Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2016

Dengan Secangkir Kopi dan Ajakan Teman

Aku menegak sisa-sisa cairan yang ada di gelas berwarna putih pekat yang kutaruh tepat disampingku. Pahit, pahit sekali rasanya. Pahit yang kurasakan selama bertahun-tahun. Tapi hebatnya, aku bisa menahan rasa pahit itu. Sama dengan menahan rasa pahit kopi Jawa yang aku seduh dan kunikmati di gedung paling atas apartemenku. Mengingatmu sambil tersenyum dan sesekali menarik nafas dalam-dalam. Nelangsa. Tak kusangka sudah bertahun tahun tak melihatmu. Menyimpan kontakmu saja, rasa syukurku bertambah, tapi apa daya, semua akan berakhir dengan aku hanya menatap kontak nomor ponselmu di ponselku yang sudah seharusnya aku ganti dengan yang baru. Entah kenapa ponsel ini tak ingin kugantikan keberadaannya karena menyimpan banyak kenangan. "Danis." itu tampak jelas. Namamu yang masih kusimpan dengan rapi di dalam kontak nomor ponselku. Aku kembali ke dalam apartemenku untuk menyeduh gelas kedua dengan kopi Jawa yang baru saja kubeli sore hari selepas diriku pulang bekerja. Aku sen...

Lost

Pulls me back No one can Heads up, feeling tears No one can Heal this pain Close my face, feeling drawn Hit the wall Lost, lost, lost from all Wake up at night Write my pain Wake up to find the light I got lost in faint Falling from the sky I can feel the wind around me I fall and I cry I don't care about me You come, I realize You come and heal my pain You come but you cannot try You come and do not wake up from my faint I still get lost

Inspirasiku di Saat Keramas dan Saat Solat

Aneh dan lucu. Tapi, kenyataannya itulah yang terjadi. Terkadang memang pada saat tak tentu inspirasi luar biasa bisa datang. Bisa datang disaat kita sedang berbincang, sedang melamun, bahkan dengan cara yang tidak biasa, ketika sedang keramas pada saat mandi dan pada saat sedang beribadah. Bahkan ada yang lebih unik lagi, pada saat 'menabung'. Sore hari yang cerah. Ketika sedang melakukan mandi sore saya tak sadar memikirkan berbagai macam hal. Biasanya saya suka bernyanyi di kamar mandi. Ya, untuk sekedar menghibur diri dan melepas penat karena menyadari bahwa saya tidak mampu bernyanyi indah di luar kamar mandi. Ketika itu sedang membasuh rambut saya dengan cairan shampo. Tiba-tiba datang inspirasi yang menurut saya 'wah'. Mendapat banyak sekali inspirasi untuk acara yang ingin saya gelar. Ya, walau hanya beberapa inspirasi, tapi sangat amat membantu. Lucu lagi, kalau semua inspirasi itu muncul pada saat saya sedang beribadah. Kebetulan, karena saya Islam, saya m...

Aku Ini Apa?

Aku terlelap, masih membayangi Betapa bodohnya kali ini Bukan kali pertama aku merasa seperti ini Semua akan terulang kembali Kau melihat ku tidak? Kau menghirup wewangian ku tidak? Kau merasakan sentuhanku tidak? Kau menyadari semua ini tidak? Berdiri saja diriku dibawah hujan Menutupi air yang jatuh dari selaput mata Tak peduli betapa kerasnya suara petir menyambar Dia yang mewakili hati yang berbicara Seraya mengingat kenangan indah Aku heran, kau telah berubah Anehkah diriku? Memintamu untuk kembali bersamaku Waktu tak bisa terulang Bahkan tak bisa kuhentikan Untuk mendapatimu dalam pelukan Tak pernah sesekali aku menyesal Aku percaya kau akan kembali Merasakanku, menghirup wewangianku, Melihatku, dan menyadari Bahwa aku akan selalu tulus padamu

Hanya Pemujamu yang Bersembunyi

Saat itu ramai. Aku lebih suka terduduk memandangi keramaian yang dikarenakan salah satu acara dari jurusanmu telah dimulai. Ya, sebelumnya aku sama sekali tak tahu bahwa kau akan datang untuk menghadari acara yang bertemakan kuliner itu sampai ketika aku sedang asyik membaca buku pelajaranku, aku terlonjak mendapatimu telah berdiri tepat di depanku. Hah, ternyata bukan ingin menghampiriku, tapi menghapiri seniorku yang mempunyai jurusan kuliah yang sama denganku. Bahasa Jerman. "Hi Gilang!" ujarmu senang. Kalian saling memberi salam ala-ala lelaki yang membuatku tersenyum. Gilang yang tadinya sedang berbincang denganmu, kini berbincang denganmu. Aku pun tak sengaja ikut mendengarkan. Kau membicarakan tentang skripsi yang sedang kalian selesaikan. Ya, kau seniorku, yang sedang menempuh titik akhir untuk segera lulus. Aku akan merindukanmu. "Bagaimana skripsimu, Ahmad?" itu dia nama panggilanmu. "Masih dalam tahap pengerjaan. Belum rampung juga." Ujar...

Make Yourself Expensive

Sometimes we have problem of how control ourselves to be kind to other people. I know we don't have to control to be kind to others, but it will be different if the people/person we help see in the other things. Mostly you are kind to people because you know that to be kind to other is good. Sometimes we find some articles that to be kind to others is one of the good investment for the future. Take and Give, that's the point. However, sometimes we get the people who only take our help or our kindness as the 'advantages' or 'reasons' for them to be with us. We cannot blame them, I won't blame them, but it is kind of different thing if they do it regularly. I should say that I am and overthinking person. On the other way I must be kind to other persons, but if I see some signs that show that people will take your 'advantages', please think to make yourself expensive. You can be kind to other person, but you should understand that you have other reaso...

Dua Sisi

Jangan tanya, jangan menduga Dugaan itu bisa salah Tak sama dengan kasat mata Hanya bias diri yang tak terlihat Terkadang hanya diam Diam yang menggambarkan segalanya Tak sangka tak menduga Seseorang bisa menjadi hebat Hanya menuruti pandangan semata Tak mau menilai lebih dalam Tak mau tahu apa yang ada disana Di dalam diri seseorang Maka banyak salah sangka Yang hebat, ternyata jahat Yang tidak, ternyata menyembuhkan luka Baik atau tidak, siapa yang tahu Hati dan pikiran Mereka satu kesatuan Hati dan penampilan Terkadang dapat memanipulasi pikiran

Gerhana Matahari

Mentari masih memicingkan matanya mencari sosok yang sedang ditunggunya. Sudah hampir satu jam ia menunggu sejak pukul lima pagi untuk melihat salah satu tanda kekuasaan Sang Pencipta, Gerhana Matahari. Kali ini ia tak sendiri, dia akan ditemani oleh seorang teman yang sudah dikenalnya selama lima tahun saat duduk di bangku sekolah menengah Pertama. Dia adalah alumni seangkatannya, Chandra panggilannya. Lagi-lagi Mentari harus melihat jam tangan yang dikenakannya kali itu. "Hah..." dirinya menghela nafas. Mau sampai selesai Gerhana Matahari barulah sosok Chandra datang. Pikirnya. Dia pun dengan sabar menunggu lagi seraya duduk menikmati ratusan ribu orang yang memadati salah satu jembatan terkenal yang menjadi ikon kota Palembang, Jembatan Ampera. Ia menyerah, akhirnya ia mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor telepon teman sebayanya itu. Tak ada jawaban. Hanya nada panjang yang berulang kali berbunyi. Mentari menghela nafas lagi. Chandra, teman Mentari yang sebenarn...

Perginya Bintang Jatuh

Ketika itu malam begitu terang. Kita berdua sedang menikmati malam yang sulit ditemukan di musim penghujan ini. Terbiasa melihat langit yang tanpa selimut bintang dan cahaya bulan. Terbiasa menikmati dinginnya malam akibat sisa-sisa air hujan yang masih menyelimuti jalan-jalan ibukota. Sekarang kita berdua terduduk di salah satu roof top di kawasan pusat kota Jakarta. Hanya nafas yang bisa kita dengar. Deru nafas lelah yang kita rasakan. "Santi." ujar dirimu. Aku yang masih memegang erat kedua kaki yang di satukan bersama. Menahan dinginnya malam, padahal malam ini begitu terang benderang. "Aku mengerti. Pergilah! Itu baik untuk karirmu. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan." ujarku pelan. Sudahlah, aku sudah lelah dengan perbincangan ini. Perbincangan yang ujung-ujungnya adalah perpisahan aku dan dirinya. Bintang jatuhku. "Bukan seperti itu. Aku juga tidak akan pergi lama." "Macam kau tak pergi lama? Yang benar saja. Aku tahu dirimu. Jika k...

Manusia Pengharap

"Manusia Pengharap." Begitu kata judul cerita yang akan dibuat Maya. Dia menghela nafas panjang untuk meneruskan paragraf pertama yang akan dibuatnya. "Hey!" Tiba-tiba Tio datang menghampirinya. Menduduki tempat kosong yang ada di samping kursi panjang yang ditempati Maya. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Mereka pun tak percaya keduanya bisa sama-sama mengenyam pendidikan di tempat perkuliahan yang sama . "Pelan-pelan lah!" ujar Maya yang sedang membenarkan keberadaan tubuhnya yang habis di adu oleh Tio dengan bahu nya yang maco. "Iya, maaf. Buat cerita apa lagi? 'Manusia Pengharap'. Klasik! Semua manusia kan pasti berharap." "Bukan harapan biasa." ujar Maya mantap. Ia pun meneruskan cerita pendeknya yang kali ini akan diikutkan di salah satu lomba yang diadakan oleh kampusnya. Tio yang selalu tidak mau tahu dengan hobi menulis Maya itu memilih untuk membaca majalah olahrag...