Skip to main content

NOTHING



Inspired by Nothing the song from The Script

 Di bawah indahnya kolong langit sore itu. Daerah Denver agak sedikit dingin karena angin musim dingin. Bulan Oktober ini memang pas sekali kalau membeli kopi hangat di salah satu warung yang dekat sekali dengan taman Civic Center. Sabrina menghampiri tempat pemesanan sekaligus tempat pembayaran kopi capuccino hangat yang akan dia beli. Dia memutuskan untuk membeli dua kopi karena temannya “Brent” sapaan hangat untuk temannya yang baru ia temui dua tahun lalu. Ia akan bertemu Brent di toko kopi itu. Setelah memesan kopi dan membayar, Sabrina duduk di salah satu tempat duduk di sudut toko itu. Dengan memakai jaket anti dingin dan rambut yang terurai, Sabrina terlihat cantik hari itu. Dia menunggu sekitar lima belas menit dan Brent pun datang.

“Maaf ya udah nunggu lama..” ujar Brent sambil tersenyum. “Gapapa kok.” Balas Sabrina. Brent adalah salah satu anggota band terkenal asal Denver. Dengan kesibukannya, Brent merasa cocok kalau cerita macam – macam kepada Sabrina. Sabrina juga senang hati bertukar cerita dengan Brent. Persahabatan mereka sudah berlangsung cukup lama semenjak mereka bertemu. Tapi tidak ada ikatan apapun diantara mereka, padahal mereka sama – sama masih single. “Jadi mau tour lagi kapan ?” ujar Sabrina. “Minggu depan, tour Eropa.” Ujar Brent singkat sambil mengetuk ngetuk tangannya agak tegang. “Kenapa ? Ada yang lagi dipikirin ?” ujar Sabrina sambil menengok Brent penasaran. Tapi Brent hanya membuang mukanya. “Brent asal kamu tahu, aku sebenarnya suka pose kamu seperti itu, aku.. aku suka kamu semenjak setahun lalu” ujar Sabrina dalam hati sambil tersenyum kecut. “Hmm, aku lagi galau…” ujar Brent tiba – tiba. “Kenapa ? Cerita dong, gak biasanya deh.” Ujar Sabrina penasaran. “Aku… Aku lagi deket sama cewek.” Ujar Brent lagi. “Siapa ?” tanya Sabrina. “Tapi aku belum siap ngasih tahu kamu.” Ujar Brent agak keras. Sabrina tersentak. “Ohh, yasudah tak apa, jika kau tak mau. Fokus saja sama pekerjaanmu dulu.” Ujar Sabrina pelan. “Maaf ya..” ujar Brent tiba – tiba ketika mereka diam cukup lama. “kenapa ?” tanya Sabrina. “Kalau tadi agak kasar ngomongnya.” Ujar Brent sambil menggaruk kepalanya. “Gapapa, aku ngerti.” Senyum Sabrina.

“Aku mau kenalin kamu sama teman aku, dia Lisa.” Ujar Sabrina kepada Brent. Brent tersentak dan kaget. Dia bingung bagaimana bisa Sabrina kenal dengan Lisa, Brent tak tahu bahwa Lisa adalah teman Sabrina. “Hah ? Oh, baiklah.  Hai, Aku Brent.” Ujar Brent sambil tersenyum kecut. “Lisa, bagaimana bisa kau berteman dengan Sabrina, padahal Sabrina baru saja akan aku kenalkan dengan kau.” Ujar Brent dalam hati. “Brent kau kelihatan aneh. Tapi kau lucu, aku makin suka dengan dirimu, tapi sepertinya ya, kau sudah kenal lama dengan Lisa.” Ujar Sabrina dalam hati. “Aku tak percaya ternyata Brent adalah teman Sabrina, aku jadi tidak enak sendiri.” Ujar Lisa dalam hati.

“Ayolah duduk…” ujar Sabrina mempersilahkan Brent dan Lisa. Mereka mengobrol di salah satu restoran dekat flat Sabrina. “Kalian terlihat gugup sekali, ada apa sih ?” tanya Sabrina kepada mereka berdua. “Tidak.. Tidak apa – apa.” Ujar Brent tersenyum kecut. “Brent, kau kan mau ke Inggris, tolong bawakan aku oleh – oleh buku Sherlock holmes ya.” Ujar Sabrina senang. “Iya, tenang saja, kau tinggal menghubungiku judul apa yang kau mau.” Ujar Brent membalas. Lisa hanya diam. “Hmm, Lisa, kau kenapa ? Diam saja dari tadi.” Ujar Sabrina. “Aku agak tidak enak badan.” Ujar Lisa sambil memicingkan mata kea rah Brent. “Ohh, yasudah kalau gitu kau pulang saja ya.” Ujar Sabrina. “Brent tolong kau antarkan Lisa ya.” Ujar Sabrina. Brent pun kaget sampai tidak jadi minum. “Hmm, oh maaf, oh okay baiklah.” Ujar Brent tiba – tiba. “Kau tidak apa kan ?” tanya Sabrina. “Iya aku tak apa, ayo Lisa, aku antar kau pulang.” Ujar Brent. Seketika itu juga mereka pergi dari restaurant itu, Sabrina berterima kasih dan melambaikan tangannya pada Brent dan Lisa.

“Hari ini kan Brent ulang tahun, jadi harus special, sweater ini sebagai hadiah untuknya ketika tour eropa nanti.” Ujar Sabrina senang sekali. Hari ini dia akan mengunjungi Brent di rumah sementaranya. Di perjalanan Sabrina terlihat senang sekali. Berjalan sambil mendengarkan music dari OneRepublic dan music rekomendasi dari Brent dia yakin bahwa Brent akan suka dengan sweater plus bonus gelang bertuliskan nama Brent.

“Brent…” ujar Sabrina ketika sampai di depan rumahnya. Tidak ada jawaban yang pasti dari dalam rumahnya itu. Karena Sabrina sudah biasa kerumah Brent dia pun masuk karena pintu rumahnya memang tidak dikunci. Ketika Sabrina masuk, dia tidak melihat seorang pun di ruang tamu Brent. Mencari – cari dimana Brent juga tidak ada. “Brent…” ujar Sabrina kaget sambil menutup mulutnya. Dia melihat Brent berciuman dengan Lisa. Berdua memasak bersama di dapur rumah Brent. Brent dan Lisa juga kaget. “Maaf, aku tak bermaksud lancang membuka pintu sembarangan, karena aku merasa sudah biasa masuk kerumahmu. Maaf, sekali lagi maaf. Aku hanya ingin memberikan ini padamu, aku taruh sini ya..” ujar Sabrina menaruh kotak hadiah untuk Brent dan berlari keluar rumah Brent saat itu juga. Perasaannya tercabik – cabik mengingat pertemuan kemarin yang dia anggap hanya kamuflase yang dilakukan Brent dan Lisa. Tak habis pikir ternyata mereka berdua menjalin hubungan. Pikir Sabrina.

“Sabrina, tolong angkat teleponnya. Aku ingin menjelaskan semuanya. Biasanya juga kau adalah teman curhatku. Tolong..” ujar suara Brent yang berada di telpon Sabrina. Brent meninggalkan pesan untuk Sabrina melalui mail box. “Aku kira kau suka denganku, jadi rasa sukaku ini percuma saja ya.” Ujar Sabrina dalam isak tangisnya. Dia berjalan menuju wastafel, mencuci mukanya dan lalu bersiap – siap untuk pergi ke suatu Pub. Dia tidak bisa berpikir jernih karena sakit hatinya. Tidak ada kata terima kasih untuk hadiahnya juga.

Setelah sampai di suatu Pub, Sabrina memesan satu gelas besar alcohol. Dia ingin semua pikirannya hilang dengan mabuk, dia pikir ini adalah salah satu cara yang terbaik. “Halo… Pemabuk berat.” Ujar seorang laki – laki di sampingnya. “Hahaha.” Jawab Sabrina hanya tertawa. “Kau sepertinya sedang ada masalah besar ya. Kau sampai tidak mengingatku.” Ujar laki – laki itu. “Memangnya apa yang harus ku ingat dari kau..” ujar Sabrina. “Aku Eddie, teman Brent, sedang apa kau disini.” Ujar Eddie tiba – tiba. Mata Sabrina kabur karena mabuk, jadi dia tidak kenal Eddie. “Oh, maaf aku tidak sadar. Hahaha.” Tertawa Sabrina seperti tidak focus. “Aku bawa kau pulang ya.” Ujar Eddie lembut. “Terserah kau. Jika tidak merepotkan.” Ujar Sabrina dengan pembicaraan yang sedikit mabuk. Eddie pun membawa Sabrina ke mobilnya. Eddie sudah kenal Sabrina karena kenal dari Brent. Sabrina juga berteman baik dengan seluruh personil OneRepublic. Eddie sudah tahu rumah Sabrina karena dia juga sudah pernah ke rumah Sabrina. Jalanlah mereka berdua ke Flat Sabrina.

Eddie menaruh Sabrina di sofa yang berada di ruang tamu Flat Sabrina. “Jadi mau cerita tidak kau kenapa ?” ujar Eddie sambil menyodorkan air putih hangat untuk Sabrina. Sabrina meminumnya sampai habis. “Tidak penting, biarkan aku yang tersakiti.” Ujar Sabrina sedikit sudah sadar dari mabuknya. “Ayolah, jangan seperti berbicara dengan orang lain, aku teman Brent jadi aku teman kau juga.” Ujar Eddie. “Jangan sebut nama itu lagi.” Ujar Sabrina kesal. “Kenapa ? Hmm, sepertinya ada masalah dengannya ya.” Tanya Eddie. Sabrina mengangguk. “Ayolah..” ujar Eddie lagi. “Dia… Dia bersama wanita lain, aku aku tak tahu dia berpacaran dengan Lisa, teman baikku. Lisa adalah teman yang selalu aku beri cerita tentang Brent. Aku…. Aku sebenarnya menyimpan perasaan dengan Brent, tapi dia tak tahu, aku hanya cerita ke Lisa tapi kenapa Lisa tega mengkhianatiku.” Ujar Sabrina panjang lebar. Eddie tertekuk lemas.

“Ku kira kau suka denganku Sabrina. Aku yang menyimpan perasaan padamu, tapi… kau malah suka dengan Brent.” Ujar Eddie dalam hati. “Kau kenapa tiba – tiba diam ?” ujar Sabrina. “Tidak, tidak apa. Teruskan saja ceritamu. Jadi, kau sakit hati karena Brent dan Lisa. Tapi aku pikir, ini bukan sepenuhnya salah Brent, kau tidak boleh tiba – tiba saja membencinya.” Ujar Eddie bijak. “Kau memang benar, tapi aku kepalang kesal, Eddie.” Ujar Sabrina kesal. Mereka berdua mendapatkan Nothing karena mereka tak bisa jujur satu sama lain. “Sebaiknya kau jujur saja.” Ujar Eddie setelah mereka berdua lama diam. “Tidak, tidak akan..” ujar Sabrina. “Aku lebih baik jaga jarak saja dengan Brent, karena itu jalan terbaik agar aku tidak tersakiti dan mengganggu jalan hidupnya bersama Lisa. Aku lebih baik mengalah.” Ujar Sabrina lagi. Eddie hanya tersenyum.  “Selamat jalan ya untuk tour Eropa kalian, semoga kalian sukses, oh iya bilang pada Brent, tidak usah membelikanku buku Sherlock holmes.” Ujar Sabrina sambil tersenyum kecut.

Enam Bulan Kemudian.
“Sabrina…” Ujar Brent di luar sambil mengetuk pintu flat Sabrina. “Ada yang bisa dibantu ?” ujar salah seorang wanita yang keluar dari samping flat Sabrina. “Orang yang tinggal disini kemana ya ?” tanya Brent pada wanita itu. “Oh.. dia sudah lama pindah..” jawab wanita itu. “Hah ? Pindah, pindah kemana ya ?” tanya Brent. Dia terlambat. Terlambat untuk meminta maaf, terlambat menyatakan perasaannya bahwa yang selama ini yang ia cari, yang membuat dia dapat merasa nyaman adalah wanita yang selama ini menjadi sahabatnya. Wanita yang selama ini menemaninya dikala suka dan duka. Wanita itu adalah Sabrina seorang. “Aku juga kurang tahu. Dia hanya bilang bahwa dia akan pergi jauh. Tidak akan di kota ini lagi.” Ujar wanita itu menjelaskan. Brent tak menjawab dia hanya berdiri terdiam di depan pintu Flat Sabrina. “Terima kasih.” Ucap Brent lalu pergi menuju mobilnya.

“Tambah lagi ya..” ujar Brent pada pelayan Pub itu. “Terima kasih.” Ujar Brent lagi. “Masih kurang juga ? Kau sudah menghabiskan enam gelas bung.” Ujar Pelayan itu terheran melihat tingkah laku Brent. Brent tak menjawab hanya meminum alkoholnya itu. Dia sekarang duduk terdiam, sambil mabuk, mengingat masa indah bersama Sabrina yang tidak akan bisa ulang lagi. Kecuali dia mendapatkan keajaiban dan bertemu kembali dengan Sabrina suatu saat nanti. Entah kapan.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...