"Manusia Pengharap." Begitu kata judul cerita yang akan dibuat Maya. Dia menghela nafas panjang untuk meneruskan paragraf pertama yang akan dibuatnya.
"Hey!" Tiba-tiba Tio datang menghampirinya. Menduduki tempat kosong yang ada di samping kursi panjang yang ditempati Maya. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Mereka pun tak percaya keduanya bisa sama-sama mengenyam pendidikan di tempat perkuliahan yang sama
.
"Pelan-pelan lah!" ujar Maya yang sedang membenarkan keberadaan tubuhnya yang habis di adu oleh Tio dengan bahu nya yang maco.
"Iya, maaf. Buat cerita apa lagi? 'Manusia Pengharap'. Klasik! Semua manusia kan pasti berharap."
"Bukan harapan biasa." ujar Maya mantap. Ia pun meneruskan cerita pendeknya yang kali ini akan diikutkan di salah satu lomba yang diadakan oleh kampusnya. Tio yang selalu tidak mau tahu dengan hobi menulis Maya itu memilih untuk membaca majalah olahraga Bola yang baru saja dibelinya. Kali ini dia membeli khusus, karena di dalamnya terdapat berita tentang klub bola favoritnya Manchester City.
"Selesai!" teriak Maya semangat membuat Tio mendongak dari bahan bacaannya yang sudah tiga puluh menit ia nikmati.
"Bagus...." ujar Tio datar seraya menunjukkan jempolnya mantap. Ia kembali menikmati majalah barunya.
"Tio! Tio! Tio!" ujar Maya seraya menggasak keras tangan kanan Tio. "Lihat tuh, Ari!" ujar Maya yang saat ini merasakan denyut nadi dan jantungnya berdegup keras.
"Terus kenapa?"
"Ihhh! Kece banget dia, eh tapi...." ujar Maya yang seketika lemas melihat kejadian yang baru saja dilihatnya. Ari, seseorang yang sangat amat disukai oleh Maya sejak semester pertamanya masuk di fakultas Hukum ini. Tidak, mungkin seingatnya dia sudah suka dengan Ari sejak dirinya mendaftar di fakultas Hukum.
"Oh, Diana..." ujarnya datar. Maya menunduk dan mendongak lagi tak percaya dengan apa yang diharapkannya. Dia tak percaya, sikap baik Ari selama ini, selama Maya dan Ari satu kelas dengannya ternyata hanyalah sifat baik seorang lelaki kepadanya.
"Maya... Maya..." Tio berusaha menyadarkan Maya yang masih terpaku dengan pandangannya. Melihat seorang lelaki pujaannya menggamit wanita yang dikenalnya pada saat pendaftara dulu, Diana. Tak mungkin tidak ada apa-apa di antara mereka berdua. Mereka begitu... Mesra.
"Nah, jangan suka berharap kalau tahu sampai seperti ini." ujar Tio santai yang nada bicaranya amat menusuk ke hati Maya. Semua perkataan Tio benar.
"Siapa yang tahu kalau harapan itu akan pupus?" Tanya Maya yang berusaha menahan sakit hatinya dan air mata yang ia tahan habis-habisan.
Tio hanya bisa menghela nafas. Di satu sisi, di hati terdalam Tio, ia sebenarnya juga merasakan kepedihan yang dirasakan Maya. Ya, Tio tahu betapa jatuh hatinya Maya terhadap mahasiswa nomor satu di kelas Maya itu. Ari begitu spesial di hati Maya. Tapi, mungkin ini yang disebut harapan bisa saja terwujud. Harapan yang diletakkan Tio dihatinya untuk mendapatkan Maya.
Comments
Post a Comment