Skip to main content

Hanya Pemujamu yang Bersembunyi

Saat itu ramai. Aku lebih suka terduduk memandangi keramaian yang dikarenakan salah satu acara dari jurusanmu telah dimulai. Ya, sebelumnya aku sama sekali tak tahu bahwa kau akan datang untuk menghadari acara yang bertemakan kuliner itu sampai ketika aku sedang asyik membaca buku pelajaranku, aku terlonjak mendapatimu telah berdiri tepat di depanku. Hah, ternyata bukan ingin menghampiriku, tapi menghapiri seniorku yang mempunyai jurusan kuliah yang sama denganku. Bahasa Jerman.

"Hi Gilang!" ujarmu senang. Kalian saling memberi salam ala-ala lelaki yang membuatku tersenyum. Gilang yang tadinya sedang berbincang denganmu, kini berbincang denganmu. Aku pun tak sengaja ikut mendengarkan. Kau membicarakan tentang skripsi yang sedang kalian selesaikan. Ya, kau seniorku, yang sedang menempuh titik akhir untuk segera lulus. Aku akan merindukanmu.

"Bagaimana skripsimu, Ahmad?" itu dia nama panggilanmu.

"Masih dalam tahap pengerjaan. Belum rampung juga." Ujarmu mengeluh, tapi diselipi senyum yang membuatku semakin tak berdaya. Kau yang melihat keberadaanku langsung tersenyum.

"Mampirlah ke stand kulinerku, Lang." ujarmu memberi ajakan. Aku yang terdiam mendengarkan percakapan itu berpikir bahwa aku akan mengunjungi stand mu juga nanti. Tapi, ketika aku masih memikirkan hal itu, langkahmu terhenti ketika ingin pergi.

"Kau juga, Lily, mampirlah ke standmu." ujarmu tersenyum seraya menepuk pelan pundak kananku. Aku memberikan senyum termanisku untukmu.

Sudah cukup lama ku kenal Ahmad. Tapi, aku hanya mengenalnya lewat nama tanpa mampu sama sekali berbincang terlalu lama dengannya. Aku kagum padanya. Pintar bergaul, pintar memasak, dan juga pintar bermain sepak bola. Keramahannya yang membuatku jatuh hati padanya. Tapi, aku tak berani terlalu dekat dengannya. Rasa sakit hati yang membayangiku.

"Terima kasih ya!" ujarnya tersenyum lagi. Aku membeli salah satu menu yang ada di tenda berjualannya. Minuman rasa kopi yang menjadi salah satu favoritku. Dia yang melayani. Spesial sekali minuman ini untukku. Aku pun menikmatinya di bawah awan dan terik matahari.

"Baiklah, kita panggilkan Ahmad..." Hah? Ahmad diajak untuk naik ke atas panggung. Apa yang akan dia lakukan? Itulah semua pertanyaan yang muncul dalam benakku. Ketika ku perhatikan dirinya, aku melihat dia mengambil gitar dan duduk lalu menyanyi. Aku terkejut, aku tak tahu dia akan tampil untuk acara ini. Ya, aku memang sudah tahu dia mempunyai suara yang lumayan merdu untuk bernyanyi. Hariku makin indah dengan lantunan suara dan gitar yang ia mainkan. Aku terduduk dan terdiam menikmati apa yang jarang sekali kulihat. Tapi, kenapa aku hanya bisa memandangimu?

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...