Skip to main content

UAS S.E.L.E.S.A.I

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Aku terduduk diam diruang tamuku, mencoba untuk menghafal seluruh isi yang ada dibuku yang berada tepat dihadapankan. Memutar lagu favoritku, 'Pompeii' dari Bastille, salah satu band terkenal di Inggris.
Aku masih duduk, kepalaku sudah pening. Aku harus menghafalkan dan coba menelaah maksud yang terdapat pada buku yang sedang aku pelajari. Bukan hanya buku, tapi buku-buku. Buku yang banyak. Hah!
Masih terduduk. Di hari yang seharusnya adalah hari libur ini aku harus mempelajari buku-buku yang bergenre atau bisa dibilang buku-buku ini semua berbahasa Inggris. Ya, aku mempelajari buku kuliahku, Ya, betul, aku harus belajar untuk UAS, Ujian Akhir Semester.
"Belajar terus kamu, mbak?" Tukas kakaku. Ini ketiga kalinya dia bertanya padaku.
"Biarkan, biarkan aku menjadi pintar dengan belajar." balasku.
Dia hanya mendelik, lalu meneruskan pekerjaannya yang sedang ia kerjakan di komputer jinjing miliknya, aku masih meneruskan belajar, belajar dan belajar.

Hari yang ditunggu tiba. UAS yang akan dilakukan selama seminggu penuh. Penuh! bisa dibayangkan betapa beratnya otak kita siang malam bekerja. Malamnya membaca, siangnya menguji diri setelah membaca bahan ujian. Tak masalah, bagi sebagian orang, tapi bagaimana membuat kata 'Tak Masalah' itu bagi yang suka mengeluh 'aku tak mampu'.
Kukerjakan saja semampuku. Toh, Allah menilai akan proses kita ketika kita belajar, membaca dan menelaah setiap pelajaran yang akan diujikan. Jujur, kalaupun harus dapat nilai tidak memuaskan, mungkin belum saatnya, tapi dalam hatiku, aku juga ingin dapat nilai yang membuat mulutku terbuka lebar dan puas.
"Bu, doakan aku ya, aku ingin UAS." ujarku pada Ibu setiap sebelum aku berangkat menuju kampusku.
"UAS? Iya, ibu doakan." Ibuku bertanya dan memberiku restu.
"Setiap hari itu ujian." Bapakku menambahkan. Aku hanya tersenyum lalu aku memberi salam pada bapakku juga.
Betul. Setuju. Setiap hari itu ujian. Tapi, ujian kali ini berbeda, ujian yang memeras otak, menguji kemampuan kita tentang pilihan jurusan yang kita pilih. Setidaknya itu pikiranku.
Aku menjalani ujian itu, seperti biasa, seperti sebelum-sebelumnya. Seperti baru pertama kali saja, toh aku sudah hampir tiga belas tahun lebih mencicipi yang namanya nikmatnya ujian. Iya, ujian harus dinikmati, kalau tidak dinikmati, kadang malah menjadi sebuah beban, memang beban, tapi beban yang dihadapi dengan ikhlas.

UAS S.E.L.E.S.A.I
Aku tulis besar-besar tulisan ini di kepalaku. Aku harus merayakannya, ya, benar aku memang merayakannya bersama beberapa teman-teman terdekatku. Aku merayakannya dengan acara makan bersama di salah satu restoran cepat saji di dekat kampusku. Nikmat, nikmat sekali. Hahaha. Tertawalah setelah beban yang di jinjing hampir selama dua minggu, akhirnya beban itu terlepas dariku. Memang cuma sementara, tapi toh dosenku bilang, "rayakan setiap ujian yang telah kalian lalui". Aku setuju. Sekarang yang aku pikirkan, bagaimana menghabiskan liburanku supaya lebih bermakna ?

Comments

Popular posts from this blog

House of Tales Karya Jostein Gaarder: Kisah Cinta dalam Novel Tipis, Padat Isi

Dan aku menyadari bahwa aku tidak hanya menulis untuk diri sendiri, tidak pula hanya untuk para kerabat dan sobat dekat. Aku bisa memelopori sebuah gagasan demi kepentingan seluruh umat manusia. House of Tales  atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Dongeng, memang menggambarkan sekali isi novel karya Jostein Gaarder ini. Novelnya yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah hidup sang tokoh utama. Novel-novel Jostein Gaarder yang satu ini juga khas akan petualangan dan pemandangan alam dari negara kelahirannya atau dari negara-negara di Eropa. House of Tale diterbitkan pada tahun 2018, dan diterjemahkan serta diterbitkan oleh penerbit Mizan pada tahun 2019. Manusia sering kali menempuh jalan berbelit-belit sebelum saling berhubungan secara langsung. Tak banyak jiwa yang dianugerahi kemampuan untuk bisa lugas tanpa basa-basi: "Hai kamu! Kita kenalan, yuk!" Tokoh utama, Albert, tak sangka dapat memberikan rasa pada se...

Merdeka Sejak Hati Karya Ahmad Fuadi: Menjadi Jujur dan Tak Serakah

"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah." Itulah sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup deng...

OneRepublic FF Part 28 (Second of The Last Part)

HERE WE ARE Rose’s “Mana ya Natasha. Dia tidak mengirimkanku sms sama sekali. Ku pikir dia akan telat, sayang.” Ujarku pada Brent. Kami hari ini pulang dari Dublin sehabis liburan. Aku di Dublin sekitar 10 hari. “Mungkin saja telat dia, sabarlah sayang.” Ujarnya padaku. “Baiklah..” ujarku sambil mengecek Iphoneku. “Rose’s…” ujar seseorang berteriak dari ruang lain. Aku melihat dari kerumunan orang di Bandara ternyata itu adalah Natasha. Natasha dengan seorang lelaki. Aku seperti mengenalnya. Ahh, ternyata dia… “Natasha, aku sangat merindukanmu.” Ujarku padanya sambil memeluknya. “Hey, aku terkaget kau dengannya.” Ujarku sambil melirikkan mataku kea rah lelaki yang dibawa b bersama Nat. Ternyata Nat, membawa Gary. “Iya, kau jadi tahu sekarang.” Ujar Nat malu. “Jadi kau…” ujarku sambil menunjuk Gary. “Iya, kami sudah berpacaran.” Celetuk Gary. “Ahhh..” jawabku mengiyakan. “Bagaimana liburan kalian ?” ujar Nat mengubah pembicaraan. Dia mungkin malu menceritakannya bersama k...