Nikki, seorang pemudi berusia 20 tahun yang berharap menjadi perempuan
biasa yang menjalani kehidupan biasa-biasa saja, tetapi tak bisa.
Kenapa? Mari simak kisahnya.
Nikki menghela nafas, ia bingung kenapa dia harus melewati hari senin ini dengan penuh caci maki.
Memang, caci makinya bukan ditujukan kepadanya, tapi melihat dan mengamati hal itu, membuat Nikki sedikit frustasi. Ia sedang menyendiri di suatu restoran cepat saji bukan untuk melihat atau mendengar kebisingan, tapi untuk mencari ketenangan. Nikki heran sekali, kenapa dunia ini penuh caci maki.
"Apa tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah, selain dengan cara caci maki? Tak ada yang lebih baik lagi memang? Memangnya juga cara caci maki itu baik?" Gumamnya dalam hati.
Dia pun meneruskan pekerjaannya untuk mengerjakan deadline tugasnya yang diberikan oleh dosen mata kuliah favoritnya, Composition, salah satu mata kuliah yang dikhususkan bagi para mahasiswa jurusan Bahasa Inggris untuk menulis berbagai macam tulisan dalam Bahasa Inggris.
Nikki baru menyelesaikan paragraf kedua ketika seseorang menganggetkannya dan membuatnya naik darah.
"Nikkki!!!!" ujar seseorang dibelakangnya. Nikki tersentak, kakinya menghentakkan lapisan bawah meja yang ditempatinya. Dia langsung menghela nafas panjang dan mengelus dadanya pelan.
"Apa-apaan ini!!" ujar Nikki kesal. Nafasnya terengah-engah, menunjukkan bahwa dirinya benar-benar marah.
"Tak usah pakai marah, berapa ya?" lelaki yang menganggetkannya pun duduk persis didepan dirinya di sisi lain kursi meja yang Nikki tempati.
"Lima ratus ribu dollar! Jangan suka menganggetkan orang yang seharian ini hanya melihat orang-orang yang marah-marah saja. Kebawa." jelas Nikki yang meneruskan tulisannya ke paragraf ketiga.
"Gian minta maaf, Nikki."
"Maaf tidak diterima kalau tak ada ice cream saus coklat di samping kiri laptopku." ujar Nikki yang masih tak menggubris pembicaraan teman sebangkunya di kampus itu.
"Yaudah tunggu ya!" Gian terkekeh dan langsung bergegas ke kasir untuk memesan pesanan Nikki. Nikki yang ditinggal Gian juga terkikih.
Nikki yang meneruskan tugasnya, yang kali ini sudah mendapat lima paragraf yang menjadi tugasnya dalam membuat esay, masih harus menyelesaikan lima paragraf lagi. Dia tiba-tiba berpikir.
"Enak sekali berteman dengan Gian, dia sangat menerimaku sebagai teman apa adanya." Nikki kembali terkekeh.
Nikki menghela nafas, ia bingung kenapa dia harus melewati hari senin ini dengan penuh caci maki.
Memang, caci makinya bukan ditujukan kepadanya, tapi melihat dan mengamati hal itu, membuat Nikki sedikit frustasi. Ia sedang menyendiri di suatu restoran cepat saji bukan untuk melihat atau mendengar kebisingan, tapi untuk mencari ketenangan. Nikki heran sekali, kenapa dunia ini penuh caci maki.
"Apa tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah, selain dengan cara caci maki? Tak ada yang lebih baik lagi memang? Memangnya juga cara caci maki itu baik?" Gumamnya dalam hati.
Dia pun meneruskan pekerjaannya untuk mengerjakan deadline tugasnya yang diberikan oleh dosen mata kuliah favoritnya, Composition, salah satu mata kuliah yang dikhususkan bagi para mahasiswa jurusan Bahasa Inggris untuk menulis berbagai macam tulisan dalam Bahasa Inggris.
Nikki baru menyelesaikan paragraf kedua ketika seseorang menganggetkannya dan membuatnya naik darah.
"Nikkki!!!!" ujar seseorang dibelakangnya. Nikki tersentak, kakinya menghentakkan lapisan bawah meja yang ditempatinya. Dia langsung menghela nafas panjang dan mengelus dadanya pelan.
"Apa-apaan ini!!" ujar Nikki kesal. Nafasnya terengah-engah, menunjukkan bahwa dirinya benar-benar marah.
"Tak usah pakai marah, berapa ya?" lelaki yang menganggetkannya pun duduk persis didepan dirinya di sisi lain kursi meja yang Nikki tempati.
"Lima ratus ribu dollar! Jangan suka menganggetkan orang yang seharian ini hanya melihat orang-orang yang marah-marah saja. Kebawa." jelas Nikki yang meneruskan tulisannya ke paragraf ketiga.
"Gian minta maaf, Nikki."
"Maaf tidak diterima kalau tak ada ice cream saus coklat di samping kiri laptopku." ujar Nikki yang masih tak menggubris pembicaraan teman sebangkunya di kampus itu.
"Yaudah tunggu ya!" Gian terkekeh dan langsung bergegas ke kasir untuk memesan pesanan Nikki. Nikki yang ditinggal Gian juga terkikih.
Nikki yang meneruskan tugasnya, yang kali ini sudah mendapat lima paragraf yang menjadi tugasnya dalam membuat esay, masih harus menyelesaikan lima paragraf lagi. Dia tiba-tiba berpikir.
"Enak sekali berteman dengan Gian, dia sangat menerimaku sebagai teman apa adanya." Nikki kembali terkekeh.
Comments
Post a Comment