Skip to main content

Yang tersakiti dan Yang berharap

Nikki termangu melihat sekelilingnya. Ramai oleh berbagai macam sifat dan kepribadian orang-orang. Ramai dengan banyak orang yang ingin mengisi perutnya untuk memenuhi hasrat laparnya akibat jam makan siang yang sudah terlambat. Jam menunjukkan pukul dua siang ketika Nikki melihat jam tangannya yang ia pakai di pergelangan tangan kirinya.
"Aku tak menganggap apa-apa sifat aneh Nathan." jawabnya setelah dirinya termangu dengan pertanyaan Gian barusan. "Lagi pula, yang Nathan lakukan untukku adalah bukan sifat aneh. Itu hal biasa, Gian."
Ujar Nikki.
Nikki menganggap biasa semua sifat atau perilaku yang dilakukan Nathan dengannya. Mulai dari sekali seminggu Nathan mengantarnya pulang, pandangan terpesona Nathan padanya, dan terkadang Nathan membawakannya makan siang ke kelasnya langsung. Nikki tak mau begitu saja terlena dengan perilaku baik Nathan. Terkadang maksud pria bisa saja tersembunyi. Mungkin memang baik di awal, tapi terkadang, sifat baik itu tak semerta merta bahwa Nathan suka padanya.
Nikki kapok, dirinya tak mau 'baper' bahasa anak zaman sekarang yang artinya terbawa perasaannya. Dirinya sudah kapok, dahulu kala Nikki melakukan hal seperti itu, ujung-ujungnya, air mata adalah teman satu-satunya Nikki ketika dirinya ditinggal oleh seorang pria yang sedang dekat dengannya, bahkan yang sudah menjalani hubungan dengannya.
"Lalu, kalau kau biasa saja, bagaimana dengan perasaan Nathan?"
"Sekarang aku ingin tanya padamu. Darimana kau tahu perasaan Nathan? Kau memang tahu perasaan dan perilaku baik Nathan padaku adalah pelampiasan rasa sukanya padaku."
"Hmm, aku tidak bilang begitu. Mungkin saja itu benar, mungkin saja salah."
"Aku harap itu salah. Aku hanya menganggap biasa saja perilaku Nathan."
"Ohh, baiklah kalau begitu." Pembicaraan tentang Nathan berhenti.
Pesanan makanan ronde kedua mereka datang. Satu paket hamburger dengan tambahan minuman soda dan kentang goreng dengan ukuran sedang.
"Saatnya makan!" ujar Nikki bersemangat. Dia melahap dengan cepat makanan tersebut, membuat Gian tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku temannya itu.

"Apa adanya. Itulah yang aku suka darimu." ujar Gian lagi dalam hati. Dia belum bisa mengungkapkan hal itu secara langsung pada Nikki.
"Apa iya aku punya perasaan padamu?" ujarnya lagi, masih di dalam hatinya.
Dengan pernyataan Nikki yang menganggap bahwa perilaku Nathan yang baik terhadapnya, membuat Gian masih menaruh harapan bahwa Nikki mungkin bukanlah tipe perempuan yang suka dibuat terpesona pada awalnya. Jadi, mungkin dengan pertemanan Gian dan Nikki, Nikki bisa mempunyai perasaan yang sama dengan yang Gian rasakan saat ini. Perasaan suka.
"Jika Nathan menembakmu untuk menjadi pacarnya, kau akan menerimanya?" tanya Gian tiba-tiba.
"Kenapa kita membicarakan dia lagi?" ujar Nikki sambil meminum soda yang ada digelas berukuran sedang khas restoran cepat saji tersebut.
"Aku hanya bertanya. Tak usah malu, aku kan temanmu."
"Iya aku tahu. Jawabannya...... Aku tidak tahu dan aku tak mau memikirkannya."
"Oh. Baiklah kalau begitu." Gian bernafas lega. Dia ternyata masih punya harapan pada perasaan Nikki.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...