DANIEL
Rose’s
Setelah melalui perjalanan selama 2 jam,
akhirnya aku sampai di Denver lagi. Lagi – lagi harus menatap masalah cintaku,
lagi – lagi harus bertemu dengan Brent. Pastinya dia akan menghampiriku di
toko. Aku pun duduk di Bandara, sambil mengistirahatkan tubuhku, menikmati
segelas kopi yang baru saja aku beli. Bahagia karena sudah masuk summer.
Akhirnya.
“Boleh aku duduk disini ?” tanya seorang
pria yang akan duduk disampingku. “Silahkan.” Ujarku singkat sambil masih
menatapnya. Sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana ya ? Aku ingat – ingat
selama beberapa detik. “Oh iya..” ujarku agak keras. Pria itu menengokku. “Kau
kenapa ?” dia reflex bertanya padaku. “Hmm, maaf aku mengangetkanmu, tapi aku
yakin aku pernah melihatmu.” Ujarku padanya sambil tersenyum. “Oh iya ?
Benarkah ?” tanyanya meyakinkan. “Iya, serius. Kau yang aku tak sengaja tabrak
waktu di bandara San Francisco. Aku ingat betul.” Ujarku yakin. “Ahhh, iya –
iya, aku ingat.” Ujarnya tersenyum. “Aku minta maaf ya atas kejadian itu.
Ngomong – ngomong, kau ada perlu apa ke Denver ?” tanyaku selanjutnya.
“Aku memang tinggal di Denver. Ke San
Francisco hanya untuk tugas kerja saja.” Jawabnya. “Oh begitu baiklah, senang
bertemu denganmu. Boleh tahu namamu siapa ?” tanyaku lagi. “Oh iya, aku sampai
lupa. Jadi tidak enak. Perkenalkan namaku Daniel White.” Ujarnya sambil
mengulurkan tangannya padaku. “Oh okay. Namaku Rose, Rose Anderson lengkapnya.”
Ujarku sambil tersenyum. “Rose ? Nama yang bagus.” Ujarnya. “Terima kasih atas
pujiannya.” Ujarku malu. “Sama – sama.” Ujarnya.
“Kau tinggal dimana ?” tiba – tiba
ketika kami sudah tidak berbincang lagi. “Aku tinggal di Flat di daerah lake
wood 6th avenue.” Ujarku jelas. “Ahhh, tidak jauh dari flatku juga.
Orang tuaku di Aurora, aku bekerja di sekitaran lake wood. Jadi aku menyewa
sebuah Flat disana.” Ujarnya jelas. Wah, ternyata kami tidak jauh tempat
tinggalnya. “Hmm, okay. Itu bagus. Hmm, aku minta maaf aku harus pergi dari
sini. Terima kasih atas perbincangannya.” Ujarku padanya. Lalu aku membawa
barang – barangku. “Rose…” tiba – tiba dia teriak memanggilku. “Aku mau minta
nomor handphonemu boleh ?” ujarnya sambil menghampiriku. “Baiklah, ini dia.”
Aku pun menulis di sebuah kertas yang kuambil dari dalam tasku. “Terima kasih
Rose. Senang bertemu denganmu.” Ujarnya lagi sambil tersenyum. Aku pun pamit
padanya dan melambaikan tangan. Kurasa Daniel orang yang baik.
Brent’s
Aku masih berusahan menghubungi Rose.
Tapi selalu saja di batalkan panggilannya, atau tidak ada balasan sms darinya.
Aku semakin merasa bersalah. Sebulan lagi aku ada tour America. Aku hanya ingin
semua masalahku selesai.
“Sudahlah jangan dipikirkan terus.” Ujar
Drew tiba – tiba. Aku hanya tersenyum padanya. “Aku berusaha. Tapi aku tak
bisa.” Ujarku padanya. “Pasti kau bisa. Pasti jika ada jalannya kau kembali
padanya.” Ujar Drew bijak. Drew tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan. “Aku
pernah kok merasakan seperti kau.” Ujar Drew lagi. Dia bisa membaca pikiranku.
“Maksudmu ?” tanyaku. “Iya, dulu aku pernah sepertimu. Tapi kami memang tidak
bisa di satukan. Yasudah, aku dan dia berpisah. Tapi sampai sekarang aku masih
berhubungan dengannya walau jarang. Percayalah jika kau dan dia bisa bersatu,
pasti bersatu.” Ujar Drew panjang lebar.
“Kau ada benarnya juga sih.” Ujarku
datar. “Sekarang focus saja dengan karirmu. Kita lagi di karir yang bagus.”
Ujar Drew lagi. Drew benar. Kenapa aku harus pusing ? Toh, kalau memang aku
jodoh, pasti aku bisa bersatu dengan Rose. Aku akan selalu berdoa untuk
penyatuan cinta kita lagi.
Comments
Post a Comment