"Bu, aku mau coba kue Putri Salju ini ya." Celoteh seorang perempuan dengan rambut panjang sebahu berwarna hitam, yang kala itu diikat ke belakang membentuk buntut kuda. Kulitnya sawo matang, cenderung berwarna coklat gelap, karena pada Ramadhan ia sering bekerja di luar, menjadi volunteer di salah satu organisasi.
"Iya itu enak sekali loh. Buatannya Mbak Ika." Balas Ibunya, yang kala itu duduk di sampingnya. Hari Raya telah datang, ia sedang berkunjung ke rumah Neneknya, yang sebetulnya tak jauh dari tempat tinggalnya yang sama-sama di kawasan Bintaro.
Wanita itu memindahkan posisi duduk yang lebih nyaman, bersandar di sebuah sofa besar tua yang sudah lama ada di rumah Neneknya. Suasana ramai. Saudara dan saudarinya berlalu lalang.
"Diana." Panggil seseorang. Wanita yang dipanggil namanya itu menengok. Diana menoleh ke arah sumber suara, yang memanggilnya adalah Tante dari keluarga Ayahnya. Tantenya itu merupakan anak ketiga, dari keluarga Ayahnya yang mana berjumlah 5 bersaudara. Tantenya menggandeng anak laki-lakinya untuk bersalaman dengan Diana, dan Ibunya yang kebetulan duduk berdampingan.
"Farel!" Tukas Diana. Farel tersenyum, anak laki-laki berusia 10 tahun ini malu-malu menyalami Diana. Ibu Diana pun juga tersenyum. Setelah Farel memberi salam, ia pamit untuk menghampiri sepupunya yang lain, karena ingin main game online bersama.
"Farel cepat besar ya." Komentar Ibu Diana. Tante yang merupakan Ibunda Farel mengangguk.
"Makannya ampun, banyak banget. Pasti minta telur terus. Takut obesitas aku Mbak." Ibu Diana hanya mengangguk dan menepuk tangan Tantenya yang sedang bercerita panjang lebar tentang anaknya sendiri.
Keheningan tiba-tiba melanda perbincangan mereka, Ibunya tiba-tiba bangun dari duduknya dan Tantenya hanya melihat anaknya Farel yang sedang asyik memegang ponsel pintarnya, bermain dengan sepupunya yang lain.
"Diana, Tante Friska mau tanya dong. Kamu...,"
Entah apa yang terjadi pada Diana, pikirannya tiba-tiba melayang ke arah dan sumber suara di kepalanya yang sedang membentuk skenario aneh. Padahal pertanyaan Tante Friska belum selesai. Pikirannya langsung memberi gambaran tentang,
"Kamu kapan nikah? Udah umur 29 kan? Tante belum pernah liat calon kamu ya? Tante waktu itu nikah umur 26 deh, alhamdulillah langsung dikasih anak, terus tante... Oh iya, kerjaan kamu di perusahaan Tambang itu gimana? Pasti kamu sudah naik jabatan ya? Tapi jangan tinggi-tinggi deh, apalagi tante dengar kamu lagi teruskan S2 kamu ya?"
Dunianya seakan berhenti. Ibunya sudah menghilang dari posisinya yang berada di sampingnya tadi. Dunia di depan Diana terasa buram. Pikirannya memang tak hilang sama sekali, namun ada keadaan di mana otaknya memproduksi beragam macam kata untuk menjawab pertanyaan Tante Friska yang baru saja menanyainya.
"Iya Tante, belum waktunya."
"Nanti juga ada waktunya, insya Allah."
"Tapi, temanku juga ada yang baru nikah di umurku sekarang."
"Ada juga temanku yang memang belum punya anak juga kok Tante."
"Jodoh di tangan Tuhan tante, ya aku sebagai hamba hanya bisa berdoa."
"Oh iya kerjaan aman. Oh belum naik jabatan kok, Tante."
"Tante udah coba kue Putri Saljunya?"
"Kayaknya game yang dimainkan Farel seru ya, Tante."
"Itu kok kayaknya enak Opornya Nenek, makan dulu yuk, Tante."
"Diana!!!" Panggil seseorang yang ada dihadapannya yang menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Kamu kenapa ngelamun?" Tante Friska yang ternyata menggoyangkan tubuhnya, "Kamu sudah makan? Tuh Nenek ajak kita makan." tanyanya lagi.
Diana menahan nafasnya dan merasakan banyak keringat di kedua telapak tangannya. Ia mencoba menyadarkan diri dan mengingat hal yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Ia melihat sekeliling bahwa hari itu adalah hari Raya dan saudara-saudarinya sedang kumpul bersama. Di depannya ada Tante Friska yang sudah habis menyantap setengah isi dari kue Putri Salju.
"Kuenya enak banget ya." Tukas Tantenya lagi.
"Hmm, Tante daritadi di sini makan Kue?"
"Eh, iyalah. Tante tadi ngobrol sama Om Yos sama Papa kamu. Papa kamu juga bingung lihat kamu tiba-tiba diam aja, sambil ngelihat ke arah Farel. Terus semua diajak makan sama Nenek. Ayo, kita makan dulu."
"Oh, iya Tante. Duluan aja." Tukas Diana. Ia kembali termenung. Syukurlah tadi memang kebiasaan yang tidak baiknya saja yang sedang datang. Ia memang ingin mengurangi kebiasaan melamunnya itu, namun dalam lamunannya sudah ia persiapkan berbagai skenario kalau-kalau pertanyaan sakral yang bersangkutan dengan usianya yang akan atau kembali ditanyakan. Memang hari ini belum ada yang bertanya, tapi ia siap untuk waktu lain jika ia ditanyakan.

Comments
Post a Comment