Part
3
“Thanks…” ujar Nina terperangah dengan laki – laki
yang baru saja menghampirinya membantunya mengambilkan barangnya yang jatuh.
“Who
are you ?” ujar Nina lagi perlahan tapi laki – laki itu sudah pergi dan
tersenyum pada Nina.
“Hey,
what are you doing ? Kok bengong.” Ujar Danny menepuk punggung Nina dan Nina
terkaget akan hal itu.
“Gak
baik ngagetin orang kayak gitu.” Ujar Nina lagi dan membuang mukanya setelah
melihat dan terpesona dengan wajah sang pria yang menolongnya tadi.
“Ahhh,
aku tahu aku tahu…” Senyum nakal Danny mengemban di wajahnya tampannya. Nina
kesal di ledek oleh Danny seperti itu.
“I
need to go to my class, bye Danny.” Ujar Danny dan pergi begitu saja
meninggalkan Danny. Danny coba memanggil Nina, tapi apa daya mungkin Nina marah
dengan Danny yang tadi meledekknya. Nina meninggalkan Danny dengan senyum yang
lebar karena seperti menemukan lelaki yang bisa meluluhkan hatinya.
***
Nina
membuka pintu kelas. Di dalam ternyata masih sepi. Tahun pertama pada saat dia
masuk kuliah. Hari pertama untuk kelasnya di tahun pertamanya itu. Nina duduk di
dalam kelas, duduk di bangku nomor dua dari depan. Kelas yang berbentuk seperti
auditorium itu cukup besar dan Nina sengaja memilih bangku di depan agar dia
bisa focus untuk memerhatikan dosennya.
***
“Ya,
aku Nina Alexandra Anderson, panggil aja aku Nina.” Ujar Nina yang sedang
berkenalan dengan temannya. Dia berkenalan dengan teman yang ada di sampingnya
yang bernama Inggrid. Dia pun berbicang dengan Inggrid dengan berbagai macam
topic. Setelah berbincang cukup lama. Akhirnya dosennya masuk dan Nina
membetulkan tempat duduknya. Dia memperhatikan dosennya dengan serius sampai
akhirnya dosennya memanggil namanya untuk membuat sebuah kelompok untuk
mengerjakan tugas dari dosennya itu.
“Nina
Alexandra Anderson dengan John Steve Smith.” Ujar dosennya itu dan Nina
mendongak dan mencari orang yang dipanggil itu. Dia mencari sekelilingnya dan
dia akhirnya menemukan pria itu dan Nina sangat kaget ketika dia tahu bahwa
laki – laki itu adalah laki – laki yang membantunya tadi untuk merapikan
peralatannya yang jatuh. Kebetulan Steve melihatnnya memperhatikannya dan Steve
mengembankan senyuman kepada Nina. Pipi Nina memerah dan Nina kembali melihat
ke depan untuk memperhatikan dosen.
“Hi…”
ujar Steve menghampiri Nina. “I’m Steve, by the way.” Ujar Steve lagi sambil
mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Nina.
“Hi…
I’m… hmm… I’m Nina.” Ujarnya tergugup.
“Ohh,
Hi Nina. Lucky you. No, Lucky me I have a partner like you.” Ujar Steve.
Ucapannya membuat Nina melayang.
“Kenapa
? Memangnya aku membawa keberuntungan ? Bukannya aku sama dengan yang lainnya.”
Ujar Nina dengan muka tak berdosanya.
“Enggak
kok, gak papa.” Ujar Steve.
“Ohh,
yaudah mau ngerjain dirumah siapa ?” tanya Nina pada Steve. Steve belum
menjawab dan dia pun duduk di samping Nina. Nina kaget dan dadanya terasa
berdenyut semakin kencang. Pipinya pun memerah dan membuang mukanya.
“Kamu
kenapa ? Hmmm, ngerjainnya di rumah kamu aja gimana ?” ujar Steve dan Nina pun
mengangguk.
“Baiklah…”
Senyum Nina dan dalam hati Nina dia bilang “Yes.”
***
Two
Weeks Later.
“Okay,
aku akan datang. Makasih ya Steve.” Ujar Nina sumringah dan rasanya Nina
seperti ingin meloncat.
“Ciye…
Akhirnya Steve ngajak kamu kencan juga…” ujar Danny ikut senang.
“I
can’t say anything. This is all I want, Danny.” Ujar Nina dengan muka memerah
selepas Steve meninggalkannya untuk memberitahukan padanya bahwa Steve ingin
berkencan dengannya.
“I
love his smile. Hahaha.” Ujar Nina lagi.
“I
knew it. Selamat ya. Dandan yang cantik Nina, Pakai high heels kamu.” Ujar Danny
tersenyum. Danny melanjutkan untuk membaca buku yang sedang di bacanya.
“Danny…”
panggil Nina.
“Hmmm…”
“Do
you think he’s good for me ?”
“Kenapa
? Kamu kok gak yakin gitu ?”
“Perasaan
aku gak enak, Dan..” ujar Nina lalu memainkan tangannya tegang.
“Tenang
aja, kamu hanya nervous Nina.” Ujar Danny menenangkan Nina. Lalu menutup buku
yang dibacanya dan mengajak Nina Pulang.
“Pulang
aja yuk, udah sore, gak ada mata kuliah lagi kan ?” tanya Danny.
“Hah,
gak ada kok…” ujar Nina. Danny bangkit dari tempat duduknya dan menggandeng
tangan Nina lalu bergegas menuju halte bus terdekat. Nina hanya terdiam dalam
genggaman tangan Danny. Ada perasaan yang berbeda yang muncul dalam diri Nina.
Perasaan hangat lebih dari sekedar teman ataupun sahabat.
***
“Bisa
bantu aku gak ?” tanya Nina manis ketika dirinya dijemput oleh Steve.
“Let
me…” ujar Steve manis lalu menggandeng tangan Nina. Steve membantu Nina untuk
berjalan karena akhirnya Nina menggunakan High Heels berwarna coklat yang cocok
dengannya. Tapi namanya juga Nina, masih saja sulit untuk menggunakan barang
itu.
“Haduh…”
ujarnya karena berjalan sedikit goyang, Steve sigap lalu memegangi badan Nina.
Mereka saling berpandangan.
“Makasih..”
ujar Nina lalu membetulkan jalannya kembali.
***
Nina
adalah anak dari seorang pengusaha minimarket. Dia suka sekali hal yang berbau
olahraga. Dia tinggal di Irlandia. Nina berasal dari Scotlandia, tapi dia harus
pindah ke Irlandia karena memang orang tuanya ingin pindah ke Irlandia dan
membuka usaha minimarket disana. Nina tinggal bersama dengan Ayah dan Ibunya.
Nina adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya Cameron tak ikut pindah ke
Irlandia karena dia sudah mendapatkan kekasih di Scotlandia dan tinggal di
rumahnya yang dulu seorang diri.
Nina
bukanlah cewek yang terlalu aktif. Nina adalah perempuan yang biasa saja yang
berpenampilan tomboy dan suka sekali memakai sepatu converse. Tapi, Nina bisa
memainkan permainan bola tendang, cricket, dan tenis karena dulu dia pernah
berlatih selama beberapa tahun. Ibu Nina hanya ibu rumah tangga yang terkadang
membantu ayahnya untuk menjaga mini marketnya. Terkadang juga Nina membantu
mereka di mini market itu.
***
“Terima
kasih, Steve.” Ujar Nina, Steve tersenyum. Nina dipersilahkan duduk di restoran
yang cukup apik di kawasan pusat kota Dublin.
“Sama
– sama. Kamu terlihat cantik hari ini.” Puji Steve. Wajah Nina memerah. Nina
memang terlihat cantik menggunakan gaun berwarna abu – abu dan sepatu coklat
dengan rambut yang terurai panjang.
“I
need to go to the toilet.” Ujar Nina ketika mereka menunggu makanan. Nina pun
berjalan perlahan menuju toilet di restoran itu. Ketika Nina masuk, Nina
langsung membetulkan dandanannya. Nina selesai lalu keluar dari toilet itu.
Nina tak tahu ternyata lantainya licin. Nina terpeleset dan pada saat itu
sedang banyak orang yang lewat. Nina pun ditertawakan sampai tertawanya orang –
orang itu di dengar oleh Steve. Steve tak menggubris kejadian itu karena tidak
tahu bahwa Nina lah yang jatuh. Steve
sedang asyik menggoda sang pelayan yang memang cantik.
“Hahaha..
Your face looks so funny.” Ujar perempuan yang sedang lewat dan melihat sinis
kea rah Nina. Nina pun membetulkan bajunya dan berdiri sendiri. Dia pun
membenarkan high heelsnya dan berjalan perlahan menuju Steve.
Kagetnya
ketika dirinya kembali untuk duduk di mejanya bersama Steve, Steve sedang
menggoda seorang pelayan wanita yang cukup cantik. Belum sampai Nina di meja
makan itu, Nina tak berpikir untuk kembali ke meja makan itu dan lebih baik
pulang dan menyendiri karena malunya dia setelah terjatuh. “Kenapa sih aku
selalu menemukan pria yang suka menggoda wanita disaat dia sedang kencan dengan
seorang wanita ?” keluhnya lalu keluar dari restoran itu. Steve belum sadar
kalau Nina sudah keluar dari Restoran itu. Pada saat yang sama Steve pun
melihat kalau Nina keluar dari restoran itu.
“Nina
where are you going ?” teriak Steve lalu mengejar Nina.
“Urusi
saja wanita itu, tak usah mengurusiku.” Ujar Nina berteriak kea rah Steve.
Sadar kalau dia susah untuk berjalan dengan high heelsnya, dia pun melepas high
heels itu dan membawanya saja dengan kedua tangannya.
“This
is very my bad day. Bener kan kata aku, aku gak yakin sama laki – laki itu.” Ucapnya sambil mengusap air
mata yang dari tadi menetes dari matanya.
****
“Nina…
Sudah menyelesaikan laporan tentang pertandingan tennis US open kemarin ?”
tanya Pak ketua Tim yang bernama Samuel. Panggilan dari pak ketua tadi
menghamburkan lamunan Nina.
“Oh
iya pak…” Nina terkaget dan membetulkan posisi duduknya.
“Jadi
sudah selesai atau belum ?” tanya Mr. Samuel lagi.
“Sudah,
sudah, tapi tinggal finishing saja pak, lalu nanti saya kasih kepada anda.”
Ujarnya tegas.
“Oh
baiklah, bagus kalau begitu. Hmm… Nina…” panggil Mr. Samuel lagi.
“Iya
pak, ada apa ?”
“Minggu
depan akan ada balapan Moto GP di sirkuit Indianapolis, saya juga sudah
mendaftarkan koran ini untuk ikut berpartisipasi membuat liputan acara tahunan
itu, kamu saya tunjuk untuk menjadi wartawan yang berangkat kesana ya. Kamu
akan di temani Caleb kesana.” Jelas Mr. Samuel. Nina senang sekali mendengar
berita itu. Selama ini dia hanya menjadi penonton saja. Dia pernah menonton
pertandingan balapan itu di sirkuit Silverstone ketika dia masih tinggal di
Scotlandia. Akhirnya dia bisa menonton dan terjun langsung untuk meliput
balapan bergengsi itu.
“Oh,
baiklah kalau begitu. Terima kasih pak telah mempercayai saya sebagai wartawan
yang meliput.” Mr. Samuel mengangguk dengan ucapan Nina dan pergi meninggalkan
meja kerja Nina. “Yes….” Ujar Nina senang. Dia pun langsung berpikir untuk
bertemu para pembalap yang terkenal ganteng juga itu.
***
“Satu
capucinno hangat ya.” Ujar Nina ketika sampai di sebuah kedai kopi untuk
memesan minuman kesukaannya itu. Sore itu jam menunjukkan pukul 5 sore ketika
Nina sudah pulang dan tidak ada liputan pada malam harinya.
Setelah
dia mendapat pesanannya dia pun berjalan keluar dari toko kopi itu. Tak sengaja
Nina bertabrakan dengan seorang lelaki dan berhenti sejenak karena merasa ada
barangnya yang jatuh. Tapi ketika melihat di sekelilingnya tidak ada yang
jatuh, lelaki itu menyapa Nina.
“Hi..
Nina..” ucap lelaki itu. “Masih ingat aku ?” tanyanya lagi.
“Hah
? Maaf, siapa ya ???” ujar Nina karena agak sedikit tak ingat dengan wajah
lelaki itu.
“Steve,
you know ?” ucap lelaki itu mantap sambil mengulurkan tangannya untuk membuka
salam pertemuannya kembali dengan Nina.
“Hah
? Are you sure ? Steve ? John Steve Smith, aren’t you ?” tanya Nina
mengembankan senyumannya. Tak sangka ia akan bertemu dengan Steve lagi.
“Kau
sedang apa disini ?” tanya Steve setelah Nina melepaskan tangan Nina untuk
berjabat tangan.
“Aku
sekarang bekerja di New York. Kau sedang apa disini ? Memutuskan untuk pindah
juga ke Amerika ? Bukankah lebih enak di Dublin ?” ujar Nina lagi.
“Aku
sedang ada perlu di San Francisco, tapi, aku sedang mengunjungi temanku disini,
kau bekerja sebagai apa ?” tanya Steve lagi.
“Aku
? Aku jurnalis di salah satu Koran di dekat persimpangan itu. Oh iya, aku
sedang buru – buru ingin ke supermarket dulu, sampai ketemu lagi ya Steve.”
Ujar Nina lalu pergi. Tapi Steve memberhentikan langkahnya.
“Nina…
sebentar..” ujar Steve. Nina menghentikan langkahnya.
“Ada
apa ?” tanya Nina saat itu juga.
“Aku
ingin minta nomor teleponmu yang bisa dihubungi, boleh ?” senyum Steve.
“Ohhh,
okay, ini kebetulan ada kartu namaku, jadi kau tinggal hubungi aku saja ya.
Terima kasih atas pertemuannya Steve. Nice to meet you again.” Ujar Nina lalu
meninggalkan Steve. Steve hanya terdiam dan membaca kartu nama yang di berikan
Nina. “You look great, Now..” ujar Steve pelan.
Comments
Post a Comment