Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Only In This Place

Dedicated to Evan Corpse “van, duduk sini aja!” Ajak Delisa. Aku tersentak. Aku bingung seribu bahasa. “Kenapa emang?” “Enggak apa-apa. Lo bawa fotokopiannya gak?” tanyanya lagi. “Enggak.” “Nah, yaudah, duduk sini aja.” Aku pun langsung duduk disampingnya. “Evan?” Dosen mata kuliahku hari Selasa pagi memanggilku cukup keras. Tanganku sedikit bergetar. Pastinya aku mendapat hukuman lagi. “Kenapa terlambat?” “I am overslept, Mam.” Jawabku terbata-bata. Ya, kebetulan hari ini mata kuliah yang berhubungan dengan bahasa Inggris, maka dari itu aku menjawab dengan bahasa Internasional itu. Kembali ke Delisa. Apakah hari ini hari keberuntunganku? Sungguh. Aku bisa pastikan hal ini. Apa yang membuatku beruntung. Delisa. Ya, perempuan yang saat ini duduk tepat disampingku yang selama ini aku idam-idamkan, hanya dalam imajinasiku. *** Hanya di kampusku ini aku bisa melihat sepuasnya. Aku bisa melihat Delisa sepuas hatiku tanpa harus memikirkan macam-macam. Apa yang maca...

Hanya Harapan Semata

Jadi, ketika itu aku sedang duduk, menunggu ketidakjelasan waktu kapan fotokopi berkas-berkasku akan selesai. Aku menunggu sekitar satu jam, ya, sudah satu jam aku menunggu, tapi hasil berkas itu belum selesai juga. Tidak heran. Karena saat itu adalah hari Rabu, hari dimana para mahasiswa sedang butuh-butuhnya mencari referensi dari buku-buku ilmiah yang berada di salah satu Perpustakaan yang cukup lengkap di kawasan Depok, Jawa Barat. Yang membuatku sadar, aku bosan, aku masih sendiri. Sendiri? Pikiran aneh itu tiba-tiba muncul. Lihat banyak orang berlalu lalang di hadapanku, membuatku masih saja merasa sepi. Ya, hatiku yang sudah lama sepi tepatnya. Satu ketika yang membuatku makin merasa sepi adalah, sebuah percakapan yang langsung membuatku berfikir keras. "Delia, cari pacar dong!" tukas teman satu kelasku di salah satu Sekolah Tinggi di Jakarta. "Hah? Hahaha." Aku hanya tertawa. Aku tahu maksud dia hanyalah cuma membuat candaan saja. Pernyataan yang dikel...

MAAF

* Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘ Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan. ’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com* Malam itu, setelah aku selesai menghapus air mata, yang lagi-lagi jatuh, aku menghapus namanya dari buku harian yang jarang sekali aku tulis. Aku gunakan cairan putih yang biasa orang menyebutnya dengan tip-ex , lalu menghapusnya secara sungguh-sungguh. Aku sudah tak tahan. Aku harus segera mengakhirinya. Dia hanya mampir sebentar, memberi salam indah yang pada akhirnya lagi-lagi membuatku mengeluarkan air mata. *** Siang itu aku sudah membuat janji dengan temanku yang berasal dari daerah Jakarta Selatan. Kami sudah menyusun rencana untuk mengunjungi salah satu gedung penting di Jakarta, Perpustakaan Nasional yang ada di daerah Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Salemba Raya. Sambil menunggu lampu merah yang tak kunjung menampakkan cahaya hijaunya, aku kembali ke i...

Sudah lama, apa kabar?

Hey hoy. Salam. Sudah lama tak menyentuk huruf-huruf yang terbaris rapi di komputer jinjing yang, mungkin bisa dibilang sudah usang. Saya sudah lama sekali tak berimajinasi dan melakukannya bersamaan dengan ketikan-ketikan cepat saya membuat sebuah cerita tak jelas ataupun ilmiah. Ya, sudah lama tak berimajinasi, hidup saya beberapa hari, minggu, dan bulan ini saya habiskan di realita. Saya menghabiskannya untuk menjalani kehidupan-kehidupan yang nantinya bisa menentukan masa depan saya, atau bahkan mungkin tidak. Entahlah... Tapi, sudah sebulan ini mungkin saya tidak berimajinasi, tak menumpahkan ide yang sebenarnya meluap yang terkadang membuat guratan senyum saya muncul di wajah saya. Tapi, kenyataannya semua hal itu lewat saja di pikiran saya tanpa saya tuangkan di kertas putih di dalam lembaran yang ada di komputer jinjing saya. Miris betul. Sebenarnya ini bukan hal yang baik. Sebagai penulis, sebut saja amatir, dan masih dalam proses bercita-cita, hal ini tidak baik. Hal yang...

Dendam yang Membelenggu

Dendam yang membelenggu Percayalah, itu akan menjadi sebuah hal yang merubahmu Tawa palsu, air mata palsu Mungkin suatu hari, itulah hal yang akan membunuhmu Tak seorang pun tahu isi hati orang lain Siapa yang mengira, orang baik sekalipun bisa dikhianati Tawamu, mungkin hal yang menyakitkan bagi orang lain Sedihmu, mungkin hal yang membahagiakan bagi orang lain Dendam tak semata mata membuatmu lelah Akan selalu ada pertengkaran karena murka semata Tanpa alasan, ataupun ada alasan Dendam akan terus tumbuh dalam jiwa Kadang aku tak mengerti Mengapa setitik dendam bisa mengubah hati ini Selemah itukah hati? Tak bisa menjadi obat penawar dendam yang menggerogoti Tangisan terus mengalir Membasahi wajah yang bersih ini Ingin rasanya lepas dari dendam-dendam yang menggerogoti Tapi, apalah daya, dendam tak semena mena menghilang dari hati Dendam juga tak semena-mena datang dari dalam diri Dendam bisa berasal dari yang lain Kita mungkin saja hanya korban dari dendam-...

Maaf, Ini Belumlah Selesai

Jadi, memang menulis itu butuh konsistensi tinggi ya, bahkan untuk menulis satu bait puisi saja, saya sendiri bisa menghabiskan waktu lima sampai sepuluh menit sendiri untuk mencari kata-katanya. Omong-omong, cerita Nikki dan Gian yang saya buat untuk memeriahkan acara #NulisRandom2015 dari @NulisBuku belum bisa saya selesaikan sampai akhir Juni ini. Lagi-lagi saya harus memberikan alasan bahwa saya harus fokus dengan ujian-ujian harian saya, ya memang sebetulnya saya adalah orang yang sulit untuk fokus dalam berbagai hal dalam satu waktu, jadi mungkin saya harus mengorbankan cerita ini. Sedih? Sedih sekali pastinya. Padahal tadinya saya ingin konsisten untuk menulis tiga puluh episode, sesuai dengan bulan Juni itu sendiri yang mempunyai tiga puluh hari. Tapi, saya akan mencoba meneruskannya di bulan-bulan berikutnya. Semoga kalian (yang sudah lama menikmati cerita saya) bisa kembali membaca kisah Nikki dan Gian yang notabene belum selesai. Terima kasih pembaca setia blog saya. T...

Dia Hanya Masa Lalu

"Permisi sebentar Nikki, ini telepon penting." ujar Gian lalu beranjak dari tempat duduknya dan sesekali berbisik berbicara pada temannya yang dipanggil Shely itu. "Aku sedang tidak bisa bicara panjang lebar hari ini. Maumu apa?" "Kita harus bertemu. Aku ingin membicarakan beberapa hal penting padamu." balas Shely. Gian hanya menghela nafas. "Besok sore kutunggu di restoran terakhir kali aku melihatmu bersamanya. Kau masih ingat kan? Jangan pura-pura lupa." jawab Gian cepat dan langsung menutup sambungan teleponnya. "Siapa?" Tanya Nikki setibanya Gian di tempat duduknya lagi. "Teman lama. Masa lalu." "Shely?" "Hey? Bagaimana kau tahu?" "Kau dulu pernah bercerita. Dia adalah masa lalu yang akan sulit kau lupakan. Kau tak pernah sebelumnya merasakan patah hati separah itu. Jadi, bisa kupastikan bahwa itu Shely, masa lalumu." Gian menunduk mendengar pernyataan Nikki. Semua memang benar. She...

Saturated

Seminggu setelah perbincangan panjang antara Gian dan Nikki di sebuah restoran cepat saji, Nikki mengalami perubahan yang tidak dimengerti Gian. Tak biasanya Nikki terlihat murung, bermalas-malasan, tidak suka menjawab atau aktif dalam menanggapi pertanyaan  dosen-dosennya dan juga sering sekali menutup wajahnya ketika lelah. Sesekali Gian bertanya, "Nikki, ada apa dengan kau? Kau terlihat lelah." Nikki tak menjawab dengan segera, dia hanya melihat Gian lalu tersenyum kecut dan kembali ke lamunannya. Melihat hal ini, Gian merasa khawatir. Dia yakin pasti ada yang salah pada diri Nikki ataupun pikirannya. Besoknya selepas jam pertama mata kuliah dikelasnya, Gian coba mendekati Nikki, supaya Nikki bisa bercerita dengannya. "Nikki!" panggilnya cukup keras. "hmmm," jawab Nikki dengan nada malas. "Apa yang terjadi denganmu? Aku tak melihat Nikki seperti biasanya akhir-akhir ini. "Aku tidak apa-apa." jawab Nikki santai. Ketika Gian sed...