Nikki termangu melihat sekelilingnya. Ramai oleh berbagai macam sifat dan kepribadian orang-orang. Ramai dengan banyak orang yang ingin mengisi perutnya untuk memenuhi hasrat laparnya akibat jam makan siang yang sudah terlambat. Jam menunjukkan pukul dua siang ketika Nikki melihat jam tangannya yang ia pakai di pergelangan tangan kirinya.
"Aku tak menganggap apa-apa sifat aneh Nathan." jawabnya setelah dirinya termangu dengan pertanyaan Gian barusan. "Lagi pula, yang Nathan lakukan untukku adalah bukan sifat aneh. Itu hal biasa, Gian."
Ujar Nikki.
Nikki menganggap biasa semua sifat atau perilaku yang dilakukan Nathan dengannya. Mulai dari sekali seminggu Nathan mengantarnya pulang, pandangan terpesona Nathan padanya, dan terkadang Nathan membawakannya makan siang ke kelasnya langsung. Nikki tak mau begitu saja terlena dengan perilaku baik Nathan. Terkadang maksud pria bisa saja tersembunyi. Mungkin memang baik di awal, tapi terkadang, sifat baik itu tak semerta merta bahwa Nathan suka padanya.
Nikki kapok, dirinya tak mau 'baper' bahasa anak zaman sekarang yang artinya terbawa perasaannya. Dirinya sudah kapok, dahulu kala Nikki melakukan hal seperti itu, ujung-ujungnya, air mata adalah teman satu-satunya Nikki ketika dirinya ditinggal oleh seorang pria yang sedang dekat dengannya, bahkan yang sudah menjalani hubungan dengannya.
"Lalu, kalau kau biasa saja, bagaimana dengan perasaan Nathan?"
"Sekarang aku ingin tanya padamu. Darimana kau tahu perasaan Nathan? Kau memang tahu perasaan dan perilaku baik Nathan padaku adalah pelampiasan rasa sukanya padaku."
"Hmm, aku tidak bilang begitu. Mungkin saja itu benar, mungkin saja salah."
"Aku harap itu salah. Aku hanya menganggap biasa saja perilaku Nathan."
"Ohh, baiklah kalau begitu." Pembicaraan tentang Nathan berhenti.
Pesanan makanan ronde kedua mereka datang. Satu paket hamburger dengan tambahan minuman soda dan kentang goreng dengan ukuran sedang.
"Saatnya makan!" ujar Nikki bersemangat. Dia melahap dengan cepat makanan tersebut, membuat Gian tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku temannya itu.
"Apa adanya. Itulah yang aku suka darimu." ujar Gian lagi dalam hati. Dia belum bisa mengungkapkan hal itu secara langsung pada Nikki.
"Apa iya aku punya perasaan padamu?" ujarnya lagi, masih di dalam hatinya.
Dengan pernyataan Nikki yang menganggap bahwa perilaku Nathan yang baik terhadapnya, membuat Gian masih menaruh harapan bahwa Nikki mungkin bukanlah tipe perempuan yang suka dibuat terpesona pada awalnya. Jadi, mungkin dengan pertemanan Gian dan Nikki, Nikki bisa mempunyai perasaan yang sama dengan yang Gian rasakan saat ini. Perasaan suka.
"Jika Nathan menembakmu untuk menjadi pacarnya, kau akan menerimanya?" tanya Gian tiba-tiba.
"Kenapa kita membicarakan dia lagi?" ujar Nikki sambil meminum soda yang ada digelas berukuran sedang khas restoran cepat saji tersebut.
"Aku hanya bertanya. Tak usah malu, aku kan temanmu."
"Iya aku tahu. Jawabannya...... Aku tidak tahu dan aku tak mau memikirkannya."
"Oh. Baiklah kalau begitu." Gian bernafas lega. Dia ternyata masih punya harapan pada perasaan Nikki.
"Aku tak menganggap apa-apa sifat aneh Nathan." jawabnya setelah dirinya termangu dengan pertanyaan Gian barusan. "Lagi pula, yang Nathan lakukan untukku adalah bukan sifat aneh. Itu hal biasa, Gian."
Ujar Nikki.
Nikki menganggap biasa semua sifat atau perilaku yang dilakukan Nathan dengannya. Mulai dari sekali seminggu Nathan mengantarnya pulang, pandangan terpesona Nathan padanya, dan terkadang Nathan membawakannya makan siang ke kelasnya langsung. Nikki tak mau begitu saja terlena dengan perilaku baik Nathan. Terkadang maksud pria bisa saja tersembunyi. Mungkin memang baik di awal, tapi terkadang, sifat baik itu tak semerta merta bahwa Nathan suka padanya.
Nikki kapok, dirinya tak mau 'baper' bahasa anak zaman sekarang yang artinya terbawa perasaannya. Dirinya sudah kapok, dahulu kala Nikki melakukan hal seperti itu, ujung-ujungnya, air mata adalah teman satu-satunya Nikki ketika dirinya ditinggal oleh seorang pria yang sedang dekat dengannya, bahkan yang sudah menjalani hubungan dengannya.
"Lalu, kalau kau biasa saja, bagaimana dengan perasaan Nathan?"
"Sekarang aku ingin tanya padamu. Darimana kau tahu perasaan Nathan? Kau memang tahu perasaan dan perilaku baik Nathan padaku adalah pelampiasan rasa sukanya padaku."
"Hmm, aku tidak bilang begitu. Mungkin saja itu benar, mungkin saja salah."
"Aku harap itu salah. Aku hanya menganggap biasa saja perilaku Nathan."
"Ohh, baiklah kalau begitu." Pembicaraan tentang Nathan berhenti.
Pesanan makanan ronde kedua mereka datang. Satu paket hamburger dengan tambahan minuman soda dan kentang goreng dengan ukuran sedang.
"Saatnya makan!" ujar Nikki bersemangat. Dia melahap dengan cepat makanan tersebut, membuat Gian tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku temannya itu.
"Apa adanya. Itulah yang aku suka darimu." ujar Gian lagi dalam hati. Dia belum bisa mengungkapkan hal itu secara langsung pada Nikki.
"Apa iya aku punya perasaan padamu?" ujarnya lagi, masih di dalam hatinya.
Dengan pernyataan Nikki yang menganggap bahwa perilaku Nathan yang baik terhadapnya, membuat Gian masih menaruh harapan bahwa Nikki mungkin bukanlah tipe perempuan yang suka dibuat terpesona pada awalnya. Jadi, mungkin dengan pertemanan Gian dan Nikki, Nikki bisa mempunyai perasaan yang sama dengan yang Gian rasakan saat ini. Perasaan suka.
"Jika Nathan menembakmu untuk menjadi pacarnya, kau akan menerimanya?" tanya Gian tiba-tiba.
"Kenapa kita membicarakan dia lagi?" ujar Nikki sambil meminum soda yang ada digelas berukuran sedang khas restoran cepat saji tersebut.
"Aku hanya bertanya. Tak usah malu, aku kan temanmu."
"Iya aku tahu. Jawabannya...... Aku tidak tahu dan aku tak mau memikirkannya."
"Oh. Baiklah kalau begitu." Gian bernafas lega. Dia ternyata masih punya harapan pada perasaan Nikki.
kejebak friendzone..hehehe :))
ReplyDeletebetul kak
ReplyDelete