapi kenapa
perasaanku tidak enak ya.
“Rose’s” ujar seseorang dibelakangku.
Aku sudah di toko sekarang. “Eh iya.. Gary… Ku kira siapa…” ujarku kaget. Aku
benar kaget ketika aku sedang melamun tiba – tiba Gary memanggilku. “Hey, maaf
aku membuatmu kaget. Aku ada perlu denganmu. Aku ingin minta tolong. Sekali
lagi maaf Rose. Lagian kau kenapa melamun seperti itu ?” tanya Gary padaku.
“Iya tak apa, aku yang minta maaf karena aku melamun. Mau minta tolong apa ?
Hmm, ini Daniel tidak menghubungiku dari pagi, aku takut ada apa – apa, tak
biasanya dia seperti ini.” Ujarku pada Gary, akhirnya aku cerita padanya. “Hmm,
aku hanya ingin minta tolong untuk mengetik laporan ini ya. Benarkah ? Mungkin
saja dia sibuk.” Ujarnya lagi. “Baiklah, nanti akan aku kerjakan. Iya, mungkin
saja, tapi kali ini dia tak menghubungiku sama sekali.” Ujarku agak kecewa.
“Hmm, baiklah, aku pikir kau hanya harus bersabar. Karena baru kali ini saja
kan dia tak menghubungimu.” Ujarnya lagi. “Iya baiklah, terima kasih ya telah
menasihatiku.” Ujarku padanya sambil tersenyum. Gary memang baik. “Baiklah,
sama – sama, jika kau ada masalah cerita saja padaku.” Senyum Gary lalu pergi
ke arah James.
“Aku pulang ya. Aku ingin ke Civic
Center Park dulu.” Ujarku berteriak pada semua orang yang ada di toko. Mereka
tersenyum padaku. Tak tahu kenapa hari ini aku ingin sekali pergi ke taman
menenangkan pikiranku sambil menghubungi Daniel yang tak jelas kabarnya hari
ini. Dari tadi aku masih menghubunginya. Yang hanya ada dipikiranku adalah
bingung, bingung, dan bingung, tak biasa Daniel seperti ini.
Sampailah aku di taman. Aku pun mencari
pedagang ice cream untuk ku makan sambil duduk dan menikmati taman sore itu.
Cukup indah pada sore itu, tapi tak seindah Annive ku hari ini. Aku masih
menggenggam Iphoneku, masih berusaha menghubungi Daniel. Rasa kesal pun lama –
lama keluar dari dalam diriku. Apa iya sampai sesore ini menjelang malam Daniel
sama sekali tak aktif. Akhirnya aku bangun dan memutuskan untuk pergi ke
Flatnya. Tapi disaat aku bangun dari kursi taman itu aku melihat seorang yang
mirip Daniel. Aku memperjelas penglihatanku aku pertegas dengan cara
mendekatinya sedikit lagi. Ternyata benar itu Daniel dan dia sedang merangkul
seorang perempuan dan dia menciumnya.
“Daniel, maksudmu apa ?” Aku pun
langsung menghampirinya. Apa – apaan dia tidak tahu malu sekali tak
menghubungiku, membuatku galau, ternyata dia jalan dengan wanita lain tanpa
mengingatku sama sekali. “Hey, Rose, sedang apa kau ? Maaf…” ujarnya padaku.
Seketika aku marah besar padanya. “Jangan pernah ganggu aku lagi. Hari ini kita
putus. Dan buat kau, selamat dengan pria ini ya. Kau juga akan merasakan hal
yang sama denganku nantinya.” Ujarku padanya sangat marah. Seketika itu aku
menangis di hadapan mereka. “Terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah kau
berikan Daniel. Dari awal aku yakin kau tak sepenuhnya mencintaiku.” Ujarku
lalu pergi dari hadapan mereka berdua. Semua sudah terjawab. Daniel tak
sepenuhnya mencintaiku. Dia hanya menjadikanku pelarian atau mungkin
selingkuhannya. Dasar Laki – laki tak tahu diri.
Brent’s
Aku seperti melihat sosok Rose yang
sedang bertengkar dengan seorang laki – laki yang kuyakini itu adalah Daniel
dengan perempuan lain. Pahit sekali. Aku pun melihat kejadian itu sampai
selesai. Rose juga belum tahu kalau aku sudah pulang tour. Perempuan yang aku akui
itu adalah Rose ternyata benar. Rose datang tepat kearah aku berdiri di Civic
Center Park. Sore yang kelabu bagi Rose. Semua perkataanku, batinku, perkataan
Ryan padaku dan teman – teman OneRepublic semua benar bahwa Rose sepertinya
berjodoh padaku. Daniel cowok brengsek. Dia tak bisa mengasihi Rose dengan
hatinya. Tadinya aku ingin diam saja jika aku bertemu Rose dan tahu kalau
Daniel punya perempuan lain. Ternyata Tuhan maha adil dan Rose melihat
“pacarnya itu selingkuh”.
“Rose..” aku memberhentikan langkahnya
dengan memegang lengannya ketika Rose sangat dekat denganku. Dia masih menunduk
dan menghapus air matanya dengan tangannya. Dia pun segera menatapku ingin tahu
siapa yang memberhentikannya. “Brent ???” ujarnya seperti sebuah tanda tanya
besar. “Kau, bukannya tour ya ?” ujarnya lirih, masih bergoyang suaranya karena
habis menangis. “Ikut aku pergi dari tempat ini ya. Aku punya tempat yang
bagus.” Ujarku padanya sambil menggandeng tangannya. Dia menurutiku. “Makasih
ya Brent. Kau datang disaat yang tepat.” Ujarnya padaku. Aku menatapnya dan
tersenyum.
Kami pun sampai di sebuah tempat yang
menurutku bukit ketenangan yang tidak jauh dari pusat kota Denver. Aku
menemukan tempat ini setahun yang lalu ketika aku putus dari Rebecca. Disini
aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Aku tenang sekali disini. Menurutku ini
tempat yang indah. “Maaf ya sepi. Tapi menurutku ini tempat yang tepat untukmu
untuk mengeluarkan unek – unekmu atau segala masalah yang ada dalam hidupmu.”
Ujarku padanya menjelaskan. Aku masih menggenggam tangannya. “Malam yang indah
Brent. Tempat ini sangat bagus. Bintang – bintang dan bulan terlihat jelas dari
sini.” Ujar Rose tersenyum. Tapi aku masih melihat wajah sedihnya di wajah
manis dan cantik itu. Kecantikan Rose tak pudar. Beraninya Daniel menyakiti
wanita ini. Tak bersyukur sekali dia.
Tiba – tiba Rose melepaskan genggamannya
dariku. “Daniel jangan pernah dekati aku lagi. Kau sangatlah kurang ajar
padaku.” Teriaknya sangat kencang. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah
Rose. Rose pun menengokku. Dia juga tersenyum dan tersipu malu. “Lanjutkanlah
jika itu yang terbaik.” Ujarku padanya sambil mempersilahkan. Dia berbalik dan
bersiap berteriak lagi. “Aku masih cinta padamu Brent. Masihkah kau menyimpan
perasaan yang sama padaku ?” Aku terkaget dan menengok dirinya. Dia juga
menengokku. Maksudnya apa dia berteriak seperti itu. “Aku serius Brent. Itu
teriakan yang selama ini aku ingin bicarakan padamu.” Ujarnya padaku lagi kali
ini tidak berteriak. Aku hanya tersenyum dan menghampirinya. Menyuruhnya duduk
bersandingan denganku tanpa alas duduk apapun. Hanya rumput yang sedikit basah
dan udara yang sedikit dingin.
“Dingin Brent.” Ujar Rose mendekat
kearahku. “Dekatlah denganku.” Ujarku sambil merangkul bahunya. Kepalanya
bersandar di bahuku. “Malam yang indah. Maaf atas teriakkanku tadi. Aku hanya
ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan selama ini. Aku sepi tanpamu.” Ujarnya
membuka semua curhatannya malam ini. “Aku mengerti. Terima kasih ya kau sudah
mau jujur padaku.” Ujarku padanya. “Sesungguhnya aku juga…” aku menggantung
kalimatku. “Aku juga apa ?” tanyanya penasaran. “Aku juga masih ada perasaan
padamu.” Ujarku sambil menengoknya. Dia tersenyum dan merangkul lenganku kali
ini lebih erat. “Aku tak bisa membohongi diri ini Brent. Sesungguhnya aku masih
cinta padamu. Maafkan aku telah meninggalkanmu. Aku akan menceritakan
sesungguhnya yang Rebecca ceritakan padaku tentangmu nanti. Sesungguhnya aku
tak mempercayai perkataan Rebecca. Aku hanya dilemma.” Ujarnya panjang lebar.
Dia menengokku lagi aku juga menengoknya. Kami saling berpandangan cukup lama.
Lalu tanpa disadari kedua bibir kami sudah bersentuhan. Bibir Rose yang lembut
menyentuh bibirku. Malam itu memang malam yang indah.
Rose’s
Kami sudah berada di mobil Brent karena
Brent memutuskan untuk mengantarku pulang. Memori ini tak akan pernah aku
lupakan sama sekali. “Hey, If I Lose Myself di radio.” Aku terkaget dan
langsung meminta izin membesarkan volumenya. “Boleh aku membesarkan volumenya
?” ujarku pada Brent dan langsung membesarkannya karena dia mengangguk. “Lagu –
lagumu enak ya di Native. Aku sudah membelinya.” Ujarku padanya. “Terima kasih.
Oh iya, aku ingin meminta tolong kau membuka dashboard itu.” Ujarnya padaku.
Aku pun membuka Dashboard itu. “Lalu ?” ujarku bertanya. “Carilah album Native
disitu.” Ujarnya lagi. Baiklah, aku pun mengambilnya dan album Native itu sudah
terbuka tapi di dalamnya terdapat tanda tangan seluruh member. “Ini Nativemu ?”
tanyaku padanya. “Yap, dan itu untukmu. Simpanlah baik – baik. Ingat janji kita
dulu ketika masih bersama kan. Aku akan memberikan Native dengan tanda tangan
semua member.” Ujarnya menjelaskan. Aku diam sejenak mencoba mengingat janji
itu. “Ahhh, iya, aku mengingatnya.” Aku tersenyum padanya. “Terima kasih ya
Brent.” Ujarku lagi. “Iya sama – sama, aku senang jika kau senang.” Ujar Brent
padaku.
Sampailah aku dan dia di depan Flatku.
“Masuklah sebentar. Kau kan belum pernah masuk ke Flatku.” Ujarku sambil
menarik tangannya. Aku hanya ingin berterima kasih padanya karena hari ini
membuatku sangat lega dan tenang sehabis kejadian tadi sore. “Tapi..” ujar
Brent menolak. “Sudah sebentar saja Brent.” Ujarku lagi dan dia pun mau. Kami
keatas menuju Flat ku. Aku pun membuka pintu dan masuk. “Duduklah. Kau mau
minum apa ?” ujarku lagi. “Apa saja Rose.” Ujarnya lalu duduk. Aku ke dapur
menuangkan jus untuknya. Membuatkan sedikit camilan untuknya karena kami berdua
juga belum makan sejak sore. Aku yakin dia lapar. “Ini dia untukmu. Kau pasti
lapar.” Ujarku sambil memberikan makanan padanya. “Terima kasih ya Rose. Aku
langsung makan ya. Hehehe.” Ujarnya terkekeh. “Sama – sama.” Ujarku membalas
sambil tersenyum. Dia pun melahap dengan cepat. Kasihan sekali dia. “Kau tidak
makan ?” tanyanya setelah menghabiskan camilan pancake yang aku berikan
padanya. “Nanti saja gampang. Melihatmu makan aku sudah kenyang.Haha.” ujarku
bercanda. Dia tertawa lalu berubah serius. “Sudah jam 11 malam, aku harus
pulang. Besok pagi – pagi aku harus pergi ke Texas untuk sebuah acara music.”
Ujarnya lagi. Aku juga sudah melihat wajah lesu yang tergambar di wajahnya. Dia
kelelahan mungkin. “Baiklah. Baru saja kita bertemu kau sudah mau pergi. Kenapa
begitu cepat, Brent ?” ujarku padanya. “Hmm, itulah pekerjaanku Rose.” Ujarnya
lembut.
Dia pun bangun dari tempat duduknya. Aku
mengantarnya keluar dari Flatku. Mengantarnya sampai ke mobilnya. “Makasih
untuk malam ini ya..” ujarku padanya sesampainya kami di mobil Brent. “Iya sama
– sama, jangan ragu – ragu untuk menelponku jika ada masalah. Aku free kok, kau
tidak usah khawatir.” Ujarnya padaku. Kami terdiam. Dia memandangku. “Muachh.”
Dia mencium keningku tiba – tiba. “Brent..” senyumku malu. “Maaf..” Dia
memegang tanganku dan seketika memelukku. “Aku merindukan ini, Rose.” Ujarnya
sambil memelukku. Aku pun membalasnya dan bilang “Aku juga. Sangat merindukan
ini.” Ujarku lagi. Dia melepas pelukanku. Dia pun menuju mobilnya. Menutup
mobilnya lalu tersenyum padaku. “Bye..” ujarnya lewat jendela mobil. “Bye…”
ujarku membalas. Terima kasih Tuhan atas malam ini, aku sangat bersyukur bisa
bertemu dirinya lagi. Aku takkan melupakannya. Satukan kami lagi ya Tuhan.
Doaku malam itu.
Brent’s
One year later.
“Lihat deh, bagus sekali The Custom
House nya.” Ujarku pada Rose. “Aku mencoba mengambil gambar yang bagus.
Berdirilah di pegangan jembatan itu.” Ujarnya menyuruhku. Dia ingin mengambil
fotoku. Kami sekarang sedang berada di Dublin, Ireland untuk liburan. Tepatnya
untuk bulan madu. “Kau sangat keren, selalu begitu.” Ujarnya lagi. Aku tertawa.
Dia pun memencet tombol kamera kami. Kami menikah 6 bulan yang lalu dan kami
baru ada waktu hari ini. Kami baru sampai kemarin. “Keren. Sekali lagi ya.” Ujarnya
lagi. Aku selalu tersenyum melihat tingkahnya. Aku pun iseng menutup kameranya.
“Sudah, ayo kita jalan ke tempat yang lain.” Ujarku padanya lembut sambil
memeluknya dan mencium keningnya. “Baiklah…” ujarnya malu. “Memang mau kemana
kita ?” tanyanya padaku. “Aku juga tidak tahu. Sebentar aku punya sesuatu
untukmu.” Ujarku lalu mengambil cincin yang aku buat dari bunga yang aku ambil
dari taman dekat sungai. Aku memakaikannya lalu dia tersenyum. “Terima kasih,
jadi aku punya dua ya.” Ujarnya sambil tersipu malu. “Tapi kau hanya satu
untukku.” Ujarku membalas. Dia merangkulku.
“Janji kita yang dulu bukan bohongan
ya..” ujarku pada Rose. “If we only die once, I wanna die with you..” ujar Rose
padaku menyanyikan salah satu lagu yang berjudul Something I Need. “Aku sangat
suka lagu itu.” Ujarnya lagi. “Terima kasih. Ryan selalu bisa membuat lagu
bagus.” Ujarku menjelaskan. “Dan aku juga suka Can’t Stop dan Burning Bridges.
Itu lagu yang kau ciptakan dan berarti mendalam bagiku.” Ujarnya lagi. Aku
menghadapkan dia ke hadapanku. “Kau tidak perlu khawatir lagi. Aku sekarang
sudah disampingmu. Akan selalu begitu. Kita sudah terikat. Jangan kau sakiti
hati ini lagi dan kuatkan janji kita.” Ujarku padanya. Dia tertunduk lalu
menatapku. “Iya. Kau benar. I love you. Forever and ever.” Ujarnya padaku. Aku
mencium bibirnya seketika. Melepaskannya dan bilang “I love you too. Forever
and ever.” Ujarku dibawah langit Dublin yang mendung, tapi bagi kami berdua
sore ini adalah sore yang indah. “Ayo kita kembali ke Hotel. Aku lelah.” Senyumku
padanya. Dia tersenyum lagi. Aku pun merangkulnya. Ya Tuhan terima kasih kau
telah mengembalikan Rose padaku. Aku akan berusaha sampai titik darah
penghabisanku untuk selalu menjaganya.
Comments
Post a Comment