Skip to main content

Dengan Secangkir Kopi dan Ajakan Teman

Aku menegak sisa-sisa cairan yang ada di gelas berwarna putih pekat yang kutaruh tepat disampingku. Pahit, pahit sekali rasanya. Pahit yang kurasakan selama bertahun-tahun. Tapi hebatnya, aku bisa menahan rasa pahit itu. Sama dengan menahan rasa pahit kopi Jawa yang aku seduh dan kunikmati di gedung paling atas apartemenku. Mengingatmu sambil tersenyum dan sesekali menarik nafas dalam-dalam. Nelangsa.

Tak kusangka sudah bertahun tahun tak melihatmu. Menyimpan kontakmu saja, rasa syukurku bertambah, tapi apa daya, semua akan berakhir dengan aku hanya menatap kontak nomor ponselmu di ponselku yang sudah seharusnya aku ganti dengan yang baru. Entah kenapa ponsel ini tak ingin kugantikan keberadaannya karena menyimpan banyak kenangan. "Danis." itu tampak jelas. Namamu yang masih kusimpan dengan rapi di dalam kontak nomor ponselku.

Aku kembali ke dalam apartemenku untuk menyeduh gelas kedua dengan kopi Jawa yang baru saja kubeli sore hari selepas diriku pulang bekerja. Aku sengaja membeli ini semua untuk mengenang semua kenangan yang telah kulewati. Termasuk kenangan bersamamu. Kenangan yang sebenarnya tak selalu berdua denganmu. Kenangan yang hanya aku saja yang merasakannya.

"Hana, sedang apa?" tetangga ku bertanya. Lala, begitulah panggilannya. Istri ketiga dari seorang pengusaha kaya. Begitulah katanya. Dia terpaksa tinggal di apartemen ini, pastinya apartemen suaminya. Dia terpaksa melakukan hal ini karena yang dia ceritakan padaku bahwa kedua istri sebelumnya iri dengan kecantikannya. Suaminya terlalu sayang dengan Lala, sehingga kedua istri sebelumnya terlalu dicampakkan.
"Sedang asyik minum kopi di atas gedung." jawabku lalu tersenyum. Lala yang baru pulang dari bekerja tersenyum pula lalu pamit masuk ke apartemennya. Aku hanya menggeleng lemah dengan kepribadian Lala yang kuat. Biarbagaimanapun, Lala tak malu menceritakan kisahnya. Sedangkan aku, aku hanya asyik dengan kenanganku sendiri, yang entah sampai kapan akan bertahan di hatiku.

Aku kembali naik keatas gedung paling atas apartemenku. Meneruskan pekerjaan yang aku tahu itu semua adalah sia sia semata. Kembali aku membuka kontak di ponselku dan mencari nama "Danis" dan lagi-lagi aku menatapnya kosong. Memori indah kembali mengerubungi otakku. Kemana dirinya saat ini?

Aku menyesap kopiku lagi untuk kelima kalinya di gelas yang kedua ini. Ingatanku semakin kuat tentangmu. Haruskah aku menghubungimu? Dengan presentasi tidak diangkatnya adalah 100% atau berkurang jadi hanya 80% saja. Aku menggeleeng cepat. Tidak, tidak, tidak. Aku harus menjaga gengsiku. Tapi sisi lain diriku berkata bahwa buat apa memikirkan gengsi? Toh, hidup hanya sekali, rasa penasaran itu akan terus terkubur jika kita tak melakukannya untuk mencari jawaban rasa penasaran itu. Aku menghela nafas panjang, tetap saja sisi lain diriku yang berkata gengsi lebih kuat, akhirnya aku tak berani menekan tombol untuk menghubunginya.

Tiba - tiba ada sambungan telepon masuk. Aku tersentak lalu langsung mengangkatnya tanpa melihat daftar nama yang menghubungi.
"Ya? Hana disini..." ujarku cukup keras.
"Hana!"
"Iya, ini siapa ya?"
"Adrian." ujar Hana lalu dirinya mengerutkan dahi dan baru melihat daftar nama yang terpampang di ponselnya. Hana mengangguk.
"Ada apa?"
"Kau sedang apa?"
"Sedang duduk."
"Biasa sekali. Dengar, aku ada janji dengan teman semasa SMP ku dulu, kau mau ikut tidak?"
"Itu kan acaramu, Adrian. SMP mu, bukan SMP ku, mana ada teman yang akan aku kenal." Ujar Hana dengan alis yang naik karena aneh dengan ajakan Adrian.
"Ayolah, tidak banyak, ada teman perempuannya juga. Ada, Lisa, Jajang, Katherin, dan Danis. Itu hanya teman satu grup ku saja."
Hana tersentak dengan nama Danis.
"Maksudmu mengajakku apa?"
"Aku ingin kau berkenalan dengan Danis, dia sedang mencari seorang tambatan hati. Aku ingin mengenalkanmu padanya. Mungkin saja kalian cocok." ujar Adrian santai. Hana terdiam cukup lama untuk berpikir.

Mungkin maksud Adrian baik. Ia ingin Hana segera lepas dari belenggu rasa sakit hati yang dipendamnya cukup lama. Mungkin saatnya Hana untuk membuka diri. Hana menghela nafas dan mengiyakan ajakan Adrian. Hana sebenarnya masih berpikir, apakah Danis yang dimaksud temannya itu adalah Danis yang selama ini ia cari-cari. Hana menggeleng keras. "Tak mungkin." ujarnya membisikkan angin yang berhembus malam itu. Selama ini, harapan jika ia ingin bertemu Danis selalu pupus. Ujung-ujungnya, semua tak sesuai harapannya.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...