Jadi ketika aku tersadar dari tidurku yang cukup singkat. Hanya dua jam, tapi merasakan mimpi yang waktu tayangnya lebih dari dua jam. Aku memimpikan Rendra. Lelaki yang sedang diusahakan oleh temanku agar bisa dekat denganku. Tak pernah mengharapkan memimpikannya, tapi aku ingat bahwa aku semalam sempat sesaat menatap lekat-lekat namanya di dalam kontak ponsel pintarku. Ya, aku hanya menyimpan kontaknya, tak berani untuk menyapa terlebih dahulu.
"Coba saja kau kirim pesan padanya." ujar temanku santai. Dila, coba memberi saran yang membuatku harus memutar dua bola mataku. Sarannya tak pernah berubah, sudah tahu aku ingin melupakan cara lamaku menyapa terlebih dahulu orang yang aku suka.
"Tidak mau!" ujarku keras.
"Sarah, dengar! Percayalah padaku." Ya, aku harus percaya saja, tak mau mencoba.
Berbicara tentang hal itu, aku mempunyai trauma tersendiri. Tidak mau lagi mengirim pesan terlebih dahulu kepada lelaki yang kusuka, alasannya sederhana, lelaki itu pasti akan menjauh. Hah! ujarku menghela nafas panjang.
Aku mencoba memperjelas pandanganku. Baru saja terbangun dengan otak di sebelah kananku yang berat, entahlah migrainku datang lagi mungkin. Aku pun mengingat apa yang telah aku impikan ditidurku yang hanya kudapatkan selama dua jam itu. Memimpikan Rendra yang datang kerumahku. Hatiku gembira bukan kepalang, dia datang dengan senyum terindahnya.
"Iya, ada apa Rendra?" sapaku padanya. Dia pun masuk ke dalam rumahku dan langsung berbincang padaku dengan tidak sabar.
"Aku mau berbicara denganmu. Kau kenal Indah?" tanyanya padaku. Aku mengerutkan dahi. Hatiku berbicara bahwa aku tahu kemana jalan pembicaraan ini.
"Iiii yyaaaa, aku mengenalnya. Salah satu anak jurusan Komunikasi." Dia tersenyum lebar setelah mendengar pernyataanku.
"Bagus! Hmm, aku, aku..."
"Kau kenapa? Sepertinya sulit sekali bercerita padaku. Sudah cerita saja, seperti baru kenal diriku saja!" ujarku tak sabar mendengar kelanjutan ceritanya.
"Aku suka padanya. Aku malu mendekatinya. Aku tahu kau dekat padanya, jadi aku ingin meminta tolong untuk bisa dekat dengannya." ujarnya santai namun gugup. Tapi, perempuan yang berada di depannya sangat terpuruk. Aku, Sarah, suka padamu Rendra, tapi kenapa kau tak menyadarinya. Kemudian aku terbangun dari mimpiku dan memohon pada Tuhan, bahwa mungkin memang Rendra bukan yang aku butuhkan, aku hanya menginginkannya. Sekali lagi, aku harus menunggu seseorang yang memang aku butuhkan yang diberikan Tuhan agar membuat diriku bahagia. Aamiin...
"Coba saja kau kirim pesan padanya." ujar temanku santai. Dila, coba memberi saran yang membuatku harus memutar dua bola mataku. Sarannya tak pernah berubah, sudah tahu aku ingin melupakan cara lamaku menyapa terlebih dahulu orang yang aku suka.
"Tidak mau!" ujarku keras.
"Sarah, dengar! Percayalah padaku." Ya, aku harus percaya saja, tak mau mencoba.
Berbicara tentang hal itu, aku mempunyai trauma tersendiri. Tidak mau lagi mengirim pesan terlebih dahulu kepada lelaki yang kusuka, alasannya sederhana, lelaki itu pasti akan menjauh. Hah! ujarku menghela nafas panjang.
Aku mencoba memperjelas pandanganku. Baru saja terbangun dengan otak di sebelah kananku yang berat, entahlah migrainku datang lagi mungkin. Aku pun mengingat apa yang telah aku impikan ditidurku yang hanya kudapatkan selama dua jam itu. Memimpikan Rendra yang datang kerumahku. Hatiku gembira bukan kepalang, dia datang dengan senyum terindahnya.
"Iya, ada apa Rendra?" sapaku padanya. Dia pun masuk ke dalam rumahku dan langsung berbincang padaku dengan tidak sabar.
"Aku mau berbicara denganmu. Kau kenal Indah?" tanyanya padaku. Aku mengerutkan dahi. Hatiku berbicara bahwa aku tahu kemana jalan pembicaraan ini.
"Iiii yyaaaa, aku mengenalnya. Salah satu anak jurusan Komunikasi." Dia tersenyum lebar setelah mendengar pernyataanku.
"Bagus! Hmm, aku, aku..."
"Kau kenapa? Sepertinya sulit sekali bercerita padaku. Sudah cerita saja, seperti baru kenal diriku saja!" ujarku tak sabar mendengar kelanjutan ceritanya.
"Aku suka padanya. Aku malu mendekatinya. Aku tahu kau dekat padanya, jadi aku ingin meminta tolong untuk bisa dekat dengannya." ujarnya santai namun gugup. Tapi, perempuan yang berada di depannya sangat terpuruk. Aku, Sarah, suka padamu Rendra, tapi kenapa kau tak menyadarinya. Kemudian aku terbangun dari mimpiku dan memohon pada Tuhan, bahwa mungkin memang Rendra bukan yang aku butuhkan, aku hanya menginginkannya. Sekali lagi, aku harus menunggu seseorang yang memang aku butuhkan yang diberikan Tuhan agar membuat diriku bahagia. Aamiin...
Comments
Post a Comment