Skip to main content

Posts

Dialog Kopi #10

A Cup of Sweet Espresso "Espresso should be with sugar." a person said it loudly and proudly accross from my table. They were both men. They talked about coffee for hours while I was trying to work on my last paragraph of my personal statement. I was working on it, for the past three weeks before the deadline tomorrow. I was going to apply a master degree abroad. Assuming I might be able to see the world.  I ran out of my cafe latte. I looked around and there was a slight glance from a man that was sitting quite far from mine. Both of my big eyes caught those small eyes. He was then focusing again on a device in front of him, a tablet, I believe.  "I am gonna order a cup of espresso then." I mumbled. I thought I needed more power for my brain. This conclusion of the personal statement was killing me.  I then walked through a bit crowd. This coffee shop was one of the famous shops in town. I came here early, and not realising that this could be this crowded. I stood ...
Recent posts

Dialog Kopi #9

 Temu Satu Hari Matahari bersinar terik di kawasan Blok M. Daerah yang saat ini selalu menjadi trending topic dari berbagai kalangan, terutama kalangan anak muda. Sempat sepi dan hampir mati, kawasan ini kembali hidup dengan berbagai pilihan tempat bertemu, baik dalam bentuk kedai kopi atau restoran. Kawasan ini dulu pernah menjadi pusat berkumpul anak muda, rasa-rasanya, seperti mengulang masa lalu, yang berubah keadaan dan generasi yang berkumpul di sana.  Seorang perempuan berkurudung, kuning yang bercorak bunga berwarna coklat, dengan balutan blouse berwarna senada kuning sedikit tua, dan celana jeans, sedang berdiri di pinggir taman Martha Christina Tiahahu, atau biasa disebut taman literasi. Wajah tegasnya sedang memperlihatkan wajah yang kepanasan, karena dahinya juga berkerut, tangan kanannya melindungi pandangannya. Ia sedang mencari seorang sosok lelaki yang sudah ia tunggu-tunggu kehadirannya. Kehadirannya yang mungkin bisa membawa keberuntungan atau kesedihan. K...

Dialog Kopi #8

Segelas Kopi Tubruk dan Sepiring Nasi Goreng Kambing Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Seorang wanita sedang berjejer di barisan di depan meja kasir sebuah cafe sederhana di kawasan Selatan Jakarta. Hari ini iya coba berjalan sedikit ke arah ujung Selatan Jakarta. Ia menemukan cafe agak hidden gem itu di sebuah rententan reels, media sosial Instagram- nya. Ia asal datang saja. Malam ini, ia tak ingin langsung pulang ke rumahnya. Padahal malam itu adalah malam Rabu, di mana ia besok masih harus masuk kerja. "Selamat datang di Cafè Sembunyi , mau pesan apa kak?" Ia tersenyum. Menarik pikirnya. Perpaduan kata, antara bahasa Inggris atau bahasa Perancis, asal kata Cafè dan kata Sembunyi, yang asli bahasa Indonesia, dipilih sang pemilik. Wanita itu tak langsung menjawab. Senyum di wajah lonjong putih kuning langsat pucatnya, masih tersungging, lalu ia lemaskan sedikit.  "Pilihan makanan beratnya apa aja ya kak?" Tanyanya dengan panggilan, yang paling aman di akhir pert...

Dialog Kopi #7

Menyelami Makna "Cukup" Seorang wanita merogoh tasnya, mencari-cari kartu uang elektroniknya. Ia sedikit pelupa, karena sehabis meletakkannya di dalam tas, setelah berhasil masuk dan menaiki MRT menuju daerah blok M, ia tak bisa menemukannya. "Ketemu!" terkadang memang butuh waktu lama untuk mencari. Terlebih lagi wanita berambut panjang, sedikit hitam kecoklatan itu membawa barang cukup banyak. Hari ini ia berencana untuk bertemu dua orang temannya, yang ingin membahas tentang beberapa projek berkaitan dengan pendidikan di beberapa daerah di Indonesia. "Rina." Panggil seorang lelaki. Wanita itu menoleh, mencoba mencari seseorang itu, dan berhasil. Lelaki itu berjalan bersama seorang wanita lain.  "Gary, Naila." Tukas Rina. Rina menyalami temannya yang sudah ia temui di dunia maya, lewat aplikasi telepon daring. Rina tersenyum, wajah kotaknya tegas, matanya berbinar. Ia senang, kali ini menghabiskan waktu lain bersama teman yang bisa dibilang cuk...

Dialog Kopi #6

 Dua Penyendiri -- "Pesanan atas nama Ganda." Seorang kasir, perempuan muda memanggil seseorang berdasarkan nama pemesan yang ada di sebuah gelas kertas, yang berisi secangkir americano panas. Laki-laki berambut panjang agak bergelombang, dengan panjang sebahu, yang hari ini menggunakan jaket berbahan denim, dengan celana berbahan sama dan sepatu sneakers hitam langsung menghampiri. "Terima kasih." Ujarnya, dihiasi senyuman di wajah tegas dengan tulang pipi yang tajam. Ia kembali ke tempat duduknya dan memandangi komputer jinijing abu-abunya. Benda itu sudah menemaninya menyunting dan menulis berbagai lagu untuk grup band yang dinaunginya. "Bukit Senja merilis sebuah single esok hari."  Kalimat itu terus teringang di pikirannya. Tak terasa, sudah album ketiga band independen Indonesia itu punyai. Ganda masih mengerut-erutkan dahinya berkali kali, agak sedikit buntu dengan lagu terakhir yang ditulisnya. Tak sanggup ia selesaikan di rumahnya, padahal tingg...

Dialog Kopi #5

 -Tetap Menulis- "Menjadi tenang itu barang berharga di kala era disrupsi saat ini. Bukan perkara disrupsi saja, hal-hal sesederhana media sosial dan pengaruhnya, menjadikan orang malah semakin sulit berkomunikasi, bukan mempermudah. Sulit menjadi dekat, karena yang jauh adalah jiwa dan raga aslinya, tapi yang dekat foto jiwa dan raganya. Selain itu, ketenangan jiwa kadang terusik, dengan foto-foto yang dijajarkan di media sosial seseorang atau yang berasal dari suatu entitas, yang bisa membuat seseorang berpikir, bahwa kalau belum mencapai suatu hal yang 'wah' seperti itu, belum bisa tenang hidup. Padahal semua hal dari pencapaian sampai ketenangan diri bisa dicapai dan dilakukan oleh diri sendiri." "Glen!" Panggil seseorang kepada seorang lelaki yang memilih untuk bergaya 'gundul' alias tak ada rambutnya sama sekali. Lelaki itu sedang menulis satu paragraf penting dalam buku yang sedang digarapnya tentang pengaruh disrupsi pada psikologi seseorang....

Dialog Kopi #4

-About Meeting You-  Another day for Viona to stay in cold. It was November. It was quite cold and windy in Southampton. However, she loved it. She was there to pursue her study in Master Degree. It had been quite hard time for her, as she had to study and get along with the weather and neighborhood. "Viona. How have you been doing?" a person passed by. Viona turned her head. She was staying in a coffee shop nearby the area of her dorm. She was from Indonesia. She was now imagining and recalling her memories about her crusade of getting the scholarship in a place she had never been before. Her long black hair was tied up like a pony tail. She was wearing double jackets and a sweater. Her body was also wrapped by a navy scarf her friend gave before she left Indonesia. Her round face looked red as she was hiding from the cold. She kept drinking her hot Cafe Latte. It was her second cup since this morning she had one. "I am doing great! Oh wow, Jonas." Her friend from ...