Inspired by The Man Who Can’t Be Moved, the song from The
Script
Hari itu aku pikir aku terlambat. Aku berjalan cepat seperti
atlet jalan cepat yang ada di Televisi yang kemarin ku tonton. Sudah aku tidak
memikirkan hal itu sama sekali, yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya
cepat sampai ke sekolah, biarpun itu terlambat atau tidak. Aku menaiki angkutan
berwarna merah dari rumahku. Setelah setengah jam berjalan, sampailah aku di
perempatan besar yang penuh dengan aktifitas warga dan angkutan dari mulai
kecil sampai besar. Aku menaiki sebuah bus mini menuju sekolahku. Sekolahku
cukup jauh, oh tidak, mungkin sangat jauh dari rumahku, tapi aku memilih
sekolah ini karena sekolah ini aksesnya cukup mudah dan berada di jalan besar.
Aku menaiki angkutan bus mini itu dan duduk di kursi paling
belakang bus itu. Bus dan seluruh angkutan lain sedang menunggu lampu merah
yang ada di depan mereka berubah warna menjadi hijau yang berarti mereka
diperbolehkan jalan. Hatiku was – was, aku takut telat. Ku lihat jam, sesekali
ku lihat jalanan dan lampu merah itu. Kenapa lama sekali berubah menjadi warna
hijau ? Pikirku. Sambil menunggu aku melihat jalanan di luar yang memang
terlihat dari bangku yang aku duduki. Suasanan hari itu panas, padat, dan
ramai. Lengkap. Yap. Itulah Jakarta. Seketika ada seorang anak lelaki naik bus
itu. Siapa dia ? Pikirku. Dia langsung menaiki bus itu tanpa melihat ke depan.
Aku bukannya mau geer, tapi matanya itu malah melihat diriku. Ahh, paling Cuma
lewat saja ingin penasaran siapa wanita cantik yang sedang duduk disitu.
Hahaha. Tawaku dalam hati.
Dia duduk hampir di sebelahku, kami hanya di pisahkan oleh
seseorang yang duduk di antara kami. Tapi, Hey, mata tadi sengaja atau tidak
ya. Tapi kenapa mata itu begitu indah bagiku. Aku, Dwita mengaku terkagum pada
tatapan matanya tadi yang kuanggap biasa saja di awal. Dari penampilannya sih,
dia adalah siswa dari sekolah yang aku tempati juga. Tapi, penampilannya
sederhana sekali. Sesekali aku menengoknya menilai penampilannya. Satu kata,
dia charming. Tapi aku rasa dia bukanlah murid yang terkenal di sekolah,
buktinya di tes kenaikan kelas ini aku baru melihatnya. Ahh, sudahlah, aku
ingin focus pada tes ku.
Sampailah aku di sekolahku. Dia turun juga pastinya. Dia
langsung berjalan cepat tanpa menengokku sama sekali. Ku pikir dia memang
terlambat juga. Aku pun ikut berlari. Untunglah setelah sampai di kelasku, tes
belum dimulai. Aku lega dan aku pun menjalaninya dengan lancar.
“Aduh kok panas banget ya…” ujarku sambil mengibaskan
tanganku yang menggantikan kipas yang aku tidak punyai, tapi aku sadar ini
tidak bekerja seratus persen, aku masih berkeringat. Lagi – lagi harus menunggu
lampu merah yang lama di kawasan ini. “Ngikk..” bunyi tangga bus itu sedang
dinaikkan, aku langsung menengok kea rah pintu bus itu, tak tahu kenapa 3 hari
ini aku duduk di tempat yang sama. “Hah..” aku menahan nafas karena melihat dua
bola mata indah yang sama. Dia hanya tersenyum kecil melihatku lagi. Aku tak
tahu apa yang dia pikirkan. He’s so special for me. I never forget that eyes.
Senyumku dalam hati.
“Gue pengen tahu banget itu orang siapa namanya. Dia lucu
banget mukanya, bule – bule gitu.” Ujarku sambil tertawa malu kepada temanku.
“Kayaknya gue pernah lihat dia deh, tapi dia itu jarang keluar dari kelasnya,
makanya liatnya sesekali doang gue.” Ujar temanku menanggapi. “Aduh, pengen
banget tahu namanya…” ujarku sambil tersipu malu. “Ciyee.. ada yang lagi jatuh
cinta nih.. Kayaknya gue pernah denger deh, kalo gak salah namanya Deni.” Ujar
temanku yang lain. “Deni, hmm, okay..” ujarku padanya.
Seiring berjalannya waktu, rasa sukaku padanya semakin
membesar. Setiap sekolah, aku merasa aku harus melihatnya setiap hari. Rasa
sukaku makin makin membesar. “Dwita.. Lihat tuh siapa…” ujar teman yang sedang
duduk disampingku. “Hah…” Deni lewat tepat disampingku. Dadaku berguncang
kencang. “Tuhan, perasaan ini.” Ujarku dalam hati. Aku pun meloncat kegirangan
ketika dia sudah melewati. Kesemsem, sampai – sampai mukaku merah dan temanku
semakin meledekku.
“Gue harus move on..” ucapan itu terlontar setelah setahun
berlalu dan tidak ada kejelasan dari dirinya dan aku sangat malu untuk mengaku
aku suka padanya. “Kenapa ? Jangan dong, perjuangin..” ujar temanku mendukung.
“Gak bisa, gue terlalu malu, dan gue denger dari anak jurusan sebelah kalo dia
emang gak mau pacaran dulu. Tapi, gue rasa dia punya yang lain.” Ujarku sambil
menunduk. Teman – temanku saling berpandangan. “Udahlah, focus sama UN aja, gak
usah mikirin cowok dulu.” Nasihat temanku. “Gak bisa, pasti akan kepikiran dia
terus.” Ujarku dalam hati tak menanggapi pembicaraan temanku lagi. Aku hanya
menunduk.
“Graduation time..” Ujarku dalam hati. Aku pergi ke salon
pagi – pagi dan berdandan ala kadarnya. Jujur sebenarnya di hari kelulusan ini
aku ingin berdandan special, tapi sepertinya tidak mungkin jadi aku menurut
orang salonnya saja.
Datanglah aku hari itu. Semua terlihat special, tapi tidak
pada hatiku. Toh, kenyataannya aku akan meninggalkan gedung sekolah dan semua
yang asyik – asyik hari itu. Terutama tambatan hati yang secepatnya harus aku
lupakan. Deni. Ya, hari itu dia terlihat sederhana tapi special dimataku. Deni,
kita akan segera berpisah. Tapi perasaanku padamu belum bisa aku hilangkan.
Aku selalu teringat – ingat mata indah itu yang menusuk
hatiku. Aku selalu mengingat ingat hari dimana aku bertemu kau. Hari dimana kau
membuyarkan semua bahan tes yang telah aku pelajari semalaman. Hari dimana aku
selalu menyanyikan lagu “The Man Who Can’t Be Moved” setiap harinya. Kau yang
selalu masuk di dalam mimpiku. Aku selalu mencarimu. Selalu berpikir pria
tinggi kurus dan berhidung mancung juga rambut berwarna hitam itu kau. Kau yang
membuyarkan hidupku dengan mata indahmu.
Aku duduk di hari yang panas itu di bangku saat pertama kali
aku melihatmu. Hari itu sangat panas. Flashback di hari yang sangat panas itu,
di hari kamis, memakai baju batik sekolah kita yang sama, panas itu seakan
seperti sebongkah es yang mendinginkanku. Sekarang aku menaiki bus mini ini
yang sesekali aku berharap bahwa kau akan menaiki bus yang sama, dan aku tak
akan pernah melepaskan kesempatan untuk menyapamu terlebih dahulu karena
penyesalan yang mendalam adalah aku terlalu malu untuk mengenal dirimu. Aku
disini masih menunggumu.
Comments
Post a Comment