Skip to main content

PRODIGAL



Inspired by Prodigal the song from OneRepublic

“Tania….” Ujar Anjas kepada Tania teman satu kampusnya. Anjas berlari kea rah Tania dengan nafas terengah engah. “Ada apa ?” senyum Tania. “Kamu kok sampe ngos – ngosan gitu sih.” Ujar Tania heran. “Aku mau ngomong sama kamu..” ujar Anjas tiba – tiba. “Hah ? Mau ngomong apa ?” tanya Tania. “Ikut aku yuk, kita ke danau deket kampus. Penting nih.” Ujar Anjas lagi. Tania pun mengangguk tanda mengiyakan ajakan Anjas.

Awal pertemuan mereka adalah ketika mereka sama – sama masuk jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu kampus terkenal. Anjas melihat sosok Tania sangat istimewa di hatinya. Tapi, tidak dengan Tania. Dia melihat Anjas biasa saja hanya teman. Tapi, sikap Anjas yang membuat Tania terheran – heran karena memperlihatkan sikap yang tidak wajar kepadanya. Alias sikap rasa suka. Tania sebenarnya sudah mencium aroma itu. Seiring berjalannya waktu mereka semakin akrab dan dekat tanpa adanya kejelasan hubungan.

“Jadi gini..” ujar Anjas kaku dan bingung bagaimana harus memulainya. “Hmm, gini apa ? Kamu tegang banget sih ?” ujar Tania sambil tertawa. “Hehehe, maaf deh kalo tegang. Gini Tania, Aku… Aku… Aku pengen kamu jadi pacar aku..” ujar Anjas. Sontak Tania langsung diam dari tertawanya yang menertawakan sikap Anjas yang gugup. “Hah ?” tanya Tania meyakinkan. “Iya, aku, aku pengen kamu jadi pacar aku.” Ujar Anjas mempertegas. Mereka hening sejenak. Mereka berdua tak tahu harus darimana memulai pembicaraan lagi.

“Kita coba jalanin dulu aja ya…” ujar Tania tiba – tiba. Anjas terbangun dari tundukkannya. “Serius ???” ujar Anjas meyakinkan. “Iya Anjas, aku lihat kamu emang beneran suka sama aku kok.” Ujar Tania sambil tersenyum manis. “Makasih… Makasih banyak ya Tania..” ujar Anjas gugup. “Gak usah gugup gitu dong… Aku jadi lucu, pengen ketawa lagi..” ujar Tania sambil tertawa dan menepuk pundak Anjas pelan. “Hehehe, aku suka gugup kalo deket kamu..” ujar Anjas bercanda.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dekat dan semakin lengket. Sampai akhirnya..

“Anjas…” ujar Tania pelan ketika mereka sedang berjalan bersama dan makan bersama di sebuah mall dan restaurant. Mereka sedang makan siang di tempat favorit mereka di bilangan Jakarta Selatan. Mereka berdua duduk berhadapan. Mereka sedang memasuki masa Skripsi. Hubungan mereka sangatlah awet. “Apa sayang ???” jawab Anjas manis. “Aku… Aku… mau jujur sama kamu..” ujar Tania lagi. “Jujur saja… Emang kamu harus jujur kan…” ujar Anjas senyum pada Tania. “Aku… Aku bakal S-2 di Inggris. Papa mamaku udah ngedaftarin ke sebuah Universitas disana. Memang gak terkenal sih. Tapi semua udah selesai kata papa aku.” Ujar Tania sambil menunduk. Anjas termenung jauh melihat sekeliling restaurant tanpa menjawab satu patah kata pun. “Anjas… Anjas… Menurut kamu ??? Kita harus, harus long distance..” ujar Tania sambil menggoyangkan sedikit badan Anjas. Anjas hanya menengok sebentar ke arah Tania. Tania makin merasa bersalah atas pembicaraannya itu. “Kalo itu memang yang terbaik Tan…” ujar Anjas tiba – tiba. Seketika itu juga Anjas pindah ke bangku disamping Tania. Tiba – tiba mencium pipi kiri Tania. “Aku sayang sama kamu, kamu juga sayang sama aku. Jarak gak akan jadi masalah buat kita kalo kita yakin kita masih bisa bersama. Asal kamu ingat kamu punya aku disini.” Ujar Anjas. Tania langsung berlinang air mata.

Sudah tiga bulan semenjak kepergian Tania ke Inggris. Rasa rindu yang sangat mendalam menyeruak di seluruh ruangan kamar Anjas. Walaupun mereka masih bisa berkomunikasi, rasa khawatir yang mendalam selalu hadir dalam benak Anjas. Dia khawatir kalau – kalau Tania membelokkan perasaannya kepada yang lain. “Like A Prodigal” itu sesuatu yang sangat Anjas khawatirkan.

Anjas lalu membuka Laptop nya dan menyalakannya. Dia membuka aplikasi Skype. Dia tahu, kali ini jam menunjukkan pukul  tujuh malam di Indonesia. Yang berarti di Inggris siang hari. Anjas di Jakarta juga sudah mempunyai pekerjaan yang cukup layak. Bekerja di sebuah perusahaan terkenal di daerah Sudirman.

“Tania…” ujar Anjas menyampaikan salam hangat dari benua yang jauh sekali dengan Tania. “Anjas…. Aku kangen kamu…” ujar Tania di ujung sana. “Sama sayang, aku juga kangen sama kamu.” Ujar Anjas membalas. “Gimana kabar kamu ?” ujar Tania. “Aku baik kok. Kamu juga kelihatannya bahagia banget ya.” Ujar Anjas. “Iya, aku bahagia karena kamu telpon, aku bisa liat muka kamu..” ujar Tania bahagia. Begitulah mereka saling membalas percakapan dari jarak yang sangat jauh. “Kamu pasti selalu nunggu aku kan…” ujar Tania. Anjas berpikir, ternyata semua yang di sangkanya salah, Tania masihlah sendiri disana, masih menunggu kapan dia pulang untuk menjemput Anjas. “Aku akan selalu nunggu kamu kok disini.” Ujar Anjas sambil menyentuh dadanya. Tania tiba – tiba menangis. “Makasih ya..” ujar Tania sambil terisak. “Aku tunggu kamu ya di Jakarta… Aku punya kejutan yang pastinya kamu gak akan pernah lupa.” Ujar Anjas sambil menengok sebuah cincin berlapis emas yang berada di samping laptopnya yang Tania tak bisa lihat. Yang dia akan taruh di jari manis Tania ketika Tania pulang ke Jakarta nanti.

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...