Skip to main content

Saturated

Seminggu setelah perbincangan panjang antara Gian dan Nikki di sebuah restoran cepat saji, Nikki mengalami perubahan yang tidak dimengerti Gian. Tak biasanya Nikki terlihat murung, bermalas-malasan, tidak suka menjawab atau aktif dalam menanggapi pertanyaan  dosen-dosennya dan juga sering sekali menutup wajahnya ketika lelah.

Sesekali Gian bertanya, "Nikki, ada apa dengan kau? Kau terlihat lelah."
Nikki tak menjawab dengan segera, dia hanya melihat Gian lalu tersenyum kecut dan kembali ke lamunannya.
Melihat hal ini, Gian merasa khawatir. Dia yakin pasti ada yang salah pada diri Nikki ataupun pikirannya.

Besoknya selepas jam pertama mata kuliah dikelasnya, Gian coba mendekati Nikki, supaya Nikki bisa bercerita dengannya.

"Nikki!" panggilnya cukup keras.
"hmmm," jawab Nikki dengan nada malas.
"Apa yang terjadi denganmu? Aku tak melihat Nikki seperti biasanya akhir-akhir ini.
"Aku tidak apa-apa." jawab Nikki santai.
Ketika Gian sedang berusaha untuk mendapat cerita lengkap dari Nikki, seseorang masuk ke dalam kelas mereka.
"Nathan." ujar Gian dalam hatinya. Pundaknya langsung lemas, karena Gian tahu, pasti Nathan ingin mengajak Nikki berkencan untuk kesekian kalinya. Kesekian kalinya juga, Gian yakin pasti Nikki menolaknya.

Nikki terbangun dari duduknya tanpa berujar, menarik tangan Gian, Gian terbangun secepatnya, dan mereka berdua pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun untuk Nathan. Nathan terdiam dan hanya memandangi tempat bekal berwarna biru, warna kesukaan Nikki, untuk diberikan kepada Nikki. Kali ini kebaikannya ditolak mentah-mentah oleh perempuan yang disukainya itu.


Nikki dan Gian telah sampai di taman kampusnya, mencari tempat duduk yang biasa mereka gunakan bersama.
"Bukannya aku tak mau cerita padamu. Tapi, untuk cerita saja aku malas." ujar Nikki seketika.
"Maksud kau?"
"Saturated."
"Kenapa memang? Itu yang membuatmu berubah seperti ini?" tanya Gian dengan wajah penuh kekhawatiran. Perempuan ini ternyata bisa murung juga karena kejenuhan yang menjalar di dalam tubuhnya saat ini.
"Entah. Sejak seminggu yang lalu, setibanya aku dirumah, aku mendapat pesan yang mengecewakan dari temanku. Tidak perlu tahu isi pesannya, yang jelas sangat membuatku kecewa." Nikki memulai pembicaraannya dengan wajah murung.
Dia lalu membetulkan letak tasnya, yang tadinya masih menggantung di punggungnya, lalu dia melepaskannya dan menaruh di samping kanannya.
"Lalu, dua hari kemudian setelah mendapat pesan itu, tiba-tiba aku berpikir, aku seperti tak punya tujuan hidup. Aku menjadi malas menulis, menjadi malas membaca buku tentang keterampilan jurnalistik, aku malas sekali untuk pergi ke toko kue tanteku, bekerja part time disana, dan hal-hal lainnya. Bahkan aku juga merasa jenuh menjalani kuliah ini. Aku merasa takut jurusan ini tak cocok denganku." jelas Nikki lalu dia merasa lemah pikirannya, menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan dia tak bisa menangis sama sekali.
"Aku pun sulit untuk menangis."
Gian menghela nafas panjang. "Lalu sekarang maumu apa?"
Nikki menggeleng tak bisa menjawab.
"Bangkitlah Nikki, jangan sampai waktu yang kau punya habis sia-sia. Waktu tak dapat diputar kembali. Kecuali kau punya Doraemon. Jadi, aku memang tak bisa memaksamu untuk menjalani rutinitasmu kembali,tapi aku hanya bisa berdoa untukmu. Kau mungkin hanya perlu kesibukan lain, selain yang kau sebutkan tadi. Yang jelas, jangan sampai menghilangkan impianmu dari kepalamu itu, nanti kau akan menyesal."
Nasihat Gian yang cukup panjang hanya dianggukan saja oleh Nikki.

Ketika mereka sedang asyik, tiba-tiba ponsel Gian berbunyi lagi.
"Halo??" Gian mengangkat segera teleponnya.
"Gian, ini Shely. Aku ingin sekali bertemu kau!" ujar perempuan bernama shely. Gian menghela nafas panjang dan sesekali melihat raut wajah Nikki yang penasaran. Gian hanya tersenyum membalasnya.

Tempo hari, dia menerima telepon pertama shely di restoran cepat saji kala itu, Gian langsung mematikannya. Tak enak dengan Nikki. Tapi, kali ini ada nada memohon dari Shely, Gian merasa tak enak.

Shely hanyalah masa lalunya, yang dulu pernah mengecewakannya.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...