Namanya Ben, itu yang Talia tahu. Ben merupakan seorang lelaki yang sangat amat dikenal di kalangan anak-anak yang mengambil pendidikan di Sekolah Tinggi Budi Pekerti. Yang membuat Talia bingung dengan Ben adalah, dia akan berubah drastis ketika Ben berada di dekat teman-teman Talia dan dirinya.
Ben akan bersikap tenang, hanya memainkan ponselnya, dan memandang lurus sesekali, entah memandang apa. Talia mengerutkan dahinya jika semua itu terjadi. Talia bertanya-tanya pada dirinya, Ben yang kata anak-anak satu kampusnya adalah orang yang periang, sangat mahir bernyanyi dan bermain alat musik tertentu, terutama gitar, tapi bilang di sekitar Talia, hanya hening yang dirasakannya. "Kenapa diam saja dia?" tanya Talia dalam hati. Akhirnya Talia memberanikan diri bercanda ataupun berbincang dengan Ben.
Ben yang suka menyanyi dan bermain alat musik, pastilah tahu perkembangan musik dari dulu hingga sekarang. Maka, karena Talia juga sedikit banyak tahu tentang musik, akhirnya Talia membuka pembicaraan.
"Wah, Directioners ya?" ujar Talia sambil tersenyum. Akhirnya Ben memandangnya.
"Hah?" tanya Ben lagi. Talia tahu Ben pasti tak fokus karena dia sangat serius tadi membaca sebuah artikel sambil bernyanyi lagu One Direction, Night Changes. Ben menggeleng. "Gue cuma suka lagunya aja." Ben balik tersenyum. Talia hanya mengangguk keras.
Hening, kembali menyeruak diantara mereka berdua yang saat itu, teman-teman mereka sedang izin untuk pergi.
"Acara pensi fakultas kamu kapan mulainya?"
"Sabtu ini." ujar Ben singkat yang sambil berfokus pada ponselnya. Talia memutar bola matanya. Akhirnya Talia pun pergi meninggalkan Ben.
***
"Talia!!!" teriak seseorang yang berada di belakangnya. Ternyata yang memanggil adalah teman satu kelasnya, teman yang sangat dekat dengan Talia, Dinda dan Andin. Mereka berlari kearah Talia dan memeluknya dari belakang.
"Kalian kemana aja?"
"Kita yang nyariin elo."
"Hahaha."
"Kita mau kasih tahu sesuatu."
"Apa?" Talia menghentikan langkahnya. Dinda dan Andin pun ikut berhenti.
"Kita cari tempat untuk cerita. Oh, gimana kalau koridor depan kelas kita yang mau mulai satu jam lagi?" Dinda memberi idenya. Mereka bertiga mengangguk bersama dan berjalan menuju koridor yang dimaksud.
"Jadi, Ben itu ternyata memang suka kamu."
"Ngawur!" Talia berujar sambil mendorong pelan pundak Andin.
"Yaudah kalau enggak percaya."
"Kalian bikin gosip aja, sih." Talia pun mengeluarkan ponselnya. Ia memeriksa ponselnya. Ada dua pesan dari nomor yang sama yang menanyakan tentang kebenaran nomor Talia.
'Selamat pagi, ini benar nomor telepon Talia Aprilia?' ujar pesan tersebut. Membuat keheningan menyeruak diantara mereka bertiga. Talia mengerutkan dahinya.
"Siapa?" tanya Dinda menghapuskan keheningan yang ada.
"Enggak tahu..." ujar Talia bingung.
"Balas saja, 'ini siapa'" ujar Dinda memberi ide lagi. Talia mengangguk, sebenarnya Talia malas untuk membalas, karena dia tak biasa meladeni nomor yang tak dikenalnya. Tombol send sudah ditekan Talia.
"Enggak mungkin Ben suka sama aku. Dia itu selalu dingin sama aku kalau kita lagi duduk bersama, sama teman-teman kita dari fakultas lain dari ekskul musik."
"Kamu enggak peka."
"Maksudnya?" Talia tak terima tuduhan Dinda.
"Dia mencintaimu dalam diam." kata - kata Dinda membuat Talia diam dan menahan napasnya. Apa iya? Pikir Talia. Kemudian bunyi ponsel Talia menghentaknya untuk tersadar dari pernyataan yang di keluarkan Dinda. Talia pun langsung membuka pesan tersebut yang datang dari nomor yang baru dibalasnya tadi.
'ini Ben'
Ben akan bersikap tenang, hanya memainkan ponselnya, dan memandang lurus sesekali, entah memandang apa. Talia mengerutkan dahinya jika semua itu terjadi. Talia bertanya-tanya pada dirinya, Ben yang kata anak-anak satu kampusnya adalah orang yang periang, sangat mahir bernyanyi dan bermain alat musik tertentu, terutama gitar, tapi bilang di sekitar Talia, hanya hening yang dirasakannya. "Kenapa diam saja dia?" tanya Talia dalam hati. Akhirnya Talia memberanikan diri bercanda ataupun berbincang dengan Ben.
Ben yang suka menyanyi dan bermain alat musik, pastilah tahu perkembangan musik dari dulu hingga sekarang. Maka, karena Talia juga sedikit banyak tahu tentang musik, akhirnya Talia membuka pembicaraan.
"Wah, Directioners ya?" ujar Talia sambil tersenyum. Akhirnya Ben memandangnya.
"Hah?" tanya Ben lagi. Talia tahu Ben pasti tak fokus karena dia sangat serius tadi membaca sebuah artikel sambil bernyanyi lagu One Direction, Night Changes. Ben menggeleng. "Gue cuma suka lagunya aja." Ben balik tersenyum. Talia hanya mengangguk keras.
Hening, kembali menyeruak diantara mereka berdua yang saat itu, teman-teman mereka sedang izin untuk pergi.
"Acara pensi fakultas kamu kapan mulainya?"
"Sabtu ini." ujar Ben singkat yang sambil berfokus pada ponselnya. Talia memutar bola matanya. Akhirnya Talia pun pergi meninggalkan Ben.
***
"Talia!!!" teriak seseorang yang berada di belakangnya. Ternyata yang memanggil adalah teman satu kelasnya, teman yang sangat dekat dengan Talia, Dinda dan Andin. Mereka berlari kearah Talia dan memeluknya dari belakang.
"Kalian kemana aja?"
"Kita yang nyariin elo."
"Hahaha."
"Kita mau kasih tahu sesuatu."
"Apa?" Talia menghentikan langkahnya. Dinda dan Andin pun ikut berhenti.
"Kita cari tempat untuk cerita. Oh, gimana kalau koridor depan kelas kita yang mau mulai satu jam lagi?" Dinda memberi idenya. Mereka bertiga mengangguk bersama dan berjalan menuju koridor yang dimaksud.
"Jadi, Ben itu ternyata memang suka kamu."
"Ngawur!" Talia berujar sambil mendorong pelan pundak Andin.
"Yaudah kalau enggak percaya."
"Kalian bikin gosip aja, sih." Talia pun mengeluarkan ponselnya. Ia memeriksa ponselnya. Ada dua pesan dari nomor yang sama yang menanyakan tentang kebenaran nomor Talia.
'Selamat pagi, ini benar nomor telepon Talia Aprilia?' ujar pesan tersebut. Membuat keheningan menyeruak diantara mereka bertiga. Talia mengerutkan dahinya.
"Siapa?" tanya Dinda menghapuskan keheningan yang ada.
"Enggak tahu..." ujar Talia bingung.
"Balas saja, 'ini siapa'" ujar Dinda memberi ide lagi. Talia mengangguk, sebenarnya Talia malas untuk membalas, karena dia tak biasa meladeni nomor yang tak dikenalnya. Tombol send sudah ditekan Talia.
"Enggak mungkin Ben suka sama aku. Dia itu selalu dingin sama aku kalau kita lagi duduk bersama, sama teman-teman kita dari fakultas lain dari ekskul musik."
"Kamu enggak peka."
"Maksudnya?" Talia tak terima tuduhan Dinda.
"Dia mencintaimu dalam diam." kata - kata Dinda membuat Talia diam dan menahan napasnya. Apa iya? Pikir Talia. Kemudian bunyi ponsel Talia menghentaknya untuk tersadar dari pernyataan yang di keluarkan Dinda. Talia pun langsung membuka pesan tersebut yang datang dari nomor yang baru dibalasnya tadi.
'ini Ben'
Comments
Post a Comment