Gian terduduk, dia termangu di balkon rumahnya di kawasan elit Jakarta Timur. Dia duduk dengan kaki bersila sambil menengadah ke atas langit malam. Malam itu langit dihiasi dua bintang yang sangat bercahaya dan bulan yang, sepertinya malu menampakkan kesempurnaan bulat purnamanya, sehingga meminta bantuan sang awan malam untuk menutupinya. Gian sedang memikirkan sesuatu.
"Apa iya, diriku suka padamu, Nikki?" ujarnya dalam hati. Dia pun menghela nafas.
Setelah dua tahun mengenal sosok Nikki yang periang, Gian pun sesekali bertanya-tanya, apakah wanita ini memiliki kekasih atau tidak? Terang saja, Nikki cantik dan terkadang terlihat manis di satu sisi. Nikki periang, Nikki selalu terlihat bahagia setiap hari Gian bertemu ataupun belajar bersama Nikki. Sekalipun mata kuliah yang ditemukan Nikki terlihat sulit, tapi Gian selalu bisa melihat Nikki riang untuk mengerjakannya. Hanya sesekali saja jikalau Nikki mendapat kesialan, pasti Nikki terlihat lemas, kesal, dan terkadang Gian bingung harus apa kepada Nikki. Pada saat itu, terkadang lebih baik Gian menjauh.
"Hey, jangan melamun! Kau sama sekali tidak tampan dengan wajah termenung seperti itu." ledek Nikki yang menyenggol tangan kiri Gian yang ada di atas meja. Mereka masih di tempat yang sama. Di restoran cepat saja yang menyajikan menu favorit hamburger dan ayam goreng beserta kentang goreng panjang khas makanan Barat.
"Tidak melamun. Aku sedang mengamati." jawab Gian yang lagi-lagi berbohong. Dia sejak tadi, memikirkan perasaannya terhadap Nikki yang semalam ia lamunkan dan ia ceritakan kepada sang rembulan.
"Daripada kau terus-menerus mengamati, lebih baik kau mengajak aku berbincang. Aku sudah menyelesaikan tugasku. Bagaimana denganmu?"
"Sudah. Dari semalam. Semalam aku tidur larut. Aku tak bisa tidur akibat dua gelas kopi yang aku minum sore harinya."
"Kopi hitam atau kopi susu?"
"Kopi hitam, asli dari Lampung. Ayah temanku membawakannya karena temanku tahu aku suka sekali kopi."
"Kau gila, Gian!"
"Gila?"
"Iya. Kau gila. Dua gelas kopi Lampung itu cukup kuat efeknya."
"Buktinya aku tidak apa-apa. Paling hanya tak bisa tidur sampai pukul empat pagi. Hahaha." Gian tertawa riang.
"Aku tak mengerti lagi." ujar Nikki lalu dirinya segera menikmati ice cream coklat yang dibelikan Gian tadi. Ice cream itu sudah mau meleleh secara keseluruhan.
"Oh iya, aku ingin bertanya." ujar Gian setelah hening sekitar dua menit.
"Tanya saja."
"Kau tidak merasa ada yang aneh dengan sikap Nathan?" tanya Gian yang membuat Nikki mengerutkan dahinya. Nikki bertanya-tanya kenapa Gian menanyakan hal yang, sama sekali sepertinya bukan hal penting untuk ditanyakan.
"Apa iya, diriku suka padamu, Nikki?" ujarnya dalam hati. Dia pun menghela nafas.
Setelah dua tahun mengenal sosok Nikki yang periang, Gian pun sesekali bertanya-tanya, apakah wanita ini memiliki kekasih atau tidak? Terang saja, Nikki cantik dan terkadang terlihat manis di satu sisi. Nikki periang, Nikki selalu terlihat bahagia setiap hari Gian bertemu ataupun belajar bersama Nikki. Sekalipun mata kuliah yang ditemukan Nikki terlihat sulit, tapi Gian selalu bisa melihat Nikki riang untuk mengerjakannya. Hanya sesekali saja jikalau Nikki mendapat kesialan, pasti Nikki terlihat lemas, kesal, dan terkadang Gian bingung harus apa kepada Nikki. Pada saat itu, terkadang lebih baik Gian menjauh.
"Hey, jangan melamun! Kau sama sekali tidak tampan dengan wajah termenung seperti itu." ledek Nikki yang menyenggol tangan kiri Gian yang ada di atas meja. Mereka masih di tempat yang sama. Di restoran cepat saja yang menyajikan menu favorit hamburger dan ayam goreng beserta kentang goreng panjang khas makanan Barat.
"Tidak melamun. Aku sedang mengamati." jawab Gian yang lagi-lagi berbohong. Dia sejak tadi, memikirkan perasaannya terhadap Nikki yang semalam ia lamunkan dan ia ceritakan kepada sang rembulan.
"Daripada kau terus-menerus mengamati, lebih baik kau mengajak aku berbincang. Aku sudah menyelesaikan tugasku. Bagaimana denganmu?"
"Sudah. Dari semalam. Semalam aku tidur larut. Aku tak bisa tidur akibat dua gelas kopi yang aku minum sore harinya."
"Kopi hitam atau kopi susu?"
"Kopi hitam, asli dari Lampung. Ayah temanku membawakannya karena temanku tahu aku suka sekali kopi."
"Kau gila, Gian!"
"Gila?"
"Iya. Kau gila. Dua gelas kopi Lampung itu cukup kuat efeknya."
"Buktinya aku tidak apa-apa. Paling hanya tak bisa tidur sampai pukul empat pagi. Hahaha." Gian tertawa riang.
"Aku tak mengerti lagi." ujar Nikki lalu dirinya segera menikmati ice cream coklat yang dibelikan Gian tadi. Ice cream itu sudah mau meleleh secara keseluruhan.
"Oh iya, aku ingin bertanya." ujar Gian setelah hening sekitar dua menit.
"Tanya saja."
"Kau tidak merasa ada yang aneh dengan sikap Nathan?" tanya Gian yang membuat Nikki mengerutkan dahinya. Nikki bertanya-tanya kenapa Gian menanyakan hal yang, sama sekali sepertinya bukan hal penting untuk ditanyakan.
Comments
Post a Comment