Mentari masih memicingkan matanya mencari sosok yang sedang ditunggunya. Sudah hampir satu jam ia menunggu sejak pukul lima pagi untuk melihat salah satu tanda kekuasaan Sang Pencipta, Gerhana Matahari. Kali ini ia tak sendiri, dia akan ditemani oleh seorang teman yang sudah dikenalnya selama lima tahun saat duduk di bangku sekolah menengah Pertama. Dia adalah alumni seangkatannya, Chandra panggilannya.
Lagi-lagi Mentari harus melihat jam tangan yang dikenakannya kali itu. "Hah..." dirinya menghela nafas. Mau sampai selesai Gerhana Matahari barulah sosok Chandra datang. Pikirnya. Dia pun dengan sabar menunggu lagi seraya duduk menikmati ratusan ribu orang yang memadati salah satu jembatan terkenal yang menjadi ikon kota Palembang, Jembatan Ampera.
Ia menyerah, akhirnya ia mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor telepon teman sebayanya itu. Tak ada jawaban. Hanya nada panjang yang berulang kali berbunyi. Mentari menghela nafas lagi.
Chandra, teman Mentari yang sebenarnya tak terlalu dekat dengannya semasa bangku SMP dulu. Dirinya kembali dekat dengan lelaki asli Palembang itu ketika Mentari tak sengaja bertemu di salah satu tempat wisata di Palembang. Dirinya sedang menikmati perjalanan liburannya sendiri sampai salah satu teman kerja Mentari ternyata adalah teman dekat Chandra. Pertemuan yang tak sengaja dan berujung pada pertemanan yang cukup dekat hingga saat ini.
Sudah sepuluh kali Mentari menghubungi Chandra, tetapi selalu saja nada yang didengarnya adalah nada sambung yang panjang yang tak kunjung di ladeni oleh Chandra. Mentari menyerah. Dia terduduk lemas di salah satu bangku taman yang disediakan di sekitaran pinggir sungai Musi. Dia pun tak merasa tertarik lagi untuk melihat Gerhana Matahari yang di tahun ini sangat di tunggu-tunggu keberadannya. Bukan kali pertama Chandra melakukan pembatalan janji, tapi ini kali ketiganya.
Mentari mencoba sabar. Mentari mencoba yakin bahwa Chandra mungkin melakukan kebaikan untuknya karena Chandra menyimpan rasa seperti yang Mentari rasakan. Tapi nyatanya, tidak juga. Chandra pun membatalkan janji lagi, membuat Mentari menunggu lagi.
"Lihat tuh, sudah mulai tertutup mataharinya!" teriak seorang wisatawan yang berdiri tepat berada di samping bangku tamannya. Mentari langsung menoleh orang tersebut yang sudah mempersiapkan kacamata hitam khusus untuk melihat fenomena itu. Mentari melihat kearah di depannya. Mengerutkan dahi dan ingat bahwa kacamata hitam khusus akan dibawa oleh Chandra, termasuk miliknya. Dia memukul keras penopang lengan bangku taman itu dengan kepalan tangan kanannya. Kesal, semua rencananya gagal karena ketidak datangan Chandra. Dia pun panik.
Mentari yang tak tahu harus berbuat apa akhirnya memaksa untuk melihat dengan kacamata hitam biasa yang dibawanya. Dia memakainya lalu langsung melihat kearah Matahari. "Ahhh, silau!" dia kembali memejamkan mata, tak berani melihat matahari yang super silau itu walau sedikit tertutup awan. Mentari menghela nafas lagi.
"Nih!" ujar seseorang yang berada di sampingnya. Mentari terlonjak akan suara itu. Seraya matahari sebentar lagi akan tertutup bulan secara penuh, Mentari langsung menoleh orang tersebut. Dia Randi, kakaknya.
"Kak, ngapain disini?" ujarnya kaget. Matanya terbelalak dan senyum lebar diperlihatkannya.
"Itu, mau ajak adik kamu lihat Gerhana." ujar Randi santai. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan.
"Habis, Bapak sama Ibu enggak mau diajak. Jadi aku ajak mas Randi." ujar Tika, adik perempuannya yang hanya terpaut dua tahun dari umur Mentari sekarang, 20 tahun.
"Kalian kok tahu kakak disini?" Tanya Mentari dengan pikiran yang terisi dengan seribu satu macam pertanyaan.
"Enggak penting kita bisa ketemu sama kamu atau enggak. Yang penting kita nikmati bersama Gerhana ini." Mas Randi mengerlingkan mata kanannya pada Mentari lalu asyik dengan kacamata hitam khusus yang dimilikinya. Mentari menoleh kearah Tika yang juga tersenyum padanya.
"Lupakan Chandra, dan nikmati keindahan dari Sang Pencipta hari ini." Ujar Mentari dalam hati lalu memasang kacamata hitam khususnya di kedua matanya dan menikmati hari yang mendapati gelap selama kurang lebih tiga menit itu karena Matahari sedang bersembunyi di balik sang Bulan.
Lagi-lagi Mentari harus melihat jam tangan yang dikenakannya kali itu. "Hah..." dirinya menghela nafas. Mau sampai selesai Gerhana Matahari barulah sosok Chandra datang. Pikirnya. Dia pun dengan sabar menunggu lagi seraya duduk menikmati ratusan ribu orang yang memadati salah satu jembatan terkenal yang menjadi ikon kota Palembang, Jembatan Ampera.
Ia menyerah, akhirnya ia mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor telepon teman sebayanya itu. Tak ada jawaban. Hanya nada panjang yang berulang kali berbunyi. Mentari menghela nafas lagi.
Chandra, teman Mentari yang sebenarnya tak terlalu dekat dengannya semasa bangku SMP dulu. Dirinya kembali dekat dengan lelaki asli Palembang itu ketika Mentari tak sengaja bertemu di salah satu tempat wisata di Palembang. Dirinya sedang menikmati perjalanan liburannya sendiri sampai salah satu teman kerja Mentari ternyata adalah teman dekat Chandra. Pertemuan yang tak sengaja dan berujung pada pertemanan yang cukup dekat hingga saat ini.
Sudah sepuluh kali Mentari menghubungi Chandra, tetapi selalu saja nada yang didengarnya adalah nada sambung yang panjang yang tak kunjung di ladeni oleh Chandra. Mentari menyerah. Dia terduduk lemas di salah satu bangku taman yang disediakan di sekitaran pinggir sungai Musi. Dia pun tak merasa tertarik lagi untuk melihat Gerhana Matahari yang di tahun ini sangat di tunggu-tunggu keberadannya. Bukan kali pertama Chandra melakukan pembatalan janji, tapi ini kali ketiganya.
Mentari mencoba sabar. Mentari mencoba yakin bahwa Chandra mungkin melakukan kebaikan untuknya karena Chandra menyimpan rasa seperti yang Mentari rasakan. Tapi nyatanya, tidak juga. Chandra pun membatalkan janji lagi, membuat Mentari menunggu lagi.
"Lihat tuh, sudah mulai tertutup mataharinya!" teriak seorang wisatawan yang berdiri tepat berada di samping bangku tamannya. Mentari langsung menoleh orang tersebut yang sudah mempersiapkan kacamata hitam khusus untuk melihat fenomena itu. Mentari melihat kearah di depannya. Mengerutkan dahi dan ingat bahwa kacamata hitam khusus akan dibawa oleh Chandra, termasuk miliknya. Dia memukul keras penopang lengan bangku taman itu dengan kepalan tangan kanannya. Kesal, semua rencananya gagal karena ketidak datangan Chandra. Dia pun panik.
Mentari yang tak tahu harus berbuat apa akhirnya memaksa untuk melihat dengan kacamata hitam biasa yang dibawanya. Dia memakainya lalu langsung melihat kearah Matahari. "Ahhh, silau!" dia kembali memejamkan mata, tak berani melihat matahari yang super silau itu walau sedikit tertutup awan. Mentari menghela nafas lagi.
"Nih!" ujar seseorang yang berada di sampingnya. Mentari terlonjak akan suara itu. Seraya matahari sebentar lagi akan tertutup bulan secara penuh, Mentari langsung menoleh orang tersebut. Dia Randi, kakaknya.
"Kak, ngapain disini?" ujarnya kaget. Matanya terbelalak dan senyum lebar diperlihatkannya.
"Itu, mau ajak adik kamu lihat Gerhana." ujar Randi santai. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan.
"Habis, Bapak sama Ibu enggak mau diajak. Jadi aku ajak mas Randi." ujar Tika, adik perempuannya yang hanya terpaut dua tahun dari umur Mentari sekarang, 20 tahun.
"Kalian kok tahu kakak disini?" Tanya Mentari dengan pikiran yang terisi dengan seribu satu macam pertanyaan.
"Enggak penting kita bisa ketemu sama kamu atau enggak. Yang penting kita nikmati bersama Gerhana ini." Mas Randi mengerlingkan mata kanannya pada Mentari lalu asyik dengan kacamata hitam khusus yang dimilikinya. Mentari menoleh kearah Tika yang juga tersenyum padanya.
"Lupakan Chandra, dan nikmati keindahan dari Sang Pencipta hari ini." Ujar Mentari dalam hati lalu memasang kacamata hitam khususnya di kedua matanya dan menikmati hari yang mendapati gelap selama kurang lebih tiga menit itu karena Matahari sedang bersembunyi di balik sang Bulan.
Yups,nikmati aja. Chandra bisa ditemui kapanpun tapi keindahan Sang Pencipta seperti GMT langka abiisss... 😉
ReplyDeleteYups,nikmati aja. Chandra bisa ditemui kapanpun tapi keindahan Sang Pencipta seperti GMT langka abiisss... 😉
ReplyDelete